Mobil yang Sarah tumpangi berhenti di depan perusahaan. Sarah cepat-cepat membayar sebelum akhirnya turun dari tumpangan lalu melangkahkan kakinya cepat memasuki pintu lobby. Ayahnya sudah diperbolehkan untuk pulang, jadi lah ia bisa dengan tenang bekerja sekarang.
Baru beberapa kali melangkah, kakinya terhenti, alisnya mengkerut heran dengan apa yang ada di depannya itu. Dilihatnya bangunan yang tak pernah sepi pengunjung kini berubah, sebab tak seorang pun terlihat berlalu lalang di sana. Tak mungkin kan mereka pindah kantor. Ia kemudian melangkahkan kakinya kembali. Kali ini dengan fokusnya yang tertuju ke layar ponsel hendak menghubungi Vivi.
Karena pengalamannya yang cukup lama bekerja disana, Sarah tahu kapan harus membuka pintu tanpa harus melihatnya saat berjalan.
Didorongnya pintu kaca disana. Menyebabkan satu ketukan sepatunya berhasil menggema dengan nyaring di atas lantai marmer mengkilap itu, yang seakan kode bahwa sesuatu harus terjadi saat itu juga.
Dan benar saja, sehelai mawar merah mulai jatuh di pucuk kepalanya. Membuat Sarah langsung mengerutkan dahi kemudian mendongak ke atas bersamaan jatuhnya bunga yang lebih banyak.
Sarah membulatkan mata, hingga akhirnya sorakan semua orang mengalihkan atensi dirinya. Lobby yang semula gelap dan juga sepi kini mulai terang kembali bersama banyaknya karyawan yang berdiri saling berhadapan.
Sarah pun baru menyadari jika kakinya berpijak di atas karpet merah. Bak Putri raja yang hendak menikah di depan sana Devan berjalan sembari membawa satu buket bunga mawar. Sembari tersenyum Devan melangkahkan kakinya dengan penuh wibawa. Apapun yang terjadi kini harga dirinya ada di tangan Sarah. Jangan sampai ia yang sudah repot menyiapkan surprise justru ditolak di hadapan seluruh karyawan kantor.
Saking terbawa suasananya tak ada yang memperhatikan Sarah yang sejak tadi menahan sesuatu.
"Sarah-"
"Hacim!"
Suara riuh yang sejak tadi terdengar kini berhenti seketika sebab orang yang menjadi pusat utama perhatian mereka kini justru bersin tak tahu tempat dan situasi.
Devan meneguk ludahnya susah payah dikala situasi mulai hening dan juga mendebarkan saat ini.
Kembali dirinya mencoba berbicara, kali ini sambil menyodorkan bunga yang sejak tadi ia pegang
"Sarah, will-"
"Hacim!" Kali ini suara bersin miliknya terdengar lebih keras ditelinga daripada sebelumnya. Sang empu sibuk mengusap hidung. Sedangkan Devan sudah berlutut di depannya sambil mengerutkan alis bingung.
Melihat Devan yang sudah berlutut. Petugas kebersihan yang diberi tanggung jawab menabur bunga dari atas pun kembali menjatuhkan banyak bunga ke tempat dimana Sarah berdiri.
Membuat Sarah kembali menarik nafasnya dalam-dalam sebelum akhirnya bersin dengan cukup parah.
"Hacimi! Woylah akal akalan siapa sih ini?! Gue alergi anjir"
Sarah memekik tak tahan akibat gatal di hidungnya yang tak kunjung reda dan risih dengan bunga yang terus berjatuhan disekitarnya. Persetan dengan formal atau tidaknya bahasa yang ia ucapkan ia sudah tak tahan dengan reaksi orang-orang disekitarnya itu yang tak kunjung mengerti penyebab dirinya bersin sejak tadi.
"Oh alergi." Respon semua karyawan yang mendengar keluhan Sarah. Lobby kemudian hening kembali. Sebagian dari mereka memikirkan kembali ucapan Sarah barusan.
"Kamu alergi bunga?" Pertanyaan yang menurut Sarah bodoh binti bego itu keluar dari bibir Devan yang masih saja berlutut.
Daripada menerima lamaran Devan ingin rasanya Sarah menendang pria di hadapannya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
STRANGE BOSS
RandomSarah Adinda. Adalah seorang sekretaris, ralat budak korporat dari seorang laki-laki bernama Devan. Mendadak dituduh selingkuh saat pergi kencan buta oleh bossnya sendiri. Padahal keduanya sedang tidak terlibat hubungan apapun. Saat kencan buta mi...