Calon suami gue!

17.6K 1.8K 77
                                    

Hari ini Sarah sudah tak lagi bekerja dengan Arya. Ia kembali pada rutinitasnya sebagai sekretaris Devan. Dan selama bekerja dengan Arya pun tak banyak yang terjadi. Semuanya berjalan seperti biasa. Usaha pdkt nya pun mandek di tengah jalan. Apalagi status Arya yang nyatanya kakak laki-laki Devina.

Seharian ini, Sarah benar-benar dalam mood yang buruk. Kepalanya pusing memikirkan reuni yang akan diadakan teman SMA nya. Satu acara yang sejak dulu tak pernah ia sukai.

Bagaimana tidak? Reuni yang seharusnya menjadi ajang mengenang masa lalu saat SMA sekarang sudah beralih fungsi sebagai tempat ajang pamer seberapa banyak yang sudah diraih seseorang ralat teman temannya. Tak ada topik selain kalimat seperti 'Udah punya apa aja sekarang? Sekretaris boss masa begitu doang style-nya'

Belum lagi kalimat-kalimat setan lainnya 'Sudah menikah? Ga bosen ngejomblo mulu? Si A aja udah nikah, masa lo belum' Baru memikirkan ini saja sudah membuat Sarah merasa malas hadir disana.

Daripada memikirkan hal itu, ada yang jauh lebih penting dan urgen sekarang.

"Nunggu lift kok kayak nungguin cewek dandan ya," gumam Sarah hingga tak lama kemudian lift terbuka. Wanita itu langsung melesat memasuki benda tersebut.

Sarah berdiri sambil mengatur nafasnya agar tetap tenang. Mau bagaimanapun ia sudah terlambat saat ini dan Sarah yakin sekali Devan pasti sudah menunggunya di bawah sana sembari merutuki dirinya. Dan kalimat kalimat pedas milik bosnya itu pasti sedang melambai ingin diutarakan padanya.

"Mampus gue berkasnya ketinggalan!" Ujar Sarah panik.

-

Di lobby, suara hentakan high heels yang Sarah pakai menggema sangat jelas. Sontak, Devan yang sedang berdiri menghadap ke arah depan perlahan membalikan tubuhnya melihat Sarah. Tatapan datar sengaja ia berikan pada sekretaris nya tersebut.

"Maaf pak saya terlambat, ada berkas yang lupa saya bawa tadi." Ujar Sarah dengan satu tarikan nafas sembari menunduk.

Belum sempat Devan menyahuti ucapan Sekretarisnya itu Sarah kembali bersuara "Mari pak, kita sudah terlambat."

Seakan tanpa bersalah Sarah berjalan mendahului Devan.

"Sarah, masih ada yang kamu lupakan?"

Sarah yang baru saja akan memasuki mobil menghentikan gerakannya itu. Tangannya kemudian mengecek kembali berkas berkas yang ia bawa "Tidak ada, saya sudah membawa semua berkas dan juga kontraknya."

"Kamu lupa kalau kamu lah penyebab kita terlambat,"

Sarah berdehem "Maaf Pak."

"Dan kalau karena keterlambatan kamu membuat klien kita kesal sebagai gantinya kamu harus makan malam dengan saya," ujar Devan kemudian mendahului Sarah masuk kedalam mobil.

Sarah diam sebentar. "Memang cocok sebagai pengusaha yang selalu berpikir ke masa depan, tapi saya jamin gak akan terlambat," ujar Sarah kemudian masuk kedalam mobil.

Sarah kemudian cepat cepat memasang sabuk pengaman miliknya, menyalakan mesin mobil lalu melajukan kendaraannya dengan cepat.

Lagian kalo mau ngajak dinner mah bilang aja kali pak. Gak gentle sekali dirimu.

"Kamu ngumpat saya?"

Perasaan gue ngomong dalam hati kok pak Devan tahu ya, masa hati gue kekerasan sih ngomongnya?

"Sarah kamu beneran ngumpat saya?!"

Bukan ngumpat sih ini kan emang fakta

"Saya potong gaji kamu ya!"

Matanya sontak membulat, Sarah yang tersadar dari pikirannya sendiri kemudian cepat-cepat menatap Devan.

"Saya diem aja loh pak kok main potong aja sih kek anu."

"Anu apa?! Dari Tadi saya ngomong kamu cuma diem aja!"

Raut wajah sendu tiba-tiba Sarah tampilkan sembari menatap Devan. Wajahnya sengaja ia buat semelas mungkin demi ide brilian yang baru saja muncul di kepalanya itu.

"Bapak tau gak? Saya cerita ini cuma sama bapak loh jadi jangan bilang sama siapapun!"

Devan hanya diam tak menyahut.

"Seminggu ini saya sering banget marah-marah, kadang suka kesel, kalo, lagi marah ada orang lewat depan muka, baw-"

"Itu muka apa aspal orang bisa lewat?"

Bug!

Satu pukulan sontak Sarah berikan dibahu lebar milik Devan. Sang empu yang menjawab secara spontan pun ikut terkejut karena pukulan sekretaris nya itu.

"Salah saya apa?!"

"Itu mulut bisa gak sih gak sembrono kalo ngomong, ada orang curhat itu dengerin dulu sampe selesai baru komentar, terus kalo komentar juga yang ada akhlaknya dikit, dosa bener tuh punya mulut."

"Bukan salah saya, mulut saya memang suka jujur kalo ngomong, lagi pula orang yang lewat depan muka itu gimana lewatnya hah? Keluar dulu lewat kuping terus pelan pelan jalan ke pipi lalu menyusuri bulu hidung, kaya gitu maksud kamu?"

"Lain kali ngomong yang bener, kamu yang salah kok saya yang diprotes, kebiasaan, untung saya sabar." Kata Devan lagi.

-

"Sekali lagi selamat untuk kerja sama kita pak Devan, semoga kedepannya kerja sama kita akan menguntungkan kedua belah pihak," ujar Seorang pria menjabat tangan Devan yakin.

"Tentu pak Ferdy, selanjutnya kalau ada yang ingin dikonfirmasi silahkan hubungi sekretaris saya."

"Baiklah, kalau begitu besok Desainer perusahaan saya akan datang ke kantor bapak untuk melanjutkan kerjasama kita."

Usai mengatakan itu mereka pamit undur diri meninggalkan Sarah dan juga Devan di sebuah restoran tempatnya meeting tadi.

Usai kepergian sang klien Devan beranjak dari duduknya. "Ayo pergi."

Bersamaan dengan ajakannya kepada Sarah. Seorang wanita terdengar menyebut nama Sarah.

"Sarah!"

Pandangan Sarah menelusuri asal suara yang tadi memanggilnya, mungkin, atau hanya dirinya saja yang terlalu pede. Usai mencari pun Sarah masih tak melihat orang yang barusan menyebut namanya.

"Ayo pak kayaknya bukan saya yang dimaksud."

"Kamu gak lihat dia datang kesini," ujar Devan menunjuk arah depan dengan dagunya.

Sarah mengikuti petunjuk Devan, disana seorang wanita berjalan menghampiri mereka dengan tergopoh gopoh. Sepatunya yang tinggi, rambutnya yang panjang terurai bebas, ditambah bajunya yang mini membuatnya kesusahan mengambil langkah. Sarah menghela nafas.

"Sella," gumam Sarah yang masih didengar oleh Devan.

"Hai, Lo udah liat kan pesan di grup SMA kita? Jangan sampe gak dateng, kemaren kan udah absen masa absen lagi." Ujarnya sembari tersenyum menggoda. Pandangannya lalu menatap Devan. "Btw siapa tuh? Kenalin dong."

Sella mengulurkan tangannya di hadapan Devan, ingin berkenalan namun naas pria tersebut tetap setia memasukan tangannya kedalam saku celana miliknya. Devan hanya menatap uluran yang Sella berikan, menghembuskan nafasnya pelan kemudian memalingkan wajahnya menatap Sarah.

"Dia-"

"Bukan pacar Lo kan?" Terdengar mengejek, sudah biasa.

"Lo kan sibuk kerja gak ada waktu nyari pacar," ledeknya sembari tersenyum. "Ooh atau ini boss Lo?"

"Calon suami gue!" sentak Sarah menautkan jarinya di tangan Devan lalu memajukan tubuhnya membelakangi orang yang baru ia sebut calon suaminya itu. Biar saja temannya itu merasa kecewa karena ternyata Sarah mampu memiliki orang seperti Devan.

Devan yang berdiri di belakang tubuh Sarah berusaha menahan senyumnya itu.

STRANGE BOSS Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang