Naifa masuk ke dalam rumah dengan wajah yang murung. Setelah bertemu Randi, mood Naifa menjadi berantakan. Lelaki yang sudah tiga tahun bersamanya masih belum bisa memberikan kepastian kapan dia akan menikahinya.
"Dari mana saja, Dek?" Tanya Azmi saat Naifa melewati ruang tamu. Tanpa menjawab, Naifa terus saja berjalan menuju kamarnya di lantai dua. Azmi mengikuti langkah adiknya. Ia harus tahu alasan adiknya itu terlihat murung dengan mata yang sembab.
"Mas!" Naifa menatap tajam ke arah Azmi saat kakak laki-laki nya itu menahan pintu kamarnya yang hendak ia tutup.
"Jawab dulu pertanyaan, Mas!" Sorot mata Azmi tak kalah tajam menatap Naifa. "Dari mana saja kamu? Ketemuan sama Randi?"
"Iya. Udah aku jawab. Awas tangannya mau aku tutup pintunya. Aku capek mau istirahat." Naifa mengusir seraya dengan sedikit paksaan Naifa menyingkirkan tangan Azmi yang masih menahan pintu kamarnya. Meskipun Naifa sudah mengeluarkan segala tenaganya untuk menyingkirkan tangan Azmi, tetap saja tenaganya Azmi lebih besar. "Ada apa lagi sih, Mas?" Naifa sudah sangat kesal terhadap Azmi, membuat suasana hatinya semakin memburuk.
"Kenapa mata kamu sembab? Habis nangis karena Randi, kan?" Pertanyaan Azmi tepat sasaran.
"Aku nggak mau bahas apapun tentang Mas Randi. Jadi aku mohon Mas Azmi untuk pergi dari kamarku." Naifa sangat bermohon kepada Azmi. Berharap kakaknya itu bisa mengerti tentang keadaannya kini.
"Mas perlu tahu tentang keadaan kamu, Naifa. Mas kakak kamu. Di saat ada laki-laki lain yang menyakiti hati adik Mas, itu berurusan dengan Mas."
Naifa harus bisa menahan tangisnya saat mendengar ucapan Azmi barusan. Naifa sungguh beruntung memiliki kakak seperti Azmi. Dari dulu, Azmi selalu siap pasang badan jika ada orang lain yang menyakitinya.
"Jangan nangis lagi." Tangan Azmi terulur untuk mengusap air mata Naifa yang perlahan jatuh di pipinya. "Kenapa sama Randi? Kamu bisa cerita sama Mas."
"Aku cinta sama Mas Randi, Mas." Hanya itu yang keluar dari bibir Naifa. Ia langsung memeluk Azmi.
Azmi paham dengan perasaan Naifa terhadap Randi. Namun yang membuat ia tidak mengerti adalah mengapa setelah bertemu dengan Randi, wajah Naifa terlihat murung.
"Aku tadi bertemu Mas Randi."
"Ya, terus? Apa yang membuat kamu menangis?"
"Aku bingung harus gimana lagi, Mas. Tadi aku udah bicara sama dia dan meminta dia untuk segera menikahi aku, tapi jawabannya sungguh membuat aku kecewa."
"Dia jawab apa?"
"Mas Randi belum siap untuk menikahi ku."
Azmi sudah menduga jika Randi akan berucap seperti itu. Kemudian ia diam sebentar untuk memikirkan jawaban yang akan diberikan kepada Naifa agar adiknya itu tidak tersinggung. Naifa itu sangat keras kepala, jadi ia harus hati-hati dalam berbicara kepada Naifa. Ia pun harus segera membuat Naifa tersadar jika Randi memang bukan laki-laki yang tepat untuk Naifa.
"Naifa sayang umi dan abi?" Tanya Azmi sebelum masuk ke inti pembicaraannya. "Sayang, kan?"
"Tanpa aku jawab pun Mas udah tahu jawabannya."
"Iya, Mas hanya memastikan. Jawaban kamu pasti sayang banget sama umi dan abi." Naifa menyetujuinya. Memang kenyataannya seperti itu. "Naifa tahu nggak kalau dosa seorang anak yang berpacaran itu si orang tua nya juga akan ikut menanggung dosanya."
"Maksudnya gimana, Mas?"
"Jadi gini, Nai, orang tua si anak yang berpacaran akan ikut menanggung dosa pacaran si anak. Paham nggak maksud, Mas?" Naifa menggelengkan kepalanya. "Kamu kan posisinya lagi pacaran nih sama Randi, itu kan termaksud dosa ya karena memiliki hubungan sebelum pernikahan, nah umi dan abi juga ikut menanggung dosa kamu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Jalan Takdir Terindah
Romance"Aku punya masa lalu dan kamu pun punya masa lalu. Aku tidak mempermasalahkan masa lalu kamu, karena yang terpenting bagiku, kamu adalah masa depanku yang harus selalu aku jaga dan aku bimbing hingga ke Jannah-Nya." - Muhammad Farzan Alhusayn - "All...