Azmi sudah mengabari Farzan untuk datang ke rumahnya. Ia harus membantu menyelesaikan permasalahan sang adik dengan Farzan, agar semuanya cepat terselesaikan karena mengingat beberapa hari lagi pernikahan akan terlaksana.
"Ya udah, Mas tunggu di dalam rumah ya. Kamu bicarakan semuanya ke Farzan tentang pernikahan kalian." Azmi meminta sang adik keluar menemui Farzan yang sudah menunggu di depan teras.
Naifa hanya mengangguk. Ia berjalan keluar menuju teras meninggalkan Azmi yang masih berdiri di balik pintu masuk rumahnya. Azmi beranjak dan duduk di sofa ruang tamu.
"Mas Farzan."
Panggilan Naifa membuat Farzan tersentak dari lamunannya.
"Kok ngelamun, Mas?" Naifa ikut duduk di sebuah bangku yang di tengahnya ada meja yang menjadi pembatas antara ia dan Farzan.
"Eh, nggak kok, Nai." Farzan menampilkan senyumnya.
Naifa juga ikut tersenyum tipis. "Mas Farzan, aku minta maaf ya."
"Kamu minta maaf untuk apa, Nai? Nggak ada yang perlu dimaafkan. Aku mencoba untuk menerima dengan ikhlas kalau itu udah menjadi keputusan kamu untuk membatalkan pernikahan kita."
Naifa menggeleng dalam diam. "Aku terpaksa melakukan itu. Maafkan aku, Mas."
Farzan menoleh ke samping, menatap Naifa yang sedang menunduk. "Terpaksa? Maksud kamu, Nai?" Farzan sedikit tidak mengerti dengan perkataan Naifa.
"Aku hanya ingin menikah dengan kamu, Mas." Naifa mengangkat wajahnya dan bertemu tatap dengan Farzan. Berharap Farzan bisa mengerti maksudnya.
Lelaki itu diam sebentar untuk memahami perkataan Naifa barusan. "Kemarin kamu bilang ke aku, kalau kamu masih cinta sama Randi dan ingin menikah dengannya. Aku bingung, Nai."
"Aku minta maaf untuk itu. Aku terpaksa mengatakan itu kepada Mas Farzan, karena aku diancam oleh Mas Randi. Tapi sungguh, Mas, aku udah nggak cinta sama Mas Randi dan aku hanya ingin menikah dengan kamu."
Mendengar itu dari bibir Naifa ada perasaan lega menyelimuti hati Farzan, namun masih ada sedikit yang mengganjal hatinya. "Kamu diancam apa sama Randi, Nai?" Ada sebuah kekhawatiran kala Naifa mengatakan bahwa perempuan itu diancam.
"Aku harus membatalkan pernikahan kita, kalau aku ingkar, Mas Randi akan…" Naifa tak kuasa melanjutkan ucapannya. Di pelupuk matanya sudah menumpuk air mata yang siap untuk ditumpahkan.
"Randi akan apa, Nai?" Farzan semakin penasaran dengan kelanjutan ucapan Naifa.
"Aku takut, Mas." Naifa kembali menunduk.
"Nggak perlu takut, Naifa. Katakan kamu diancam apa sama Randi?" Ucapan Farzan terdengar lembut.
"Kalau aku tidak membatalkan pernikahan kita, Mas Randi mengancam akan mencelakai Mas Farzan."
Farzan hanya diam. Ia menghela napasnya. "Aku akan baik-baik saja, Nai. Nggak perlu takut dengan ancaman Randi." Farzan tersenyum menenangkan Naifa.
"Mas Randi itu orangnya nekat, dia bisa saja melakukan apapun diluar batas. Aku takut jika dia benar-benar melakukan ancamannya itu. Aku nggak mau kamu celaka karena dia."
"Kamu percaya aku?"
Naifa menatap Farzan. Ada sebuah kekhawatiran yang sangat mendalam dengan lelaki di hadapannya itu. "Aku percaya kamu, Mas. Tapi, aku takut. Aku nggak mau kamu sampai celaka."
"Kita punya Allah. Allah pasti akan melindungi aku dan kamu. Kita harus yakin itu, Nai. Kamu tenang ya, semuanya akan baik-baik saja."
Naifa mengusap air matanya seraya menganggukkan kepalanya. "Untuk pernikahan kita apa Mas masih mau melanjutkannya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Jalan Takdir Terindah
عاطفية"Aku punya masa lalu dan kamu pun punya masa lalu. Aku tidak mempermasalahkan masa lalu kamu, karena yang terpenting bagiku, kamu adalah masa depanku yang harus selalu aku jaga dan aku bimbing hingga ke Jannah-Nya." - Muhammad Farzan Alhusayn - "All...