°27°

211 62 27
                                    

Mata Yongseung yang biasanya lembut kini berubah menjadi setajam mata elang. Ia mendelik pada sang iblis seraya mengatur nafasnya yang masih sedikit tercekat. Soora sendiri tidak jauh berbeda, ia masih menggendong Kim Kangmin dengan tangan kanan Yongseung yang melingkar erat dipinggangnya sedang tangan kiri Yongseung masih setia menggenggam pisau daging itu.

Yongseung memang awalnya tak bisa melihat mahkluk halus sejak kemampuanya hilang belasan tahun lalu. Namun sejak kakinya melangkah menyebrangi dua pohon besar yang memiliki bentuk seperti gapura tiba-tiba saja matanya yang sebelumnya hanya menatap semak belukar berganti menjadi menatap sebuah kastil yang besar.

Dua pohon itu adalah pintu masuk menuju dunia lain. Begitu juga dengan Soora dan Kim Kangmin yang juga dapat melihat hal-hal yang seharusnya tidak bisa mereka lihat.

Sebelum sampai di sini tadi, cukup sulit bagi Yongseung untuk menenangkan Kim Kangmin yang telah sampai pada puncak batas kesabarannya. Anak itu tak mampu lagi menanggung beban yang dilimpahkan padanya. Hingga kata 'mati' tiba-tiba saja keluar dengan lancar dari bibir mungil itu membuat jantung Yongseung berdesir hebat.

Anaknya ingin mati karena dirinya.

Semuanya berawal dari Yongseung. Pertarungan mereka dan pengorbanan sahabatnya dengan sang iblis, semuanya demi Yongseung.

Oleh sebab itu Yongseung terpikir jika ia adalah takdir sang iblis dan ia adalah tujuan sang iblis, maka hanya ia jugalah yang mampu mengakhiri semua ini. Bukan orang lain yang justru akan menimbulkan korban jiwa lagi.

Apalagi perkataan seseorang yang membawa jiwanya menjelajah ke masa lalu selama dua hari itu semakin menguatkan pendapat Yongseung.

"Kim Yongseung?" desis sang iblis.

Tak sekalipun Yongseung berkedip saat menatap mata merah menyala itu. "Menginginkanku?"

Mata kanan sang iblis membara saat melihat Yongseung tak gentar berdiri dihadapannya. Pikiran sang iblis segera melayang, memikirkan apa yang sebenarnya sedang direncanakan oleh takdirnya hingga ia tak gentar sama sekali. Apa mungkin rencana manusia di depannya ini jauh lebih matang dari rencana yang telah ia buat selama bertahun-tahun?

Dongheon, Hoyoung, Gyehyeon dan Yeonho sampai sekarang masih bertanya-tanya, mereka belum menemui titik temu hingga kini. Pada akhirnya Gyehyeon yang sejak tadi berkutat dengan memori-memorinya perlahan mulai menyatukan kepingan itu menjadi satu.

"Maksud lo cuma Yongseung yang bisa nyelesain ini?" tanya Gyehyeon pada Minchan.

Minchan mengangguk. "Benar."

"Caranya?" sahut Dongheon begitu mendengar penuturan dari Gyehyeon.

"Cara yang sama seperti saat Yongseung merenggut mata kiri sang iblis."

Yongseung tidak mempedulikan suhu dingin yang menusuk setiap jengkal kulitnya. Ia juga tidak peduli pada lantai yang mulai beku membuat setiap saraf di telapak kakinya mengirim sinyal pada otaknya untuk berhenti. Hanya saja Yongseung tak bisa berhenti, ia sudah sampai sejauh ini dan fokusnya telah terpusat pada mahkluk hitam didepannya.

Yongseung juga telah menguatkan tekad dan mentalnya serta memenuhi hatinya dengan harapan. Harapan untuk kebinasaan sang iblis serta harapan agar ia bisa selamat dari permainan ini.

Kini kakinya berhenti ketika ia sampai di sebelah Yoo Kangmin, sahabatnya yang tidak pernah takut untuk mati demi menyelamatkannya.

Kangmin menoleh lalu menyeringai pada Yongseung. "Siap melumuri baju lo dengan darah sehitam api neraka?"

Sang iblis menyipitkan mata mendengar ucapan Kangmin. Pandangan sang iblis turun melihat jemari Yongseung mengepal kuat seraya menggenggam sebuah pisau daging yang nampak kuat dan kokoh, mungkin satu sabetan telah cukup memotong tangan seseorang.

[ii] G.B.T.B | VERIVERYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang