#23

1K 173 29
                                    

Notes: If you're enjoying a story part let me know by voting for it.



Thank you.



Thank you

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Joanne..."


"Joanne, bangun..."


"Hey, Joanne!"


Tubuh yang kurasakan tak bertenaga saat aku menyadarkan diriku, kini harus terbangun oleh tepukan pelan di tanganku disertai suara seseorang yang memanggil-manggil namaku. Mengerjapkan beberapa kali mataku, justru mataku malah mendapatkan cahaya yang menusuk mataku beserta rasa nyeri yang mengenai kulitku.


"Joanne, bangunlah." Lagi, untuk kesekian kalinya suara itu memanggil namaku.


Melihat dari balik celah mataku yang tengah beradaptasi dengan cahaya yang masuk ke dalam mataku, sosok yang sudah lama tak kutemui kini tengah berlutut di hadapanku. Bukan sambutan hangat melainkan raut wajah kekhawatiran terukir jelas di wajahnya.


"Vernon." Panggilku menyebut namanya.


Ia tersenyum miris dan aku tahu ada kesedihan yang terpancar di matanya, "Ayo, kita harus membuat tempat peristirahatan yang layak untuknya." Ajaknya yang membuatku tersadar.


Aku nyaris saja melupakan hal yang terjadi sebelum aku menutup mataku dan menenggelamkanku dalam ketidaksadaran sementaraku. Aku berharap kalau itu hanyalah bunga tidur yang tak pernah terjadi, tapi saat aku tertidur tak ada bunga tidur yang mewarnai kegelapan diantara ketidaksadaranku. Aku harus tertidur karena meratapi segalanya dan membiarkan tubuhku melemah karena enggan meninggalkannya.


Aku tak menangis sebelumnya.


Tapi, kepalaku yang menoleh ke sisi sebelah kiriku membuatku kembali menelan hal yang sangat kuharapkan bahwa itu hanyalah bunga tidur. Aku tertidur memeluk tubuhnya yang bersimbah darah, bahkan darahnya sudah mengering menyerap ke lantai kayu yang menjadi alas duduk kami. Sepertinya ini sudah 2 hari, aku lapar tapi tenggorokanku enggan untuk menelan darah.


"Will..." Tanganku mengeratkan lagi tubuhnya ke dalam dekapanku dan kembali menangisinya.


Dia selalu mengatakan kalau vampire yang menangis adalah vampire yang lemah. Kami bukanlah makhluk yang lemah, tapi aku tak bisa mengindahkan perkataannya kali ini. Ia yang mengatakannya kepadaku kini tak bernyawa. Takkan ada yang berubah, ia benar-benar tiada.


"Ayo, kau tak bisa membiarkannya terus seperti ini, kan?" Lagi, Vernon mengajakku untuk bergerak membuat tempat peristirahatan terakhir untuknya.


Vernon menarik tanganku dan ikut menumpu tubuhku yang sedikit tak seimbang. Mataku tak hentinya menatap William dengan wajahnya yang tertidur tenang. Tak ada kerutan di dahinya, hanya wajah yang tertidur damai.


Starry Night || Joshua & Won WooTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang