Chapter 21 - Masih Cinta

111 16 3
                                    

Randi mengajak Naifa untuk berbicara di luar butik. Awalnya Naifa menolak dengan tegas, namun Randi terus memohon kepadanya, karena ada yang ingin lelaki itu katakan.

Zerlinda berdiri tak jauh dari tempat Naifa dan Randi. Ia hanya bisa diam melihat pemandangan antara calon kakak ipar dengan mantan kekasihnya itu.

"Aku bersyukur banget bisa bertemu kamu di sini, Nai. Aku hampir frustasi karena kamu benar-benar menutup akses untuk aku menghubungimu." Setelah putus dari Randi, Naifa memang memblokir nomor telepon serta media sosial milik Randi.

Naifa menatap Randi malas. "Mau ngomong apa, sih?" Naifa bertanya sambil tangannya bersedekap di dada. "Aku rasa sudah tidak ada yang perlu dibicarakan lagi. Aku dan kamu sudah tidak punya hubungan apapun."

"Jangan bicara begitu, Nai. Aku masih cinta sama kamu. Aku nggak mau hubungan kita berakhir. Tolong kasih aku kesempatan untuk memperbaiki semuanya." Randi ingin meraih kedua tangan Naifa, namun dengan cepat Naifa mencegahnya.

"Terlambat!" Naifa tersenyum sinis. "Aku sama sekali sudah tidak cinta sama kamu, rasa cinta itu sudah terkikis oleh rasa benci. Aku benci kamu, Mas!"

Randi menggeleng seolah tidak setuju dengan perkataan Naifa barusan. "Nggak, kamu masih cinta sama aku. Tiga tahun kita berhubungan, tidak secepat itu kamu dapat menghilangkan rasa cinta untukku, Nai."

"Kenapa tidak bisa? Karena kenyataannya memang begitu kok, aku sudah tidak cinta sama kamu!"

Randi tidak terima. Ada sebuah penyesalan di lubuk hatinya karena telah menyia-nyiakan perempuan seperti Naifa. "Tolong maafkan aku, Nai. Aku tahu aku salah karena telah menyakiti hati kamu. Kejadian kemarin di parkiran benar-benar aku menyesali perbuatan aku itu."

Naifa bergeming. Rasanya memuakkan berhadapan dengan Randi.

"Apa yang kamu lihat dari foto dan video waktu itu, aku juga minta maaf, aku benar-benar khilaf waktu itu." Wajah Randi sungguh menunjukkan raut yang begitu menyesal.

"Khilaf? Sampai ke hotel berdua?" Naifa tersenyum miring. "Udahlah, Mas. Jangan ganggu aku lagi. Sebentar lagi aku akan menikah, jangan ganggu kebahagiaan aku."

"Kamu hanya boleh menikah denganku, Nai!"

"Oh ya? Waktu itu aku sempat meminta kepadamu untuk menikahi ku, tapi apa jawabanmu? Aku rasa kamu masih ingat apa jawabanmu sendiri." Naifa membalas ucapan Randi dengan sinis.

"Iya, aku ingat. Aku minta maaf. Sekarang aku siap untuk menikahi kamu, Nai."

"Sudah terlambat, Mas. Bahkan aku sudah tidak ingin untuk menikah denganmu. Asal kamu tahu, mempunyai hubungan sama kamu itu sungguh amat aku sesali. Dan ya, Allah sangat sayang padaku sampai Allah menunjukkan bahwa kamu bukan lelaki yang tepat untuk menjadi suamiku."

Naifa hendak memutarkan badannya untuk berjalan ke arah Zerlinda, namun sebelum bisa ia melakukan itu Randi lebih dulu menahannya dengan cara memegang sebelah tangannya sangat kuat.

"Lepasin, Mas!" Sekuat tenaga telah Naifa lakukan agar tangannya terlepas dari Randi. "Aku bilang, lepasin tangan aku!" Suara Naifa sedikit meninggi. Namun tak juga Randi melepaskan tangan Naifa.

"Naifa." Suara lelaki yang sangat Naifa harapkan akhirnya datang juga.

"Mas Farzan." Naifa menatap Farzan dengan penuh harap.

Randi menatap tak suka kepada Farzan. Ia sangat ingat dengan wajah lelaki yang saat ini ada dihadapannya. "Lo lagi, kenapa sih lo selalu ikut campur urusan gue dengan pacar gue?"

Farzan tersenyum penuh arti. "Pacar? Bukannya sudah mantan ya? Dan wajar saya ikut campur, karena Naifa itu calon istri saya!" Farzan berucap dengan penuh penekanan. "Saya minta lepasin tangan Naifa. Jangan beraninya hanya sama perempuan, kalau berani kita hadapin berdua."

Jalan Takdir TerindahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang