Arya Anggara

24.8K 2.4K 85
                                    

"Bapak mau ngelamar orang?" Tanya Sarah membuka perbincangan. Saat ini, keduanya tengah duduk di mobil usai membeli cincin yang Devan inginkan.

"Memangnya kalau bukan orang, saya mau ngelamar alien?"

Sarah hanya mengedikan bahunya sebagai respon. Dia tak tahu untuk siapa Devan membeli cincin tersebut. Dalam hati ingin bertanya, tapi malas juga mendengar respon yang tak sesuai nantinya.

"Khem!" Devan berdehem.

"Nah kan, saya bilang juga apa, jangan kebanyakan minum yang manis, sakit tenggorokan kan jadinya," ujar Sarah sok tahu.

"Emang kalau saya dehem tandanya sakit tenggorokan?"

"Abis terlalu aneh kalo bapak dehem cuma mau ngubah suasana biar gak canggung, kan biasanya bapak langsung nyerocos."

Devan menghela nafas. Jadi seperti itu image Devan dimata Sarah selama ini. Pantas saja Sarah tidak meliriknya sebagai seorang pria, ternyata karena itu.

"Menurut kamu cincin itu buat siapa?" tanya Devan. 

Sarah mengkerut. Haruskah ia ladeni pertanyaan unfaedah bosnya itu. Untuk apasih main tebak-tebakan saat laki-laki itu sendiri sudah tahu untuk siapa dia membelinya. Juga, kenapa harus tanya padanya. "Mana saya tahu, saya kan ikan."

"Nggak sopan, mau potong gaji?"

"Devina atau Evelyn, pasti salah satunya," jawab Sarah kemudian.

"Kok bisa kamu pikir begitu?" Tanya Devan. Tidak mungkin untuk Devina saat jelas-jelas Devan sudah menolak wanita tersebut. Lalu Evelyn? Itu mungkin saja, tapi bukankah baru kemarin Devan memberinya cincin sebagai hadiah ulang tahun? Mana mungkin Devan mau memberinya hadiah lagi. Lagipula hadiah cincin itu juga hanya sebuah keformalan.

"Buat siapa ya jales saya gak tahu lah, gak mungkin buat saya kan, apalagi bapak keliatan punya banyak dendam sama saya. Aaaahh pasti buat yang tadi kencan sama bapak kan," ujar Sarah menaik turunkan alisnya menggoda.

Devan menghentikan mobilnya, memalingkan wajahnya datar menatap Sarah. "Udah sana kamu turun, susah emang ngomong sama jomblo."

Sarah melirik Devan sinis, bisa bisanya jomblo teriak jomblo. Apa perlu Sarah ambilkan cermin agar Devan berkaca. Ah, lebih baik tidak usah, daripada gajinya dipotong karena mengejek balik bossnya itu.

Sarah kemudian turun dari mobil, ia baru sadar kalau telah sampai dirumahnya setelah ucapan Devan tadi. Setelahnya Devan pun menjalankan mobilnya meninggalkan Sarah.

-

Sebuah mobil BMW hitam melaju dengan kecepatan sedang membelah embun pagi. Jam masih menunjukan pukul setengah tujuh, terlalu dini untuk seorang karyawan memasuki kantor mereka. Kecuali, Sarah yang job desk-nya harus berangkat lebih awal sebelum boss.

Tidak seperti biasanya, disamping Sarah kini bukan Devan yang sedang duduk, melainkan Arya dengan wajah tampannya yang mengawali pagi Sarah hari ini.

Bukan karena kesengajaan mereka berangkat bersama. Melainkan karena Arya yang tidak sengaja melihat Sarah duduk di halte bus sendirian. Tujuan dengan tempat yang sama tidak akan merugikan Arya jika menumpangi sekretaris Devan itu, pikirnya.

"Sarah."

"Iya, pak?" Sejak tadi dalam keheningan, akhirnya Arya membuka suara terlebih dahulu.

"Nanti malam ada acara?"

Dalam hati Sarah kegirangan. "Nggak sih, kenapa?"

"Mau makan malam bareng?"

Sarah mengangguk. "Boleh."

"Nanti saya kabari lagi."

Dua puluh lima menit kemudian mereka akhirnya sampai di depan lobi. Arya keluar terlebih dahulu diikuti Sarah yang mengekor setelahnya. Setelah selesai menyerahkan kunci mobilnya pada petugas, Arya melangkahkan kakinya memasuki kantor.

"Pak Arya." Panggil Sarah

Arya yang sudah berada jauh didepan Sarah kemudian membalikan tubuhnya, menghadap wanita yang tengah melambaikan tangannya.

"Makasih tumpangannya." Ujar Sarah tersenyum. Bukan rahasia umum jika Sarah terlihat menyukai Arya. Entah benar perasaan suka atau hanya sebatas rasa kagum, tak ada yang tahu.

Arya hanya mengangguk, mengalihkan pandangannya sebentar menatap Devan yang kini berdiri didepan pintu lobi.

Usai kepergian Arya, Sarah tertawa girang dilihat dari pergerakan tubuhnya yang sangat antusias. Membuat Devan yang berangkat dengan keceriaan berubah mendung seketika  karena tingkah Sarah yang menurutnya lebay. Maklum lah. Devan kan tipe-tipe atasan yang sukar dengan kebahagiaan karyawan.

"Stress."  Ujar Devan saat melihat tingkah aneh Sarah. Laki-laki itu kemudian berjalan meninggalkan Sarah yang masih nampak terkejut. 

STRANGE BOSS Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang