Tak terasa hari demi hari terlewati dengan cepat, pernikahan dengan Farzan akan berlangsung tiga hari lagi. Semakin mendekati hari pernikahan, Naifa semakin merasa gugup.
Kini Naifa sedang berada di kawasan parkiran kampus, menunggu sang kakak yang akan menjemputnya.
Sudah hampir setengah jam Naifa menunggu sang kakak datang, namun kehadirannya juga tak kunjung hadir. Selama itu pula Naifa bertahan di parkiran, meskipun ia merasa sangat risih saat ada beberapa lelaki yang tertangkap oleh matanya sedang memperhatikan dirinya.
Tampak seperti mencurigakan.
Namun Naifa selalu berpikiran positif. Ia tidak ingin berprasangka buruk terhadap orang lain.
Kedua lelaki berbadan besar itu justru membuat Naifa takut saat keduanya berjalan mendekati tempatnya. Naifa masih bergeming di tempat, ia benar-benar tidak sedikitpun menaruh curiga kepada kedua lelaki itu meskipun ia merasa takut.
"Permisi, Mbak."
Naifa mengernyitkan dahinya mendapati kedua lelaki itu mengajaknya bicara. "Iya, ada apa?"
"Saya ingin bertanya, untuk gedung fakultas ekonomi itu di sebelah mana ya?" Salah satu lelaki itu bertanya. Sedangkan, lelaki yang satunya sudah berdiri tepat di belakang Naifa.
Naifa memaparkan dengan sangat jelas. Namun, bukan itu tujuan kedua lelaki itu bertanya kepada Naifa. Tangan lelaki yang berdiri di belakang Naifa mengeluarkan sesuatu dari saku celananya. Dengan gerakan cepat, lelaki itu sudah membekap sebagian wajah Naifa dengan kain yang sudah diberi obat bius.
Perempuan itu sempat berontak saat di bekap, namun itu tak berlangsung lama karena indra penglihatan Naifa mulai mengabur dan mulai kehilangan kesadarannya.
Langsung saja, Naifa segera di bawa masuk ke dalam mobil hitam yang tiba-tiba sudah terparkir di depan kejadian.
***
Di waktu yang sama namun di tempat yang berbeda, Farzan sedang membaca beberapa hasil pemeriksaan pasiennya di dalam ruang kerjanya seakan hilang fokus, tiba-tiba ia kepikiran dengan Naifa.
Apa calon istrinya itu baik-baik saja?
Bertepatan dengan itu ponselnya berdering, menandakan ada panggilan masuk dari sang adik. Segera ia menggeser tombol hijau dan menerima panggilan dari Zerlinda.
"Halo. Assalamualaikum." Farzan membuka percakapan.
"Waalaikumussalam, Abang!"
Farzan khawatir karena mendengar suara adiknya di seberang sana seperti sedang menahan tangis.
"Kamu kenapa, Dek?"
Zerlinda menghela napas, rasanya tak sanggup mengatakan kepada kakaknya tentang apa yang barusan ia lihat.
"Kak Naifa, Abang." Suara Zerlinda bergetar.
"Ada apa dengan Naifa? Dia baik-baik saja, kan?"
"Tadi aku lihat Kak Nai dibekap dan dibawa sama dua lelaki berbadan besar pakai mobil. Abang, aku takut terjadi sesuatu sama Kak Nai." Tangis Zerlinda sangat jelas terdengar di indra pendengaran Farzan.
Sangat jelas sekali raut wajah Farzan sangat mengkhawatirkan kondisi Naifa. "Kamu di mana sekarang?"
"Di kampus, Bang."
"Abang ke sana, kamu tunggu ya."
Tanpa pikir panjang, Farzan segera menyambar kunci mobil di dalam laci mejanya dan berjalan menuju parkiran rumah sakit dengan sedikit berlari.
Ya Allah, saya mohon lindungi Naifa di mana pun perempuan itu berada.
Mobil Pajero Sport milik Farzan berhenti di parkiran kampus. Ia pun melihat Azmi ada di sana, tak jauh dari posisinya kini. Farzan segera menghampiri Azmi yang sedang bersandar di badan mobilnya.
"Kok lo di sini?" Azmi sedikit terkejut melihat Farzan yang tiba-tiba sudah berada di depannya.
"Lo mau jemput Naifa?"
"Iya lah. Tapi dari tadi gue nunggu dia nggak keluar-keluar dari kelasnya. Padahal katanya kelasnya udah selesai dari tadi. Gue telepon juga nggak di angkat. Lo sendiri ngapain di sini?"
"Tadi gue dapat telepon dari Zerlinda, katanya Naifa di bawa sama dua lelaki berbadan besar pakai mobil. Makanya gue mau memastikan kronologi nya seperti apa ke adik gue."
Mendengar itu Azmi bukan main terkejutnya. Pasalnya ini menyangkut adiknya. "Lo nggak serius, kan? Jangan bercanda, Zan!"
"Buat apa gue bercanda, Mi? Menyangkut Naifa gue nggak pernah main-main." Farzan menunjukkan raut keseriusannya.
Tubuh Azmi seketika melemas. Ia takut terjadi sesuatu dengan adik kesayangannya itu. Ia tak akan memaafkan dirinya sendiri jika hal buruk menimpa Naifa.
"Adik lo di mana?"
Farzan mengedarkan pandangannya sekeliling parkiran yang luas itu untuk mencari keberadaan sang adik. Ia melambaikan tangannya saat melihat Zerlinda sedang berdiri tak jauh dari tempatnya berada.
"Jadi gimana kronologi nya sampai Naifa di bawa?" Azmi langsung menyodorkan pertanyaan saat Zerlinda sudah berada di hadapannya.
"Tadi aku nggak sengaja melihat kak Nai di bekap dan di bawa pergi pakai mobil oleh dua lelaki berbadan besar. Aku terlambat saat aku ingin menolong Kak Nai, mobil itu lebih dulu melaju sangat cepat." Zerlinda memaparkan dengan apa yang ia lihat. Air mata tak mampu ia bendung lagi.
"Kamu ingat plat mobilnya?"
Zerlinda menggeleng. "Nggak ingat, aku terlalu fokus ngejar kak Nai sampai aku nggak memperhatikan plat mobilnya." Ada penyesalan di hati Zerlinda.
Azmi meraup wajahnya kasar, terlihat sekali ia sebagai kakak sangat frustasi. Entah di mana adiknya berada.
Farzan juga terlihat bingung harus mencari Naifa di mana. "Kita lapor ke kantor polisi!" Tidak ada pilihan lain, ia harus melaporkan tindakan penculikan terhadap Naifa ke pihak kepolisian.
Mengingat tiga hari lagi ia akan menikah dengan Naifa. Ia berharap dan berdoa agar Naifa segera di temukan dalam keadaan baik-baik saja.
***
To be continued
Salam,
Triays 🌸
KAMU SEDANG MEMBACA
Jalan Takdir Terindah
Romance"Aku punya masa lalu dan kamu pun punya masa lalu. Aku tidak mempermasalahkan masa lalu kamu, karena yang terpenting bagiku, kamu adalah masa depanku yang harus selalu aku jaga dan aku bimbing hingga ke Jannah-Nya." - Muhammad Farzan Alhusayn - "All...