Chapter 20 - Kembali Lagi

109 16 0
                                    

Pukul tiga pagi Naifa terbangun dari tidurnya untuk melaksanakan shalat tahajud yang akhir-akhir ini selalu Naifa lakukan.

Dalam keheningan malam, di akhir sujud shalat malamnya, Naifa berdoa seraya meminta kebaikan untuk dirinya maupun Farzan. Semoga apa yang sudah manjadi pilihannya adalah langkah awal yang baik untuk menggapai surga bersama.

Usai itu, ia mengambil sebuah Al Quran, membacanya dengan tenang. Alangkah lebih indahnya jika ada yang mengoreksi bacaannya saat bacaannya ada yang kurang tepat. Tidak akan lama lagi. Semoga Farzan benar-benar bisa membimbingnya untuk lebih dekat lagi kepada Sang Pencipta.

Suara adzan subuh sudah terdengar berkumandang dari masjid dekat rumahnya. Naifa kembali melakukan perihal kewajibannya sebagai muslimah, yaitu shalat subuh dengan khusyu.

Waktu sudah menunjukkan pukul delapan pagi. Kini ia sedang sarapan ditemani oleh Syafa dan berhubung hari ini ia ada kelas pagi, ia pun sudah bersiap pergi ke kampus dengan menggunakan taksi yang sebelumnya sudah ia pesan.

"Nanti siang jangan lupa ke butik dengan Zerlinda untuk memesan baju pernikahan." Syafa mengingatkan anak perempuannya itu.

"Siap, Umi. Nai nggak lupa kok," balas Naifa. Sesuai janji kemarin Naifa dengan ditemani Zerlinda akan mengunjungi butik untuk mempersiapkan baju pernikahan. "Ya udah, Nai berangkat ke kampus ya, Umi. Assalamualaikum." Naifa berpamitan sambil mencium punggung tangan Syafa.

"Wa'alaikumussalam, hati-hati, ya."

Sekitar 45 menit berlalu, akhirnya taksi pesanannya berhenti di area parkiran kampusnya. Dengan segera Naifa keluar dari mobil setelah memberikan uang kepada sopir taksi itu. Kemudian berjalan menuju kelasnya.

Naifa langsung menghampiri Salma dan Dhiandra yang sudah lebih dulu datang. Naifa langsung duduk di dekat keduanya. "Selamat pagi, Sal, Dhi." Senyuman manis menghiasi wajah cantiknya.

"Selamat pagi juga, Naifa." Keduanya heran, tak biasanya Naifa menyapanya seperti itu.

"Kamu baik-baik saja, kan, Nai?" Salma bertanya. Pasalnya Naifa selalu menampilkan senyum yang tak lepas dari wajahnya.

"Alhamdulillah, aku baik, Salma. Kenapa memangnya?"

"Aura kebahagiaan kamu terpancar. Kayaknya kamu lagi bahagia banget, ya? Cerita dong, apa yang menyebabkan kamu sebahagia ini?" Salma kembali bertanya.

"Biasa saja kok, Sal. Kan setiap hari aku selalu merasa bahagia." Naifa terkekeh kecil.

Salma maupun Dhiandra ikut terkekeh. "Tapi, yang ini beda, Nai?"

"Beda apanya?"

"Kamu tuh kayak habis dilamar laki-laki tahu, Nai." Dhiandra menyeletuk asal, namun itulah kenyataannya. Naifa terperanjat kaget. "Aku dulu juga gitu setelah dilamar Mas Haidar, rasanya sebahagia itu."

"Jadi ingin rasanya dilamar laki-laki," timpal Salma. Dhiandra dan Naifa hanya tertawa menanggapi. Salma, lucu sekali. "Sebentar deh, Nai." Salma menarik tangan kiri Naifa untuk ia lihat lebih dekat. "Sejak kapan kamu pakai cincin?"

Deg.

Naifa langsung menarik tangan kirinya dan menyembunyikan tangannya ke bawah. Untuk saat ini, Naifa benar-benar belum siap jika kedua sahabatnya tahu dan nantinya bertanya lebih jauh tentang hubungannya bersama Farzan.

"Nai? Bisa jelasin?" Salma menatap penuh curiga ke arah Naifa. Dhiandra pun sama seperti itu.

"Jangan-jangan kamu," Salma menggantungkan perkataannya.

"Apa?"

"Ayo, cerita. Apa kamu kemarin lamaran, ya?"

"Memangnya salah ya jika aku lagi ingin pakai cincin?" Naifa mengelak. Ada alasan di balik itu semua, mengapa ia belum mau jujur kepada kedua sahabatnya mengenai lamarannya kemarin.

"Ya, enggak salah sih. Tumben saja, karena setahuku kamu paling tidak suka jika pakai perhiasan."

Salma benar. Ia paling tidak suka jika memakai perhiasan jika ke kampus atau ke tempat yang lainnya. Tapi, Salma sudah terlanjur bertanya dan menatapnya seperti itu, mau bagaimana lagi.

Biarlah Naifa menutupi ini semua dulu sampai undangan pernikahan akan di berikan kepada keduanya. Supaya ia bisa lebih mudah dalam menjelaskan kepada mereka.

Naifa tak memperpanjang masalah cincin. Naifa juga tidak berniat menjelaskan. Jadinya Naifa hanya diam. Sampai dosennya datang ke dalam kelasnya, untuk menyampaikan materi perkuliahan maupun memberikan tugas.

Adzan dzuhur sudah berkumandang dari masjid kampus. Perkuliahan hari ini telah selesai, Naifa dan kedua sahabatnya berjalan menuju masjid kampus untuk melaksanakan kewajiban lebih dulu.

"Sebelum pulang kita jalan-jalan dulu, yuk?" Ajak Salma.

"Ide bagus, udah lama ya kita nggak jalan-jalan bertiga." Dhiandra menyetujui ajakan Salma.

Sedangkan Naifa hanya diam, bingung harus menjawab apa. Mengingat nanti ia dan Zerlinda akan pergi bersama ke sebuah butik.

"Kamu bisa, kan, Nai?" Salma bertanya dengan penuh harap.

"Aku nggak bisa, Sal. Maaf, ya." Naifa menunduk.

"Kenapa, Naifa?"

"Aku udah ada janji dengan adiknya dari temannya Mas Azmi." Naifa tidak berbohong. Memang benar, Zerlinda adalah adik dari Farzan, teman dari kakaknya.

"Ke mana?"

Naifa hanya mengangkat bahunya, meskipun ia tahu akan ke mana nantinya bersama Zerlinda. "Lain waktu, ya. Pasti kita akan jalan-jalan bertiga lagi."

Walaupun hanya jalan-jalan ke mall, mereka meluangkan waktunya sehari untuk sekedar menyegarkan otak dari kepenatan kuliahnya.

"Ya udah deh." Ucap kedua sahabatnya pasrah.

Naifa bersyukur karena Salma maupun Dhiandra tidak mempertanyakan lebih jauh tentang ucapannya itu.

***

Naifa dan Zerlinda sudah sampai di butik tujuan.

"Kita tunggu Bang Farzan dulu ya, Kak." Zerlinda memberitahu sebelum mereka masuk ke dalam butik tersebut.

"Abang kamu nanti ke sini? Aku kira hanya kita berdua." Sahut Naifa sedikit kaget.

"Ikutlah, Kak. Masa nanti Kak Nai udah cantik pakai gaun pernikahan tapi Bang Farzan sebagai mempelai lelakinya pakai sarung?"

Naifa terkekeh. "Bukan begitu maksudku."

Zerlinda tertawa kecil. "Bang Farzan sebentar lagi sampai kok, Kak, dia lagi di jalan. Tadi ada urusan sebentar di rumah sakit."

Naifa hanya menyahuti dengan anggukan. "Kita masuk dulu, yuk?" Naifa mengajak Zerlinda untuk masuk lebih dulu sembari menunggu Farzan datang.

Pelayan butik menyambut Naifa dan Zerlinda dengan ramah saat masuk ke dalam butik tersebut. "Ada yang bisa saya bantu, Kak?"

"Saya mau pesan baju pernikahan, tapi bisa tidak jadinya sebelum tanggal 18?" Naifa bertanya dengan memastikan lebih dulu.

"Bisa kok, Kak. Di butik kami, baju pernikahan bisa jadi paling cepat tiga hari atau tujuh hari." Pelayan butik itu menjawab dengan ramah. "Mau model yang seperti apa?"

"Model baju pernikahan muslim untuk akad dan resepsi." Naifa memberitahukan keinginannya.

"Baik, Kak. Di sini ada berbagai model yang Kakak inginkan dan Kakak bisa lihat dulu modelnya di katalog." Pelayan butik itu menyerahkan buku yang berisi beragam model baju pernikahan muslim.

Naifa menerimanya. "Terima kasih, Kak. Saya lihat dulu ya. Nanti kalau calon suami saya sudah datang ke sini akan saya panggil lagi Kakaknya."

"Calon suami?"

Naifa terperanjat kaget luar biasa saat melihat ke arah sumber suara. Lelaki itu kembali lagi. Naifa menatap dengan penuh kebencian.

***

To be continued

Salam,
Triays 🌸

Jalan Takdir TerindahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang