Namanya juga mau kencan tahun baruan. Memang bukan yang pertama bagi Fanny, namun Claude sudah mengultimatumnya untuk mengenakan pakaian terbaik pada saat mereka kencan nanti. Tak heran jika hampir seluruh butik milik Odette diacak-acak Fanny hanya karena gadis tomboy itu belum menemukan gaun yang pas.
Kalau saja Fanny bukan saudaranya, mungkin Odette sudah mem-blacklist pelanggannya yang seperti ini. Jadi belinya enggak, tapi berpotensi merusak semua barang jualannya.
Tidak hanya Fanny. Silvanna, dan Odette pun akan datang bersama pasangan masing-masing. Dari jauh-jauh hari mereka sudah menyiapkan semuanya. Acara ini tidak boleh gagal!
Silvanna memperhatikan pantulan dirinya di cermin. Terlihat anggun dengan gaun biru muda di bawah lutut dan juga lengan yang tak terlalu pendek. Sedikit aksen brukat menghiasi bagian garis dadanya. Tidak terkesan berlebihan, namun terlihat begitu elegan.
Silvanna mengangguk. Ia sudah memutuskan gaun mana yang akan dikenakannya malam ini. Ia lekas melepas gaun itu dari hanger, lalu hendak mencobanya langsung ke ruang ganti.
Begitu sampai di depan tirai ruang ganti, Silvanna terkejut ketika Fanny dengan ribetnya memilih gaun-gaun yang dibawanya ke sana. Bukan hanya satu atau dua, mungkin puluhan gaun yang dibawa si tomboy itu jika dihitung dari jumlah hanger yang menggantung.
"Astaga, Fanny!" sahut Silvanna diiringi keluhan kecil.
Fanny nyengir datar sambil menatap gaun-gaun itu kasian. "Gue masih belum tau mau make yang mana," ungkapnya bingung. Tak heran jika rambut berkuncir pendeknya kini terlihat berantakan. "Gara-gara si Monyet, nih! Kesambet apa sih dia sampe nyuruh gue pake gaun segala?! Ribet!" amuknya kembali mencoba satu per satu gaunnya.
"Cowok lo juga mau kali liat pacarnya rapih. Itu tandanya dia sayang sama lo," ucap Silvanna.
"Kalo sayang nggak bakal bikin ribet begini," kata Fanny tanpa menoleh Silvanna. Ia masih berkutat pada dua gaun yang dipegang tangan kanan dan kirinya. Meskipun ia belum tentu memilih salah satu di antaranya.
"Udah, Silv. Susah bilangin orang bebal!" tahu-tahu Odette ada di sana. Sambil menenteng satu gaun putih beraksen emas, mungkin dia yakin kalau itu yang akan dikenakannya di acara nanti malam.
Odette melipat tangannya di dada, memandang datar tingkah saudaranya yang belum juga berubah itu. "Dari kemaren lo masih belum mutusin mana yang mau lo pake," kata Odette ke arah Fanny. "Sekarang bukan dari penampilannya, mana gaun yang bikin lo nyaman?" tanya Odette.
"Terkadang, milih baju sama kayak milih cowok. Mana yang bisa bikin lo nyaman, lo pilih yang itu," timpal Silvanna. "Orang lain cuma liat dari luar. Mereka nggak bisa judge cocok atau nggak cocoknya. Karena yang ngerasain cocok atau enggaknya cuma diri kita sendiri."
Fanny tampak berpikir. Kalimat yang tidak terlalu panjang itu seolah-olah mengetuk pintu pikirannya. Ia sudah membuang banyak waktu hanya untuk mencari makna 'cocok atau tidak cocok'. Padahal makna itu hanya kita yang merasakan tanpa harus menggubris campur tangan orang lain.
"Oke gue ngerti!" sahut Fanny.
"Oke, sekarang waktu lo cuma lima menit buat nentuin mana baju yang bakal lo pake. MUA sama hairstyles gue udah nungguin lo. Lo mau gaji lemburan mereka?!" celetuk Odette.
"Sabar, boss!" sahut Fanny langsung menutup tirai ruang ganti kembali.
💕💕💕
Alucard baru saja memasuki rumah ketika berpapasan dengan Granger yang tengah membereskan lengan kemejanya.
"Ada acara?" tanya Alucard.
"Tahun baruan." Granger mengedikkan dagu. "Lo nggak ada acara?"
"Lain kali aja. Miya mana mau diajak ke tempat rame begitu. Jadi, have fun!" Alucard menepuk bahu saudara tirinya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Soulmate
FanfictionCerita ini merupakan kelanjutan dari novel 'Roommate'. Disarankan untuk membaca Roommate terlebih dahulu agar tidak bingung dalam mengikuti alur ceritanya 😊💘 Silvanna sudah mantap menambatkan hatinya pada sosok mantan roommate menyebalkannya, Gra...