Chapter 11 - Sakit

136 16 4
                                    

Farzan membaca hasil laporan pemeriksaan pasiennya dengan tidak fokus. Pikirannya selalu tertuju kepada Naifa dan Adnan, ia memikirkan apakah Naifa besok akan menerima ajakan Adnan atau tidak, meskipun ia tidak tahu Adnan akan mengajak Naifa ke mana.

Laporan pemeriksaan ia tinggalkan di atas meja. Mengusap wajah dengan kasar dan melangkah keluar dari ruangannya dengan niat untuk pergi ke kantin rumah sakit. Mungkin dengan begitu, hati dan pikirannya bisa lebih tenang dan kembali fokus untuk bekerja.

"Permisi Dokter Farzan."

Di saat Farzan sedang membuka pintu, seorang dokter perempuan sudah berada di depan pintu ruangannya. "Iya ada apa, Dokter Alisha?"

Alisha memainkan jari-jemarinya, ragu untuk mengatakan apa yang ingin ia sampaikan kepada Farzan. "Kita bisa bicara sebentar? Ada yang ingin aku bicarakan sama kamu." Alisha berucap setelah hampir satu menit berdiam.

"Mau bicara tentang apa?" Tanya Farzan. Tak biasanya Alisha berbicara serius seperti ini dengannya.

"Kita bicaranya jangan di sini ya, Zan? Bagaimana kalau di kantin saja?"

"Boleh."

"Tapi aku ganggu kamu, nggak? Apa kamu lagi ada pasien?"

"Nggak ada. Kebetulan saya juga lagi ingin ke kantin."

Alisha dan Farzan berjalan ke kantin dan mencari kursi yang kosong. Mereka memilih duduk di tempat yang agak ramai, agar tidak menimbulkan fitnah.

"Ada apa, Lis? Ada hal penting yang ingin kamu sampaikan kepada saya?" Tanya Farzan membuka percakapan.

"Aku boleh minta bantuan kamu, Zan?"

Alis Farzan terangkat satu. "Minta bantuan apa? Selama saya bisa membantu kamu, pasti akan saya bantu kok."

Sebelum menjelaskan maksudnya, Alisha mengembuskan napas beratnya. "Hem, begini, Zan, aku di paksa menikah oleh orang tuaku dengan pria yang tidak aku cintai."

"Kamu sudah menolaknya?"

"Sudah. Tapi orang tuaku tetap memaksaku untuk menikah dengan pria itu. Tolong bantu aku, Zan." Sorot mata Alisha terlihat memohon.

"Saya harus bantu kamu apa, Lis?"

"Tolong bantu aku untuk berpura-pura menjadi calon suamiku di depan orang tuaku, Zan."

Farzan tersentak mendengar permintaan Alisha. "Mengapa harus saya, Lis?" Tanyanya meminta penjelasan.

"Karena kamu pria yang kucinta, Zan." Hati Alisha berbicara tanpa bisa ia ungkapkan yang sebenarnya kepada pria di hadapannya ini. "Karena aku bingung harus meminta tolong kepada siapa lagi. Kamu mau, kan, Zan?" Demikian alasan yang diberikan oleh Alisha.

"Begini, Lis, saya turut prihatin dengan apa yang kamu alami saat ini. Tapi, maaf, saya nggak bisa bantu kamu." Farzan berujar dengan lembut agar tidak menyinggung perasaan Alisha.

Mata Alisha menyiratkan adanya kesedihan di sana. "Kenapa nggak bisa, Zan?" Alisha meminta penjelasan.

"Karena saya tidak ingin adanya kesalahpahaman antara saya dan calon istri saya nantinya."

"Ka-kamu mau menikah, Zan?" Alisha berucap terbata-bata sambil menatap lekat manik mata Farzan. Ia sungguh kaget mendengar kabar tersebut.

"Insya Allah. Saya sedang berjuang meyakinkan perempuan pilihan saya untuk menerima ajakan saya untuk menikah. Kalau perempuan pilihan saya setuju, dalam waktu dekat saya akan menikah dengannya."

Bagai di sambar petir hatinya mendengar pria yang ia cintai ternyata memperjuangan perempuan lain. Rasanya Alisha ingin menangis saat ini juga, namun ia tidak mungkin menangis di depan Farzan.

Jalan Takdir TerindahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang