Chapter 25 - Membatalkan Pernikahan

118 15 0
                                    

Setelah melaporkan kepada pihak kepolisan atas kasus penculikan Naifa. Farzan maupun Azmi terus mencoba menelepon ke ponsel Naifa. Awalnya tersambung namun tidak diangkat, tapi lama-lama sambungan itu justru sudah tidak bisa tersambung lagi. Nomornya tidak aktif.

Berharap dari pihak kepolisan cepat memberikan kabar di mana Naifa berada.

Keesokan harinya pun sama. Farzan dan Azmi pun seperti buntu. Mereka tidak tahu harus mencari kemana lagi keberadaan Naifa. Mereka belum dapat kabar baik dari kepolisian.

Saat ini Azmi sedikit dilema. Apakah ia harus memberitahukan umi dan abi nya atas adiknya yang hilang. Orang tuanya sudah empat hari pergi ke Yogyakarta, kampung Abi nya, karena ada urusan di sana dan akan kembali pada esok hari.

Akhirnya Azmi memutuskan untuk tidak memberitahukan kabar adiknya yang hilang kepada orang tuanya. Ia tidak ingin membuat abi dan umi nya khawatir dan cemas memikirkan Naifa. Sebisa mungkin ia harus menemukan keberadaan Naifa secepatnya sebelum orang tuanya datang.

Terlihat sekali kondisi Farzan yang sangat kusut pikirannya memikirkan Naifa. Kerjaan dan pasiennya harus ia tinggalkan sejenak dan ia sudah meminta rekan sejawatnya untuk menggantikannya sementara. Ia ingin fokus mencari keberadaan Naifa.

Hingga pada akhirnya hari sudah menjelang malam mereka kembali ke rumah Azmi. Kondisi fisik Farzan maupun Azmi sudah sangat lelah. Berbagai tempat yang diyakini terdapat Naifa di sana, ternyata hasilnya nihil, ia tidak menemukan Naifa di sana.

Mobil yang membawa Naifa ternyata mobil sewaan. Dan orang yang menyewa mobil itu sama sekali tidak Azmi dan Farzan kenali.

Mereka berdua benar-benar kalut dan bingung dan mereka sama sekali tidak menaruh curiga terhadap siapapun. Saat ini tinggal menunggu kabar baik dari polisi saja yang mereka harapkan.

"Motif penculik itu apa menculik adik gue?" Azmi tak habis pikir dengan orang yang menculik Naifa. Ia pun mendudukkan dirinya di bangku teras rumahnya.

Farzan hanya diam. Ia sendiri masih bingung dengan ini semua.

"Apa ini semua ulah Randi?" Farzan tiba-tiba terpikir satu nama.

Azmi mengangkat alisnya satu. "Randi? Tapi buat apa Randi menculik Naifa, Zan? Mereka sudah tidak punya hubungan apapun."

"Buat apa? Karena Randi masih cinta sama Naifa. Dia nggak akan biarkan Naifa menikah dengan gue. Dan gue yakin itu adalah alasan Randi menculik Naifa."

Azmi mengusap wajahnya kasar sambil banyak beristigfar. Ia sudah tidak tahu lagi harus bagaimana. Ia sudah lalai menjaga adiknya.

"Lo ingat nggak, beberapa hari lalu lo telepon gue karena Naifa diikuti Randi?"

"Iya, memang ada kejadian apa setelah itu?"

"Waktu itu Randi ngomong ke gue kalau dia nggak akan membiarkan Naifa menikah dengan gue." Farzan mengingat perkataan Randi. Itu salah satu alasan yang memperkuat dugaannya jika di balik ini semua adalah ulah Randi.

Perhatian Farzan dan Azmi beralih ke arah depan pagar. Ada sebuah mobil hitam berhenti di depan sana. Menampilkan sosok perempuan yang selalu Farzan dan Azmi harapkan cepat ketemu keberadaannya. Ya, Naifa yang keluar dari mobil hitam itu. Mobil itu langsung melaju meninggalkan area perumahan.

Farzan dan Azmi langsung menghampiri Naifa yang sedang masuk ke dalam pagar rumahnya.

"Dek, kamu dari mana saja?" Azmi langsung memeluk sang adik sambil bertanya.

Namun Naifa hanya diam tak membalas. Wajahnya lesu, matanya sembab, terlihat sekali kalau Naifa sedang tidak baik-baik saja.

"Naifa?" Azmi memegang kedua bahu Naifa. Menatap lekat wajah sang adik yang terlihat tidak baik.

Pandangan mata Naifa lurus, ia sedang menahan tangisnya.

"Mas, aku ingin ke kamar." Ucap Naifa sambil melepaskan tangan Azmi dari bahunya. Ia langsung berjalan masuk ke dalam rumah. Tak sadar ada Farzan yang begitu saja ia lewati.

Azmi sangat bingung melihat perubahan Naifa, begitupun Farzan.

"Naifa?" Farzan memanggil Naifa sangat lembut. Tak menampik jika Farzan sangat merindukan sosok Naifa.

Langkah kaki Naifa terhenti saat mendengar suara yang sangat ia kenali. Naifa kembali diam. Menatap lurus ke depan tanpa bertemu tatap dengan Farzan.

"Kamu baik-baik saja, Nai?"

"Aku baik. Mas Farzan, aku mau ngomong sesuatu sama kamu."

Meskipun Naifa mengatakan dia baik-baik saja. Farzan yakin pasti ada sesuatu yang Naifa sembunyikan dari kejadian ini semua. Namun perempuan itu enggan untuk mengatakannya.

"Ya, katakanlah, Nai."

Cukup lama Naifa berdiam. Hingga akhirnya Naifa memberanikan diri untuk berkata. "Aku mau pernikahan kita dibatalkan saja."

Farzan sangat tersentak. Jantungnya terasa ingin berhenti berdetak setelah mendengar perkataan Naifa barusan. "Naifa, salah aku apa? Kenapa kamu tiba-tiba ingin membatalkan pernikahan kita? Dua hari lagi kita akan menikah, Nai." Farzan meminta penjelasan. Di kelopak matanya sudah ada air mata yang siap untuk di tumpahkan.

Azmi yang berdiri tak jauh pun bereaksi sama seperti Farzan. Ia sangat kaget mendengar Naifa yang tiba-tiba membatalkan pernikahannya dengan Farzan.

"Dek, kamu jangan bercanda! Persiapan pernikahan kamu sudah rampung, tinggal tunggu harinya saja. Kalau Farzan ada salah, kita bicarakan baik-baik ya." Azmi berucap sambil berjalan mendekat ke arah sang adik.

Naifa mencoba memberanikan dirinya untuk menatap kakaknya. "Nggak ada yang perlu dibicarakan lagi." Pandangan Naifa beralih kepada Farzan yang sedang menatap lekat matanya. "Keputusan aku udah bulat, lebih baik pernikahan ini kita batalkan saja, Mas." Pandangan kembali datar ke depan. Sebisa mungkin Naifa menahan tangisnya.

Farzan menggeleng kecil. "Kasih aku alasan, Nai. Aku mohon." Ucap Farzan, suaranya mulai terdengar pelan.

"Alasannya karena aku nggak cinta sama kamu, Mas! Aku nggak bisa bohongi diriku sendiri kalau aku masih cinta dengan Mas Randi dan aku ingin menikah dengannya." Suara Naifa bergetar menahan tangisnya. Satu bulir air mata jatuh begitu saja membasahi pipi mulusnya dan dengan cepat Naifa menghapusnya.

"Kamu bohong, Nai. Mata kamu itu nggak bisa bohong. Aku tahu kamu sedang berbohong saat ini." Farzan sangat yakin, apa yang di katakan barusan oleh Naifa adalah sebuah kebohongan. "Jujur sama aku, apa Randi yang sudah menculik kamu?"

Naifa menggeleng kecil. "Keputusan aku sudah final. Aku capek, permisi." Naifa sudah tak sanggup berlama-lama berada di depan Farzan. Ia segera masuk ke dalam kamar dan menangis sepuasnya. Ia lelah dengan situasi yang saat ini begitu menyesakkan hatinya.

Farzan terduduk lemas. Azmi berusaha menguatkan dengan memegang bahu temannya itu.

"Maafkan adik gue, Zan. Nanti gue coba untuk bicara baik-baik sama Naifa. Lo tenang saja, semuanya akan baik-baik saja."

Farzan hanya mengangguk, tidak tahu harus merespon apa. Entah apa yang terjadi dengan Naifa hingga dalam semalam sikapnya banyak berubah.

***

To be continued

Salam,
Triays 🌸

Jalan Takdir TerindahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang