#16

798 184 54
                                    

Note: If you're enjoying a story part, let me know by voting for it.

Thank you



Thank you

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.










Joshua diam seribu bahasa.


Ia tak berbicara kepadaku sedikitpun. Wajahnya tak menunjukan raut kemarahan, hanya saja dia terlihat kebingungan disaat bersamaan. Mata yang bergetar tak dan menatap sekeliling tak tentu arah dapat mendeskripsikan perasaannya. Rasa gelisah seakan menyelimutinya, terbukti seperti saat ini aku tengah memasukan pakaian beserta barang-barangku yang ada di kamar Joshua. Jika ia tenang saja, mungkin ia akan memilih duduk di kursinya dan mengabaikanku. Tapi, ia memilih berdiri dan terlihat mondar-mandir tidak jelas mengelilingi kamarnya. Sesekali matanya melirikku dan mengawasi pergerakanku, namun ia tetap tak menegurku sedikitpun.


Helaan demi helaan nafas putus asa beberapa kali dapat kudengar darinya. Tak hanya helaan nafasnya, usapan demi usapan sesekali juga ia lakukan pada tengkuk dan kepalanya. Ia gelisah, tentu saja terlihat jelas jika ia bersikap demikian.


Jujur saja bagiku ini cukup berat, setelah kepergianku dari tempatnya memang sudah tak sepantasnya untuk kami bertemu kembali. Karena yang ia tahu mungkin kalau aku adalah istri atau milik William Jeon. Milik seseorang yang telah ia miliki juga tanpa ia sadari awalnya. Seperti perkataannya saat kami di rumah sakit, ia berpikir kalau ia telah mengambilku dari keluarga kecil William yang jelas-jelas membutuhkanku sebagai sosok seorang Ibu.


Tapi jika sudah ada perasaan di antara kami, semua tetap terasa berat jika harus berpisah dengan cara terpaksa. Kami mau tak mau harus melakukannya, meski tidak ingin tapi kami harus lakukan. Tak ada jalan lain, sejak awal bahkan aku yang sudah mengetahui takdir bahwa kami takkan memiliki hubungan yang bahagia berusaha mengelak dan menutupinya. Aku adalah pihak yang seharusnya disalahkan disini.


Dia sepertinya juga akan menyalahkanku. Karena aku telah membohonginya selama ini. Menutupi segalanya, berlagak seakan semua akan baik-baik saja di tengah kekhawatiran yang mengatakan takdir kalau semua takkan berjalan baik. Sejak awal memang diam-diam akulah yang menimbun rasa sakit yang akan kami rasakan nantinya. Dan benar saja, ini menyakitkan ketika terlalu banyak kebohongan di tengah hubungan kami yang perlahan mulai menunjukan kekacauan yang sesungguhnya.


Menyelesaikan barang-barangku yang telah masuk ke dalam tas beserta satu paper bag, kemudian aku segera memakai tasku dipunggungku dan menjinjing paper bag di tanganku. Menoleh ke arah Joshua nampak terlihat ia kini tengah melipat kedua tangannya di depan dadanya, dan ia mulai menumpu satu tangannya di tangan lainnya lalu menggigit kuku ibu jarinya sembari memandang keluar jendela tak tentu arah.


Kini aku harus mengatakan kalimat yang sesungguhnya enggan untuk kukatakan. Jika diberi pilihan, aku juga enggan untuk mengatakan kalimat ini. Mengatur nafasku sejenak, menahan air mataku dan akupun segera beralih memandang ke arah lain menghindari untuk melihat sosoknya.


Starry Night || Joshua & Won WooTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang