Chapter 28 - Menjelang Pernikahan

107 17 1
                                    

Ini adalah hari Jumat yang sangat ditunggu oleh Farzan, karena hari ini akan menjadi hari yang paling bersejarah dalam hidupnya. Mempersunting Naifa adalah sebuah kebahagiaan untuknya. Semoga di momen terpentingnya ini mendapatkan keberkahan dan keridhaan dari Allah.

Segala persiapan memang sudah rampung dari seminggu yang lalu. Rumah orang tua Naifa juga sudah di dekorasi satu hari menjelang pernikahan dengan sangat indah.

Nanti akad nikah akan berlangsung di masjid yang tak jauh dari rumah orang tuanya. Saat ini wajah Naifa sedang dipoles oleh beberapa makeup oleh perias yang sangat handal di bidangnya itu.

Tak bisa ditutupi, senyum selalu ditampilkan di wajah cantik Naifa. Itu menunjukkan jika hari ini ia sangat bahagia, karena sebentar lagi ia akan menikah dengan Farzan.

Lelaki yang dulu sempat ia tolak, bahkan tak terbayang di benaknya jika Farzan lah yang kelak akan menjadi suami dan teman hidup baginya.

Kadang ia masih tidak percaya dengan skenario Allah yang sangat begitu indah di dalam hidupnya kini. Setelah ia memilih untuk merengkuh cintanya Allah atas rasa sakit yang telah diberikan Randi, banyak hal baik yang berdatangan. Salah satunya, Farzan.

Farzan adalah sosok lelaki yang paling ingin ia hindari sebelumnya, namun jalan takdir yang membawa ia semakin mendekat ke arah lelaki itu. Ini adalah sebuah anugerah yang ia dapatkan atas Maha Baiknya Allah kepadanya.

Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?

"Anak Umi memang cantik, sampai pangling Umi melihat kamu, Nai." Syafa menghampiri anaknya yang sudah selesai dirias.

Meskipun riasan di wajahnya sangat tipis dan sederhana, hal itu semakin membuat Naifa sangat cantik. Ditambah gaun akad yang sudah melekat di tubuhnya semakin menunjang penampilannya yang anggun.

"Nai kan anak Umi, cantiknya berasal dari Umi Nai yang sangat cantik ini dong." Naifa berucap sambil mengusap tangan Uminya yang berada di atas bahunya. Ia tersenyum, terlihat dari cermin meja riasnya.

"Keluarga besarnya Farzan udah datang. Akad nikah sebentar lagi di mulai. Kamu bahagia, Nai?" Syafa sudah beralih duduk di samping anak perempuannya.

"Ya, Umi, Nai bahagia. Apa Umi juga bahagia dengan pernikahanku?"

Syafa tersenyum. "Umi dan Abi sangat bahagia. Kami bahagia karena kami melepaskan anak perempuan kami dengan lelaki seperti Farzan. Umi yakin Farzan bisa membimbing kamu, Nai."

"Di dalam pernikahan nanti pasti saja ada pertengkaran, tidak seindah apa yang kamu bayangkan. Pesan Umi, apapun masalahnya nanti jika itu bisa dilewati bersama, harus selalu kamu pertahankan ya. Dan satu lagi, jadilah istri yang shalihah untuk suamimu, karena semua apapun yang kamu lakukan baik dan buruknya akan beralih kepada Farzan dan dialah yang menanggung itu semua. Tanggungjawab Abi sudah berpindah kepada Farzan."

"Jangan membuat suamimu berdosa atas perlakuan kamu ya, Nai. Karena ridha suami adalah ridha Allah juga."

Nasihat pernikahan yang Uminya ucapkan akan selalu ia ingat dan ia jalankan. Ia pun berdoa untuk dirinya sendiri, berhadap ia mampu menjadi seorang istri yang baik untuk Farzan.

Mengenai Randi, Naifa rasa Randi tidak tahu jika hari ini ia melangsungkan pernikahan. Semoga Randi tidak membuat kekacauan dengan pernikahannya.

"Umi turun dulu ke bawah ya." Syafa bangun dari duduknya.

"Iya, Umi. Naifa sayang Umi dan Abi." Naifa meraih tangan kanan sang Umi dan mengecup punggung tangannya dengan sangat khidmat.

"Umi dan Abi pun sangat menyayangimu, Nai." Syafa tersenyum. Lalu ia melangkah keluar dari kamar anaknya itu.

Tak lama Salma dan Dhiandra datang dan masuk ke dalam kamarnya.

"Masya Allah. Calon pengantin cantik banget sih." Dhiandra tersenyum melihat pantulan di cermin wajah Naifa yang merona.

"Doain pernikahan aku ya. Aku takut Mas Randi mengacaukan semuanya. Aku berharap semuanya berjalan lancar."

"Aamiin! Tanpa kamu pinta, doa kami selalu ada untuk kamu, Nai." Salma dan Dhiandra memeluk erat sahabatnya yang sebentar lagi akan berubah status menjadi seorang istri.

"Soal Randi kamu tenang saja, Nai. Mas Azmi dan Dokter Farzan sudah ngirim orang lagi untuk berjaga di depan pintu masuk komplek untuk membantu satpam di sana supaya Randi tidak bisa masuk." Salma memberitahu, Naifa sedikit tenang hatinya.

"Aku kok degdegan ya, Dhi. Apa setiap pengantin merasakan hal ini menjelang pernikahannya?"

Dhiandra tersenyum. "Aku rasa, iya. Karena hari pernikahan adalah hari paling bersejarah dalam hidup setiap mempelai. Apa yang kamu rasakan itu wajar kok, Nai."

"Nai, apa kamu ingat kejadian di rumah sakit saat kita ingin menjenguk Dhiandra di sana?" Salma bertanya sambil menahan senyumnya.

Naifa mengangguk. "Iya, aku ingat."

"Apa kamu ingat julukan yang kamu berikan untuk calon suamimu itu?"

Naifa mencoba mengingatnya. Setelah berhasil mengingatnya Naifa jadi malu sendiri. "Tukang penceramah." Naifa terkekeh. "Waktu itu aku masih benci banget sama dia gara-gara pertemuan pertamaku dengannya yang membuat aku kesal, Sal."

Salma mengangguk sambil terkekeh kecil, ia tahu cerita itu. "Tapi, rasa benci itu seakan menghilang dan berganti menjadi rasa cinta."

Naifa tersenyum. "Rasa cinta? Aku bingung, apa aku mencintai Mas Farzan? Tapi yang jelas aku sayang sama dia."

"Nggak apa kok, Nai, mungkin sekarang Allah belum hadirkan rasa cinta itu. Tapi dengan seiring berjalannya waktu, Dzat yang Maha Pemberi Cinta akan menumbuhkan rasa cinta di hati kamu untuk suamimu, Nai." Dhiandra berkata sambil memeluk dari samping tubuh Naifa.

"Aku sayang banget sama kalian berdua. Terima kasih selalu ada untuk aku ya." Naifa meminta Salma sedikit lebih mendekat dan ia memeluk kedua sahabatnya itu dengan erat.

Hingga suara ketukan pintu terdengar menginterupsi ketiganya.

"Dek, turun yuk. Akad nikahnya mau mulai." Azmi meminta Naifa untuk turun ke bawah dan menuju masjid.

"Iya, Mas Azmi duluan saja. Nanti aku ke sana sama Salma dan Dhiandra."

"Tenang, Mas. Aman kok Naifa sama kami." Salma menimpali sambil terkekeh.

Azmi mengangguk. "Ya udah, Mas ke masjid duluan ya. Kamu jangan lama, nanti kalau lama, Mas suruh Farzan untuk ke sini jemput kamu." Naifa langsung menggeleng setelah mendengar itu, Azmi hanya tertawa melihat reaksi adiknya.

Kemudian Azmi turun lebih dulu dan disusul oleh mereka bertiga. Salma dan Dhiandra juga sangat anggun dengan gaun yang telah diberikan oleh Naifa sebelumnya. Gaun yang khusus ia berikan untuk kedua sahabat baiknya.

***

To be continued

Salam,
Triays 🌸

Jalan Takdir TerindahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang