Hari ke-3
Pukul 02.30.Soora berusaha menahan lengan Yongseung yang mengambil Kangmin secara paksa. Tenaga Soora jelas kalah dengan Yongseung hingga Kangmin berhasil berpindah tangan.
Anak itu menangis meminta tolong pada sang Mama. Soora sudah berusaha menyadarkan Yongseung tapi laki-laki itu saat ini menulikan telinganya. Soora ingin menelepon nomor darurat atau paman dan bibi Yoo, hanya saja ia takut jika memalingkan wajahnya maka dua lelaki kesayangannya itu akan hilang.
Yongseung menarik kasar lengan Kangmin yang memberontak. Ekspresinya saat ini sangat datar dan dingin seolah dia tidak memiliki emosi.
Dia Kim Yongseung, Soora telah memastikannya beberapa kali.
Tapi sikapnya saat ini seperti telah dicuci otak.
Kangmin menatap Papanya memohon. Dia tidak ingin mati.
Sungai di bawah sana sangat gelap. Kangmin tidak bisa membayangkan bagaimana jika dirinya benar-benar terjatuh dalam aliran sungai yang deras itu. Kemampuan berenangnya pun tidak akan sanggup menyelematkan nyawanya.
Papanya sudah gila!
"Papa, Kangmin mohon jangan..."
"Mau mati sekarang atau nanti itu sama saja." jawabnya dingin.
Kangmin terus memberontak dibantu oleh Soora. "Kita bisa bertahan, Pa."
Yongseung menghempaskan tangan Kangmin membuat sang anak meringis menahan sakit. Yongseung membungkuk agar bisa menusuk kedua bola mata Kangmin dengan tatapannya.
"Kalau kamu nggak mau pergi ke tempat yang indah sekarang, itu namanya bukan selamat. Tetapi hanya sebatas menunda kematianmu."
Kangmin menggeleng kuat. Air matanya mengalir sangat deras. "Tolong jangan berkata tentang kematian."
"Kangmin, Papa tahu kamu cerdas. Kamu pasti tahu kan setiap mahkluk bernyawa pasti akan mati pada akhirnya."
Kangmin menutup kedua telinganya dengan telapak tangannya yang mungil. Ia benci kata 'mati' sekarang. Jika ada jalan untuk bertahan hidup mengapa mereka harus memilih mati secara suka rela seperti ini?
Papanya pasti memiliki kemunduran otak setelah 2 hari tidur.
PLAK!!!
Kangmin tersentak mundur. Ia mengerjap-ngerjapkan matanya tidak percaya. Barusan Soora menampar Yongseung dengan kuat sampai lelaki itu terhuyung ke belakang.
Soora mengibaskan tangannya yang memerah. Wajahnya sembab karena terus menangis namun saat ini hanya ada kemarahan yang terpampang di wajah itu.
"Kalau kak Yongseung mau mati sekarang, mati aja!"
Soora sudah muak. Ia dan Kangmin berusaha bertahan hidup untuk ikut menyelamatkan Yongseung tapi suaminya itu bahkan tidak mengucapkan kata terima kasih. Memangnya dia pikir mudah untuk Soora beradaptasi dengan para sahabat hantunya yang berbeda sifat?
Lalu apa Yongseung tidak berpikir bagaimana perjuangan para sahabatnya? Bahkan Soora yakin saat ini Yongseung tidak tahu bahwa sahabatnya sedang berkonflik dan Yoo Kangmin serta Minchan tidak diketahui keberadaannya.
"Mama!" tegur Kangmin memeluk lengan Mamanya. Ia tahu Soora sudah diambang batas kemarahannya, tapi bagaimana pun juga orang yang ditampar barusan tetap Papanya.
"Aku dan Kangmin berusaha bertahan hidup selama dua hari itu dibantu sama sahabat kakak. Tapi apa balasannya sekarang? Bukannya terima kasih malah mau mati secara suka rela!"
Yongseung tidak bereaksi dan masih memegang pipinya yang panas.
"Semua ini nggak mudah, apalagi Kangmin. Dia sampai gak berani tidur karena takut mimpi buruk."

KAMU SEDANG MEMBACA
[ii] G.B.T.B | VERIVERY
Fiksi Penggemar[COMPLETED] Buku Kedua dari seri PHOTO Go Beyond The Barrier. «The devil is back, it's time to pull the trigger back.» Sang iblis kembali. Semuanya menjadi dingin dan kegelapan terus melanda. Tidak ada cara lain selain terus berlari. Tetapi mau sa...