Ehe ini part singkat aja sangat singkat.
Mata merah itu terus saja menatapku tiada henti. Setiap inchi pergerakanku rasanya terasa tak dilewatkan sedikitpun oleh mata merahnya itu. Mata yang merah pekat layaknya darah, dimana aku bisa mengartikan mata yang menunjukan dia berada di dalam fase dunia barunya.
Entahlah apa yang ia pikirkan dikala menatapku sedari tadi itu. Dengan kerutan di dahinya aku masih tetap tak bisa mengartikan pandangannya itu. Walaupun ini rumahku rasanya bagaikan aku tamu disini, dan rasanya aku lebih canggung dibandingkan para tamu.
Aku tak berniat untuk mendekat pada ia yang memandangku lekat itu, jujur saja aku merasakan banyak keraguan dan—rasa takut? Entahlah.
"Jangan biarkan dia mendekatiku." Ucapku memperingati Vernon yang duduk tak jauh dariku yang kami sama-sama sedang duduk di meja makan.
"Eh? Yang benar saja? Apa kalian tak ingat dulu kalian seperti anak kecil yang sedang kasmaran saat bersama, huh?" Heran Vernon berujung sarkasme mengingat kenanganku dulu. Vernon memutar matanya, "Ayolah bahkan kau sempat berselingkuh dari William." Ucap Vernon asal dan tiba-tiba ia dihadiahi pukulan tepat di kepala belakangnya—bukan aku, tapi Marilyn.
"Jangan asal bicara kau sialan. Mom, tidak bisa disebut sebagai peselingkuh." Kesal Marilyn yang nampaknya semakin sedikit kelewatan karena sedikit menjambak rambut Vernon, dan aku ya tak ada niatan untuk menghentikannya.
Karena memang ya perkataan Vernon benar-benar asal.
Aku yang sempat terfokus dengan Vernon dan Marilyn tiba-tiba saja dibuat terkejut dengan pergerakan yang mengejutkan, hingga membuatku beringsut mundur. Ya, Vernon dan Marilyn untungnya instingnya bekerja sehingga mereka langsung menghalaunya.
Dia terlihat marah.
"Kalian gila. Dia tidak stabil." Geramku kesal karena masih tak terima melihat apa yang terjadi pada pria di hadapanku.
Joshua.
Dengan perubahannya yang baru.
Segala nafsu, baik lapar dan amarahnya belum bisa ia kontrol.
"Kalian mau membunuhku dengan membawa dia kesini?" Lagi aku mundur bahkan mulai merogoh pisau yang ada di belakangku untuk menjaga diri.
Pisau ini mungkin melukainya, tapi percayalah dia bisa pulih dengan cepat.
"Sudah kubilang, kan?" Vernon terlihat membisik pada Marilyn dengan tangan yang masih menahan tubuh Joshua di hadapannya. Vernon melirikku, "Menjauhlah, aku akan mengatasinya."
"Sorry, Mom. Maksudku bukan seperti itu..." Marilyn nampak menyesal tapi raut wajahnya tak bisa kulihat karena dia juga sedang menghalau Joshua.
"Ah, sial. Kenapa aku takut mati." Gumamku yang tiba-tiba saja malah merasakan sensasi ketakutan akan kematian.
Sudah jelas kemarin-kemarin aku ingin mati.
"Kenapa aku yang harus menjauh? Ini rumahku." Balasku lantang pada Vernon setelah sempat terpotong sejenak permintaan Vernon itu. Nafasku mulai terasa berat karena merasakan sesak di dadaku, "DIA BAHKAN TIDAK MENGINGATKU!" Teriakku kesal entah kenapa itu malah memancing Joshua semakin marah dan ia berhasil mendorong jatuh Vernon beserta Marilyn.
"JOSH!" Pekikku
Gila.
Bahkan tenaganya pun benar-benar diluar kontrol.
"MOM!"
"SIAL!"
siapa bilang aku selamat?
Tidak. Aku terpaku.
Entah bagaimana, pisau yang tadi menjadi tamengku direbut olehnya. Tanpa berteriak dengan rasa sakit yang mendera, aku merasakan sesuatu menusuk dadaku. Mata merah menyalang itu nampak menunjukan kemarahannya, dan ia masih tetap tak mengenaliku dari balik mata merahnya.
Ia tak berniat melepasnya, justru ia semakin menancamkan semakin dalam pisau yang ia rebut tadi ke dadaku semakin dalam. Dia menusuk tepat di sasaran pada dada kiriku. Semakin dalam, hingga aku terbatuk memuncratkan cairan merah pekat mengenai tangannya yang masih menancapkan pisaunya di dadaku.
Dia tidak menunjukan belas kasihan, aku dapat melihat sudut bibirnya tersenyum tajam menatapku dan sesekali melihat hasil karya tangannya.
"Apa sulitnya jika kau memang ingin mati sejak awal?"
Dia bersuara.
Itu suara Joshua.
"Kalau William tidak bisa membunuhmu—"
"Aku bisa, Joanne."
Aku salah menduga.
Dia benar-benar mengingatku. Tapi ini bukan dia yang kukenal. Apa dia benar-benar Joshua yang kukenal dulu? Atau dia memang tak ingat?
"Anne." Tiba-tiba dia menyebutkan nama yang selalu ia pakai saat memanggilku dan membuatku semakin yakin itu dirinya. Dia kembali tersenyum dan berbisik di telingaku, "Kalau aku sebut namamu seperti itu, aku yakin kamu mengerti kalau aku adalah orang yang sama seperti kau kenal dulu."
"Ayolah. Kau tak perlu mempersulit dirimu untuk mati, Anne."
Entah ya to be continued atau tamat ditunggu aja ya ehe
Thank you yang masih mau baca dan nungguin. see uuuuuuu
By Siechra (2024)
KAMU SEDANG MEMBACA
Starry Night || Joshua & Won Woo
Fanfiction[ON GOING] "Meski kita bersama di bawah langit malam yang sama, ada untaian kata yang tak dapat kukatakan kepadamu." "Kau sadar? Jatuh cinta kepada manusia itu sia-sia." [ Prequel of 'Chained'] Written by Siechra (May 12, 2020)