Azmi membawa Naifa untuk ikut berkumpul dengan teman-teman sekolahnya dulu. Kini mereka sudah sampai di kafe tujuan. Kafe ini adalah punya salah satu temannya.
Tadinya Naifa ingin mengajak Randi bertemu. Namun lelaki itu beralasan sedang sibuk dengan proyek besarnya. Naifa masih percaya saja dengan ucapan Randi.
"Aku beneran ikut masuk nih, Mas?"
"Iyalah, kamu mau di dalam mobil saja gitu?" Naifa menggeleng. "Ya udah ayo kita masuk. Teman-teman Mas udah kumpul di dalam." Naifa mengembuskan napas perlahan. Ia pun keluar dari mobil kakaknya dan mensejajarkan langkah kakinya dengan Azmi yang lebih dulu berjalan memasuki kafe. "Assalamualaikum." Azmi mendekat ke arah teman-teman. Naifa hanya diam memperhatikan Azmi yang sedang bersalaman.
Setelah menjawab salam. Semua teman-teman Azmi menatap ke arah Naifa. "Bawa siapa lo, Mi?"
"Ini adik gue. Namanya Naifa." Azmi memperkenalkan Naifa. Sedangkan Naifa hanya tersenyum tipis sambil mengatupkan kedua tangan di dada. Ramai sekali, hampir semua teman-teman Azmi membawa pasangannya dan juga anaknya.
"Kirain gue lo bawa istri, Mi." Celetuk salah satu teman Azmi sambil tertawa renyah, diikuti oleh teman-temannya yang lain juga ikut tertawa.
Azmi tidak mempedulikan. Lalu ia bergabung duduk di depan salah satu meja panjang yang sama bersama teman-teman. Naifa tentu duduk di samping sang kakak.
Naifa berada di situasi yang sangat canggung. Semuanya tidak ada yang Naifa kenal. Untuk membebaskan dirinya dari situasi yang tidak nyaman, ia mengeluarkan ponsel dan berselancar di media sosialnya.
"Si dokter belum datang?" Tanya Azmi setelah ia mengabsen semua wajah teman-temannya.
"Biasalah dua dokter kita kan jadwalnya sibuk. Tapi tadi gue telepon, dia lagi ada di perjalanan menuju ke sini. Mungkin sebentar lagi juga sampai."
Azmi mengangguk sambil menyesap minuman yang sudah di sediakan di atas meja. Sembari menunggu kedua temannya yang belum datang, mereka saling bertukar cerita tentang kegiatannya saat ini dan sesekali menceritakan kenangan saat mereka duduk di bangku SMA dulu.
"Maaf ya gue dan Hanan terlambat."
Semua mata tertuju kepada kedua laki-laki yang baru saja datang. Mereka berdua bergabung dan duduk di kursi yang masih kosong. Tak terkecuali Naifa, ia menghentikan kegiatan dengan ponselnya itu ketika mendengar suara yang tak asing di telinganya. Naifa terkejut ketika tatapannya bertemu tatap dengan laki-laki yang tempo hari bertengkar dengannya di tukang bakso. Untuk beberapa detik mereka saling memandang.
"Eh, biasa saja ngelihatin adik gue nya, Zan." Azmi protes.
Farzan terkejut dengan apa yang barusan Azmi katakan. Farzan menundukkan pandangannya dan kemudian menatap ke arah Azmi. "Adik?" Farzan masih tidak percaya dengan apa yang barusan ia dengar.
"Iya, ini adik gue namanya Naifa." Farzan sungguh terkejut mendengar jawaban Azmi. Hal itu membuat Azmi menjadi bingung dengan sikap Farzan. "Kenapa sih? Lo udah pernah ketemu sebelumnya sama adik gue, Zan?"
"Pernah."
"Ketemu di mana?"
Naifa membisikan sesuatu kepada Azmi. "Mas, dia laki-laki yang waktu itu aku ceritain. Laki-laki menyebalkan."
Azmi mengingatnya. Ia memang pernah diceritakan oleh Naifa dan juga uminya pada waktu kejadian itu. "Oh jadi ini laki-laki menyebalkan yang kamu maksud waktu itu, Nai?" Tanya Azmi. Sontak semua yang ada di sana menoleh ke arah Azmi. Azmi membuat Naifa malu saja dengan berkata seperti itu di depan teman-temannya, apalagi di depan Farzan.
"Ternyata lo orangnya, Zan. Naifa pernah cerita tentang kejadian malam itu. Untungnya ada lo di sana. Kalau nggak ada, gue nggak tahu apa jadinya adik gue sekarang. Terima kasih ya, Zan, lo udah menyelamatkan adik gue."
"Ya, sama-sama. Sesama manusia memang harus saling tolong-menolong." Dalam diam, Farzan memperhatikan Naifa yang kebetulan duduk tepat di seberang depannya. Diam-diam Farzan menampilkan senyumnya karena melihat penampilan Naifa yang kini menggunakan hijab untuk menutupi rambut indahnya.
Bagi Naifa dengan kehadiran Farzan di sini membuatnya kurang nyaman. Dunia terlalu sempit untuknya karena lelaki yang selalu ingin ia hindari justru selalu muncul di kehidupannya. Entah takdir mau membawanya ke mana dengan terus mempertemukan kembali dirinya dengan Farzan.
Makanan dari berbagai olahan seafood tersaji di meja makan. Hanya Naifa yang tidak menyentuh makanan itu.
"Kamu nggak makan, Dek?"
"Aku masih kenyang, Mas. Nasinya untuk Mas saja ya."
"Makan walaupun sedikit, Nai. Nanti kalau nggak habis sama nasinya biar Mas yang habiskan."
Tanpa membantah Naifa menuruti ucapan kakaknya. Dalam diam ia memakan nasi dan cumi goreng tepung sebagai lauknya. Naifa memang sengaja mengambil lauk yang kering agar ia bisa memakan dengan menggunakan sendok tanpa menyentuhnya langsung dengan tangannya.
Nasi tinggal setengah di dalam piring. Naifa menggeser piring itu ke hadapan Azmi. "Mas yang habiskan ya. Aku kenyang banget." Azmi mengambil alih piring tersebut dan menghabiskannya tanpa sisa.
Suara tangisan bayi terdengar sangat nyaring. Naifa melihat ke arah sampingnya, tepatnya ke arah stroller yang di mana bayi tersebut berada.
"Aduh anak gue nangis. Si Anis lagi pergi ke toilet juga." Gumam sang ayah bayi pelan. Naifa sedikit mendengarnya. Ia melihat sang ayah bayi tersebut yang sedang kesulitan untuk menenangkan bayi nya disebabkan tangannya dipenuhi oleh bumbu-bumbu pedas karena dia sedang memakan kepiting. "Boleh, titip sebentar Acha ya." Ucap sang ayah bayi tersebut ketika Naifa menawarkan bantuannya.
Dengan hati-hati Naifa mengambil alih bayi perempuan yang bernama Acha tersebut ke dalam gendongannya setalah mendapatkan izin. Mencoba menenangkan si bayi yang sedang menangis itu dengan sabar. Sampai akhirnya suara tangisan sudah tidak terdengar lagi dan si bayi kembali tertidur di dalam gendongan Naifa.
Kegiatan yang dilakukan Naifa tak luput dari perhatian Farzan. Sifat Naifa yang keibuan seperti itu membuat Farzan mengagumi dalam diam kepada Naifa. Tanpa sadar pandangan Farzan terus saja menatap Naifa hingga senyuman itu kembali terukir di wajah tampannya.
"Astagfirullah, Muhammad Farzan Alhusyan!" Pekikan suara Azmi mengagetkan Farzan dan yang lainnya juga. Buru-buru Farzan memalingkan pandangannya dan berucap istighfar dalam hati. "Ngelihatin adik gue nya jangan lama-lama, bahaya nanti malah suka lagi."
Naifa menatap Azmi dan Farzan bergantian. Ia malu dengan omongan kakaknya barusan. Di tambah, Naifa benar-benar tidak nyaman terus berada di dalam ruangan yang sama dengan Farzan.
"Memangnya kenapa, Mi? Adik lo udah ada yang punya?" Pertanyaan itu terlontar bukan dari Farzan. Melainkan dari salah satu temannya yang lain. "Jodohkan saja tuh Mi sama adik lo, siapa tahu memang jodohnya Farzan. Biar Farzan move on."
"Gue udah move on." Sahut Farzan tak terima jika di sebut belum melupakan masa lalunya. Farzan memang punya kisah yang kelam dua tahun yang lalu.
Azmi menanggapi dengan ketawa renyah. "Beneran move on tuh? Secara kan dulu lo cinta banget sama Hasna. Tapi kalau lo mau gue jodohkan sama Naifa, boleh saja. Kebetulan Naifa lagi putus cinta. Hahaha."
"Mas apaan sih!" Naifa terlihat tidak suka jika namanya dikaitkan dengan Farzan. Apalagi mendengar jika ia mau di jodohkan dengan lelaki menyebalkan macam Farzan.
Sedangkan Farzan hanya diam saja. Justru ia kepikiran dengan ucapan Azmi yang mengatakan jika Naifa sedang putus cinta. Apakah itu artinya Naifa sudah tidak memiliki hubungan lagi dengan pacarnya. Yang ia ketahui Naifa sudah menjalin hubungan pacaran sudah sangat lama, apa benar Naifa memutuskan hubungan itu. Begitu banyak pertanyaan yang menganggu pikiran Farzan saat ini.
***
Happy reading semuanya
Salam,
Triays 🌸
KAMU SEDANG MEMBACA
Jalan Takdir Terindah
Romance"Aku punya masa lalu dan kamu pun punya masa lalu. Aku tidak mempermasalahkan masa lalu kamu, karena yang terpenting bagiku, kamu adalah masa depanku yang harus selalu aku jaga dan aku bimbing hingga ke Jannah-Nya." - Muhammad Farzan Alhusayn - "All...