Usai menunaikan kewajibannya sebagai seorang muslimah yaitu shalat isya, Naifa bergegas turun ke lantai bawah, tepatnya ke ruang keluarga. Naifa sudah memantapkan hatinya. Setelah banyak mengobrol dengan Alisha, pikiran dan hati Naifa lebih terbuka.
"Mas, Umi dan Abi ada di mana?" Tanya Naifa sambil duduk di sofa. Sedangkan kakaknya itu sedang duduk santai sambil menonton televisi di lantai yang beralaskan karpet bulu.
Azmi menoleh sekilas ke arah Naifa, kemudian lanjut menonton televisi yang sedang menayangkan acara berita seraya berkata. "Abi masih di masjid, kalau Umi ada di kamar."
Ada yang mengganjal di hatinya, namun Naifa bingung harus memulainya dari mana untuk mengatakan kepada Azmi.
"Kenapa, Dek?" Pandangan Azmi masih fokus ke arah televisi ketika Naifa memanggil namanya.
Naifa mengigit bibir bawahnya seraya berdoa untuk kebaikan dirinya sendiri. Apa yang akan ia katakan kepada sang kakak semoga adalah pilihan terbaik untuknya.
"Aku mau membatalkan proses ta'aruf ku dengan Mas Farzan."
Azmi bukan main kagetnya. Ia langsung mematikan televisi lalu menghampiri sang adik dan duduk di sebelahnya dengan tatapan bingung dan serius.
"Ada apa, Dek? Kok tiba-tiba kamu berniat membatalkannya? Farzan ada salah sama kamu?" Azmi bertanya beruntun. Naifa menggelengkan kepala. "Lantas, kenapa?"
"Aku berharap ini pilihan terbaik dari Allah untukku, Mas."
Azmi semakin tidak mengerti dengan sang adik. "Dek, jujur sama Mas. Kenapa kamu membatalkannya?" Naifa tersenyum penuh arti, justru Azmi yang melihat senyum itu semakin bingung dibuatnya.
"Jangan bilang kamu mau balikan dengan Randi dan menikah dengan dia? Kalau itu Mas nggak setuju, ya."
Alis Naifa terangkat satu dan terkekeh kemudian. "Bukan itu."
"Kalau bukan itu lantas apa? Kasih Mas penjelasan agar nanti Mas bisa menyampaikan ke Farzan dengan jelas dan agar dia juga tidak terlalu berharap sama kamu." Azmi berucap tegas.
Dengan hati yang sudah begitu yakin Naifa berucap. "Aku mau Mas Farzan langsung melamar ku saja, Mas."
Azmi terlonjak kaget sampai ia pun bingung harus merespon apa. "Ini beneran?" Naifa menjawab dengan anggukan. "Beneran udah yakin sama Farzan?" Azmi kembali memastikan.
"Aku yakin, Mas. Umi dan Abi juga udah setuju kalau aku menikah dengan Mas Farzan, bahkan Mas Azmi setuju kan kalau aku menikah dengan Mas Farzan. Jadi buat apa untuk diragukan lagi?"
Bungkam. Azmi benar-benar bingung harus membalas apa. Pasalnya, kemarin Naifa sangat keukeh dengan pendiriannya untuk melakukan ta'aruf lebih dulu dengan Farzan.
"Mas Azmi nanti konfirmasi saja ke Mas Farzan, kapan dia mau datang ke rumah untuk melamar ku."
"Kenapa nggak kamu sendiri yang bilang ke Farzan?"
"Kok aku sih? Aku nggak mau."
Azmi mengeluarkan ponselnya dari saku celana dan mulai mencari nama kontak Farzan lalu dengan isengnya saat panggilan sudah menandakan berdering, ponselnya itu ia berikan kepada Naifa dan ia langsung berlari keluar meninggalkan Naifa seorang diri di ruang keluarga.
"MAS!"
Baru saja ingin ia matikan panggilan teleponnya. Namun sedetik kemudian panggilan itu sudah di jawab oleh pemilik nomor telepon yang di tuju.
Mau tak mau Naifa harus mengatakannya langsung kepada Farzan. Baru kali ini ia merasakan gugup saat akan berbicara dengan Farzan. Ponsel itu pun ia dekatkan ke telinga kanannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jalan Takdir Terindah
Romance"Aku punya masa lalu dan kamu pun punya masa lalu. Aku tidak mempermasalahkan masa lalu kamu, karena yang terpenting bagiku, kamu adalah masa depanku yang harus selalu aku jaga dan aku bimbing hingga ke Jannah-Nya." - Muhammad Farzan Alhusayn - "All...