Chapter 23 - Terus Mengganggu

116 14 1
                                    

Adnan duduk tepat di depan Naifa dengan meja yang menjadi pembatas diantaranya. Naifa hanya diam, di situasi seperti ini membuatnya tak nyaman.

Salma dan Dhiandra yang mencairkan suasana untuk menjadi lawan bicaranya Adnan.

"Naifa, kok diam saja?"

Naifa yang sedang memainkan sedotan di minuman dengan tangannya, seketika melirik ke arah Adnan sebentar.

"Nggak apa-apa kok, Kak." Naifa memaksakan senyumnya. Perempuan itu mengeluarkan sesuatu di dalam tasnya. "Ini undangan pernikahan aku, Kak." Ucapnya sambil memberikan undangan pernikahan nya kepada Adnan.

"Jum'at depan, ya?" Adnan memperhatikan undangan pernikahan perempuan yang dicintainya itu. "Insya Allah aku akan datang nanti, Naifa."

Naifa hanya menyahuti dengan anggukan kepala.

Sekitar hampir 30 menit berlalu, akhirnya mereka berempat mengakhiri pertemuannya dan pulang ke rumah masing-masing.

Dhiandra dan Salma sudah lebih dulu pulang lantaran taksi online datang lebih cepat. Kini hanya Naifa dan Adnan yang berdiri di depan cafe.

"Kamu beneran nggak mau aku antar pulang saja, Nai?"

Sudah berulang kali Adnan menawarkan tumpangan untuk Naifa. Namun jawaban penolakan yang selalu Adnan terima.

"Terima kasih, Kak, aku udah pesan taksi. Kakak pulang duluan saja, biar aku di sini sendiri, lagipula taksinya sebentar lagi datang." Naifa sengaja mengucapkan itu agar Adnan pergi dari hadapannya. Agak risih lama-lama berdekatan dengan Adnan saat ini.

Adnan yang sepertinya peka melihat ketidaknyamanan Naifa, langsung berpamitan dan meninggalkan Naifa di sana.

"Tadi siapa, Nai?"

Naifa tersentak mendengar suara yang tiba-tiba mendekat. Baru saja ia bisa bernapas lega, kini di hadapkan dengan sosok Randi, lelaki yang amat ia benci.

"Kamu ngikutin aku?" Tatapan tajam Naifa berikan ke arah Randi.

"Iya, sengaja aku ngikutin kamu." Randi berucap dengan santai.

"Mau apa lagi sih? Cukup, jangan ganggu aku!" Naifa sudah sangat lelah dengan sikap Randi yang terus-menerus mengganggunya.

"Nggak, Nai, aku nggak akan berhenti mengganggu kamu sebelum kamu mau memberikan kesempatan kepadaku untuk memperbaiki hubungan kita." Randi menggenggam kedua tangan Naifa dan menatap sangat dalam mata indah perempuan cantik itu. "Tolong kasih aku kesempatan, Naifa."

Naifa memaksa Randi untuk melepaskan genggaman tangannya. Menatapnya sinis. "Kesempatan? Terlambat! Aku mau kasih kamu kesempatan bagaimana? Sebentar lagi aku akan menikah."

"Kamu bisa batalin pernikahan kamu itu, Nai. Menikahlah denganku. Aku janji, aku akan berubah demi kamu."

Naifa melebarkan matanya mendengar itu dari Randi. "Nggak waras!" Tanpa mau berlama lagi, Naifa langsung berjalan meninggalkan Randi.

Baru beberapa langkah, Randi kembali mencekal tangan Naifa. Kembali pula Naifa memberontak kepada Randi agar melepaskan tangannya.

"Kamu banyak berubah, Nai."

"Memang. Aku bukan aku yang dulu, Mas. Ini aku yang sekarang, yang tidak mudah luluh dengan segala omong kosong mu!"

Bertepatan dengan itu, akhirnya taksi pesanannya datang. Naifa benar-benar bersyukur karena taksinya datang di waktu yang tepat. Naifa segera masuk ke dalam mobil dan menghiraukan panggilan Randi yang terus menyebut namanya.

Mobil berjalan, ia melihat ke arah belakang, mobil Randi sedang mengikuti taksinya. Naifa buru-buru menelepon kakaknya. Ia benar-benar takut dengan Randi yang mengikutinya.

Jalan Takdir TerindahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang