Adnan Mahendra: Naifa, bisa kita bertemu nanti siang? Ada yang ingin aku bicarakan sama kamu.
Pesan itu Naifa terima dari Adnan. Alis Naifa mengerut, menandakan bahwa ia bingung harus membalas apa pesan tersebut.
Karena hari ini, tepatnya malam nanti, keluarga Farzan akan datang ke rumahnya. Mana mungkin siang harinya ia menemui laki-laki lain. Namun jika ia tolak, ia merasa tak enak hati dengan Adnan. Akhirnya ia putuskan untuk menemui Adnan di sebuah cafe nanti siang.
Tepat setelah dzuhur, Naifa berangkat ke cafe yang dimaksud Adnan dengan menggunakan taksi. Naifa pun tidak tahu tentang apa yang ingin Adnan sampaikan kepadanya. Memasuki cafe tersebut, ternyata Adnan sudah menunggunya di salah satu meja dan dengan segera Naifa menghampiri.
"Maaf ya, aku telat." Naifa sudah berada di hadapan Adnan.
Adnan pun tersenyum. "Nggak telat kok, Nai. Silakan duduk." Sahut Adnan sambil mempersilahkan Naifa duduk di depannya. "Mau pesan apa, Nai?" Tanyanya sambil memanggil pelayan cafe.
Pelayan tersebut memberikan buku menu dan memberikannya kepada Naifa. "Ini saja, Mbak, jus alpukat." Naifa menunjuk salah satu menu minuman.
"Baik, ditunggu sebentar ya."
Tak menunggu waktu lama, pelayan itu datang kembali dengan membawakan pesanan Naifa.
"Jadi apa yang ingin Kakak sampaikan kepadaku?" Naifa bertanya tanpa basi-basi.
Terlihat Adnan sedang mengatur napasnya. "Aku mau mengatakan tentang kejujuran hatiku, Nai."
Naifa sangat terkejut, hal yang tidak pernah ia duga. Sebagai balasan Naifa hanya diam tanpa menyahuti perkataan Adnan.
"Kamu tahu perasaan aku terhadapmu dari dulu seperti apa, kan, Nai. Hingga kini perasaan itu tidak pernah berubah, masih sama seperti dulu." Jeda beberapa detik. "Aku mencintaimu, Naifa. Aku ingin kamu menikah denganku. Apa kamu bersedia?"
Benar-benar Naifa tidak mau berada di situasi seperti ini. Pilihannya sudah jatuh kepada Farzan dan pilihannya itu tidak akan pernah berubah.
"Terima kasih sebelumnya karena Kakak sudah mau berkata jujur tentang perasaan Kakak terhadapku. Tetapi, mohon maaf, aku tidak bisa membalas perasaan Kakak." Naifa berucap hati-hati agar tidak lebih menyakiti hati Adnan.
"Kenapa? Apa kamu sudah mempunyai seorang kekasih?" Adnan menuntut penjelasan.
"Tidak ada, Kak."
"Lantas apa alasannya kamu menolak aku, Nai? Apa tidak ada sedikitpun di hatimu perasaan cinta untukku?"
Naifa tidak menjawab pertanyaan Adnan. Ia lebih memilih diam karena takut jawabannya akan sangat lebih menyakiti hati Adnan.
"Kamu diam, berarti iya." Adnan berusaha keras untuk menahan kesedihannya. "Apa tidak ada kesempatan untukku, Nai?"
"Aku minta maaf, aku tidak bisa, Kak." Hanya itulah balasan untuk Adnan yang Naifa berikan.
Adnan mencoba tersenyum untuk menguatkan dirinya sendiri. Naifa benar-benar merasa bersalah kepada Adnan. Bukan seperti ini yang Naifa inginkan, menyakiti hati seorang Adnan. Meskipun jawaban yang ia berikan adalah jawaban jujurnya dari hati terdalam.
"Boleh aku tahu alasannya?" Adnan meminta penjelasan dan sorot matanya menatap ke arah netra Naifa dengan lekat.
"Sudah ada seorang laki-laki yang lebih dulu ingin melamar aku, Kak."
"Boleh aku tahu siapa laki-laki itu?"
Naifa mengangguk. "Kak Adnan pernah bertemu dengan laki-laki itu di rumahku dan di rumah sakit. Namanya Farzan."
Ingatan Adnan berputar kembali di kejadian rumah sakit saat Naifa di rawat di sana. Dan ia mengingatnya siapa itu sosok Farzan.
"Apa laki-laki yang mengantar kamu pulang saat itu?"
"Ya, dia orangnya. Malam ini dia akan melamar ke rumahku."
Dari awal Adnan sudah menduga jika laki-laki bernama Farzan mempunyai perasaan kepada Naifa. Ia kalah cepat dengan Farzan dalam hal menyampaikan keinginannya untuk menikahi Naifa.
"Apa kamu mencintainya, Nai?"
"Mengapa Kakak bertanya seperti itu?"
"Aku hanya bertanya. Maaf jika pertanyaan ku membuatmu tidak suka."
Naifa menghela napas berat. "Untuk saat ini aku belum mencintainya. Tapi, aku yakin suatu hari nanti aku akan bisa mencintainya."
"Baiklah, aku menghargai keputusanmu dan aku mencoba menerimanya. Semoga acara lamaran dan pernikahanmu dilancarkan, ya." Dengan sekuat hati Adnan mengatakan itu sambil tersenyum.
"Aamiin. Terima kasih sudah mengerti. Semoga Kakak mendapatkan pendamping hidup yang jauh lebih baik daripada aku yang bisa mencintai Kakak dengan setulus hati."
Aku maunya kamu, Naifa. Kamu yang selalu aku semogakan dalam setiap doa-doaku.
Senyuman paksa Adnan tampilkan di wajahnya, "Terima kasih untuk doanya."
Apa saat ini ia harus menguburkan perasaannya terhadap Naifa? Membiarkan perempuan itu menikah dengan lelaki pilihannya. Apakah ia sanggup untuk melupakan cinta pertamanya? Naifa, seorang gadis yang selalu Adnan cintai dari ia sekolah dasar hingga sekarang.
***
Farzan berserta keluarganya akan datang ke rumah Naifa setelah isya. Waktu pun sudah menunjukkan pukul setengah delapan malam.
Hati Naifa kini dipenuhi oleh rasa gugup dan cemas. Karena sebentar lagi Farzan dan keluarganya akan datang.
Tak pernah tertinggal, Naifa selalu mendoakan untuk dirinya sendiri. Agar Allah selalu memantapkan hatinya untuk terus yakin kepada Farzan, bahwa memang dialah sosok pendamping hidup yang ia impikan.
"Dek, keluarga Farzan udah datang." Azmi berucap sambil mengetuk pintu kamar Naifa.
Pintu kamar terbuka perlahan dan menampilkan sosok Naifa yang kini sangat anggun dengan gamis renda berwarna pink dengan hijab senada.
"Adik Mas cantik banget malam ini." Azmi memuji sang adik. Pandangan tak lepas dari sosok Naifa yang berada di hadapannya. "Pantesan Farzan ngebet banget ingin nikahin kamu." Azmi terkekeh dengan perkataannya sendiri.
"Apa sih, Mas. Biasa saja gini kok," elak Naifa sambil menahan malu.
Azmi tersenyum. Ia menuntun sang adik untuk turun ke lantai bawah, tepatnya ruang tamu, yang sudah berkumpul di sana Umi dan Abi serta kedua orang tua Farzan dan Adiknya.
Raut wajah Naifa menyiratkan kebingungan karena di sana ia tidak melihat kehadiran Farzan. Ke mana Farzan berada saat ini.
Senyuman selalu merekah di wajahnya kala berpapasan dengan orang tua Farzan. Ia menyalami punggung tangan keduanya dengan sopan. Ia pun bertatap muka dengan sang adik, Zerlinda, yang sebentar lagi akan menjadi adik iparnya.
Zerlinda memeluk erat tubuh Naifa seraya berkata. "Aku senang banget, Kak Nai jadi kakak ipar ku."
"Terima kasih ya," sahut Naifa sambil membalas pelukan hangat dari Zerlinda. Ia tersenyum ramah.
"Maaf ya, Farzan sepertinya datang terlambat ke sini. Tadi sekitar jam enam ngabarin lagi ada pasien kritis yang harus segera ditangani. Mungkin sebentar lagi sampai sini, dia lagi di jalan." Ibu Farzan, Arista, memberitahu keadaan anaknya.
Naifa tersenyum lega mendengarnya. Ia takut terjadi sesuatu kepada Farzan, karena sosok yang ia tunggu belum juga menandakan kehadirannya. Perlahan hatinya mulai terkikis atas rasa khawatirnya terhadap Farzan.
***
To be continued
Salam,
Triays 🌸
KAMU SEDANG MEMBACA
Jalan Takdir Terindah
Romance"Aku punya masa lalu dan kamu pun punya masa lalu. Aku tidak mempermasalahkan masa lalu kamu, karena yang terpenting bagiku, kamu adalah masa depanku yang harus selalu aku jaga dan aku bimbing hingga ke Jannah-Nya." - Muhammad Farzan Alhusayn - "All...