- Final Chapter -
Granger Chanter...
Nama seseorang yang sempat aku benci kala pertama kali berjumpa dengannya di Victory Apartemen.
Angkuh. Menyebalkan. Dan juga kasar. Tiga kata itu mewakili kesan pertamaku saat itu. Cukup hanya itu. Aku tidak ingin mengenalnya lebih jauh lagi!
Bisa jadi aku mengutuk diriku sendiri ketika tahu sisi lain tentang dirinya yang tak banyak orang tahu. Tentang sejarahnya, masa lalunya, dan juga hal-hal yang selama ini ia pendam sendiri. Hal demikian membuatku berpikir kritis.
Memang berat ditinggalkan Bunda yang memilih kehidupan yang baru. Bak terjatuh dan tertimpa tangga, Ayah tercintanya lebih disayang Tuhan untuk lebih dulu menghadap-Nya.
Granger kini sendiri...
Malaikat membisikkan sebuah jalan untuk Granger. Menjadi bagian Mythical University adalah kehidupan barunya setelah lulus SMA. Meskipun, ia menjadi angkatan tertua pada akhirnya. Namun karena itu aku bertemu dengannya.
Mengetahui separuh perjalanan sejarahnya membuatku menaruh simpati. Dia tegar di balik kekerasannya. Ada alasan mengapa ia selalu kasar. Ada alasan mengapa ia mengutamakan kesenangan daripada ketenangan. Hidupnya kacau sedari dulu. Ia ingin mencari kesenangan selagi masih bisa bernapas.
Sejak mengetahui itu, aku seperti tertimpa gumpalan karma dari kutukan-kutukan yang kukirim untuk Granger diam-diam. Mungkin inilah bukti dari pepatah yang mengatakan "Jangan membenci sesuatu terlalu dalam, bisa jadi itulah yang terbaik untukmu."
Dan pepatah itu membuktikan perkataanya. Granger menjadi yang terbaik untukku. Untuk menjagaku, menjadi pemimpin keluarga masa depanku, dan menjadi pendamping hidupku untuk yang pertama dan terakhir.
Kalimat terakhir tadi, adalah yang aku semogakan saat ini.
Sepanjang waktu dirias, itulah kata yang terangkai rapi dari hatinya. Mungkin, dia akan menuliskannya ketika menemukan kertas dan bolpoin nanti. Namun sepertinya, mengukir kalimat-kalimat indah tadi akan lebih baik daripada ditulis. Diukir di hatinya pasti.
Silvanna terlihat beda, lebih cantik dari biasanya. Odette menggelung rambut Silvanna lalu mengcovernya dengan wedding veil tipis tanpa cela sedikitpun. Polesan lipstik berwarna pink membuatnya tampak lebih segar.
Bagaimana tidak, inilah hari yang ditunggunya selama ini.
"Gimana gaunnya? Ada yang belum pas?" tanya Odette, sang ketua panitia pernikahan Silvanna hari ini.
"Udah kok, Dette. Ada dikit sih di bagian punggung. Tapi nggak apa-apa. Ini kan gaun yang lo udah rancang lama banget!"
Odette tersenyum, ia berlutut di depan Silvanna yang duduk di kursi rias. "Selamat ya, Sil. Semoga harapan baik lo terwujud segera." Tak terasa ada haru yang hadir menyusup di antara mereka.
Silvanna menghapus air mata yang keluar dari kedua mata Odette. "Jangan sedih, Dette. Kita masih bisa main-main, kok. Meskipun nggak sebebas dulu nantinya."
Odette mengangguk lalu menarik napas panjang. Ia segera bangkit untuk mengambil tisu di atas meja rias.
Bertepatan dengan itu, Fanny muncul membawa serta dua buket bunga berbeda ukuran ke ruangan itu.
"Gue cuma nemu yang begini, Dette!" seru Fanny memandang Odette sambil menunjukkan kedua buket bunga itu. "Eh Silv? Udah selesai? Cantik banget lo!" seru Fanny yang seakan tidak peduli kalau mau dimarahi Odette.
Iya inilah kerusuhan Fanny. Ia menjatuhkan buket bunga ketika Odette membawa barang-barang perlengkapan gaun Silvanna. Tak sengaja, buket itu terinjak oleh orang yang lalu lalang di sekitar venue. Maka dari itu, Fanny harus bertanggungjawab untuk membawakan buket bunga yang baru.
KAMU SEDANG MEMBACA
Soulmate
FanfictionCerita ini merupakan kelanjutan dari novel 'Roommate'. Disarankan untuk membaca Roommate terlebih dahulu agar tidak bingung dalam mengikuti alur ceritanya 😊💘 Silvanna sudah mantap menambatkan hatinya pada sosok mantan roommate menyebalkannya, Gra...