Pagi yang cerah. Begitu pula dengan wajah Sarah yang sejak pagi sudah berseri-seri. Bangun pagi sebelum bekerja, lalu, bersepeda keliling komplek kemudian makan bubur bersama pasangan halal. Ck! Hal yang patut Sarah banggakan kepada Vivi yang notabene jomblo. Usai memotret kedua mangkok berisi buburnya yang baru saja selesai dibuat, Sarah langsung mengirimnya pada temannya itu.
"Buburnya di aduk."
"Jangannnnnn," tutur Sarah menanggapi ucapan Devan.
"Kenapa?"
"Udah estetik gini masa diaduk?"
"Terus kenapa? Nanti diperut juga kecampur jadi satu, terus keluar jadi, maaf... Tai."
"Ck! Yaudah terserah kalo mau diaduk!"
"Emang mau saya aduk."
Sarah melirik sinis ke arah Devan. Sedang pria itu tengah sibuk mengaduk bubur di mangkok miliknya.
"Aneh banget makan bubur diaduk," gumam Sarah.
Usai sarapan pagi dengan bubur berjalan sukses kini Sarah dan Devan kembali ke rumah. Devan hanya diam saja sejak tadi usai kembali dari taman komplek. Sarah yang hendak bersiap pergi ke kantor mendadak dibuat kaget karena Devan yang terdengar muntah-muntah dari arah dapur. Memang setelah pria itu masuk ke rumah, dia berjalan menuju dapur, dan Sarah pikir suaminya itu hendak mengambil air minum.
"Kenapa pak? Kok muntah? Sayang banget buburnya keluar."
Sarah bertanya sambil menyodorkan satu gelas air hangat yang langsung Devan terima.
"Perut saya muel abis makan bubur rekomen dari kamu," jawab Devan.
"Tuh, mulai, mulai, sembarangan mau nyalahin!"
"Salahnya dimana? Emang bener rekomendasi dari kamu."
"Bukan salah saya! Buktinya saya gak kenapa napa liat!" Sarah berputar memperlihatkan keadaannya yang baik-baik saja.
"Iya juga. Mungkin perut saya kaget karena baru pertama kali," tutur Devan.
Devan lalu berjalan menuju kamar. Meninggalkan Sarah yang tengah memikirkan sesuatu.
Sadar akan jam yang menunjukan waktu semakin siang, Sarah buru-buru menyusul Devan untuk kemudian bersiap pergi ke kantor.
-
Euforia baru mulai tercipta dilingkungan perusahaan tempat Sarah bekerja. Semua karyawan perusahaan tersebut mulai menyapanya dari saat ia tiba di lobi utama. Apalagi penyebabnya jika bukan karena dirinya yang menjabat sebagai nyonya dari boss mereka itu.
Semua orang tersenyum ramah padanya. Tak terkecuali orang yang mungkin sempat menggosipkannya tapi lolos dari pemecatan saat itu.
Devan dan Sarah berjalan beriringan. Dari yang semula hanya sebagai atasan dan karyawan kini beralih sebagai suami istri. Walaupun begitu, tak banyak percapakan yang terjadi di antara mereka. Entah apa yang Devan pikirkan, mungkinkah Devan tengah menahan mual kali ini, Sarah tak tahu. Mereka lalu berpisah pada ruangannya masing-masing.
"Tahu gak?"
"Apa?"
Sarah yang baru saja selesai menghidupkan komputer langsung menyahut antusias kala Vivi datang menghampirinya.
"Pak Arya mau resign."
Vivi berbisik ditelinga Sarah. Bagaimana pun kabar ini hanya segelintir orang yang tahu. Hingga sebelum beritanya terbukti benar, ia harus hati-hati dalam berucap.
Mendengar nama Arya disebut Sarah hampir saja lupa dengan pria itu. Orang yang dulunya sempat ia kagumi bahkan sempat mengajaknya makan malam, entah sejak kapan mulai menghilang dari pikirannya. Ah benar! Tak baik juga mengingat pria lain saat dirinya sendiri sudah menikah bukan. Bisa hancur rumah tangganya nanti.
"Tahu dari siapa Lo?"
"Sekertarisnya."
Melihat Sarah yang hanya mengangguk anggukan kepalanya pelan Vivi sontak mengernyit.
"Lo gak tanya alesannya doi resign?"
"Kenapa emang?"
"Gak tahu juga gue."
"Kalo beneran resign menurut gue sih bakal lanjutin perusahaan keluarganya. Yang gue tahu juga pak Arya anak konglomerat."
"Wahhh! Seriusan Lo?"
Vivi nampak antusias mendengar ucapan Sarah. Sungguh ia baru tahu akan hal ini. Jika tahu sejak awal, harusnya Vivi sudah dekati dari dulu bukan. Seperti paket MCD, Arya itu paket lengkap dengan segala hal yang dimilikinya.
"Lo gak ngadi-ngadi kan? Tau dari mana?"
"Waktu gue diajak makan malem bareng dia, kita gak sengaja ketemu bokapnya, yaudah dari situ gue tahu dia anak orang kaya."
"Gak heran juga sih lihat tampangnya yang kek aset berharga, yang lebih heran kok bisa doi ngajak Lo makan bareng."
"Kurang ajar Lo!"
Ditengah kesibukan mereka yang sedang bergosip ria, orang yang menjadi topik utama pembicaraan mereka itu pun muncul. Mengejutkan kedua wanita disana yang sontak berdiri tegak kala Arya menghampiri meja Sarah berada. Dengan senyum yang mereka usahakan tulus, Sarah dan Vivi berharap Arya tak mendengar apapun yang mereka bicarakan.
"Pagi pak, ada yang bisa dibantu?"
"Bisa minta waktunya sebentar Sarah? Saya ingin bicara."
Sarah belum menjawab. Ia sendiri sedang memikirkan hal apakah yang akan mereka bicarakan. Sedang yang ia tahu diantara keduanya sudah tak memiliki urusan pribadi ataupun hal yang perlu dibicarakan perihal pekerjaan.
"Bicara disini tidak masalah," ujarnya.
Merasa keberadaanya yang tak dibutuhkan lagi Vivi kemudian pamit untuk pergi. Padahal jauh di lubuk hati Sarah, ia tak ingin ditinggal berdua. Bisa mati dirinya jika sampai Devan melihat dan dikira terjadi perselingkuhan. Dan sebelum itu terjadi, lebih baik ia percepat pembicaraan mereka sekarang.
"Silahkan."
Sarah saat ini tengah berdiri. Begitu juga dengan Arya. Saling berhadapan dengan pikiran yang menyibukan dirinya masing-masing.
"Sebelum itu, maaf, saya ingin bertanya."
Arya lalu mengeluarkan ponsel dari sakunya. Mengutak atiknya sebentar lalu menunjukan isinya kepada Sarah.
"Apa kau yang berada dalam foto ini?"
Melihat gambar yang Arya tunjukan Sarah sebenarnya juga sedikit terkejut. Karna dilihat dengan sekilas keduanya memang mirip dari bentuk wajah sampai senyumnya. Tapi Sarah yakin betul jika dirinya tak pernah memiliki potongan rambut seperti wanita di dalam foto itu.
"Bukan pak, itu bukan saya."
"Awalnya saya tak yakin, ini benar dirimu atau bukan, tapi mendengarmu secara langsung mengatakan ini saya yakin memang bukan dirimu."
Sarah mengerutkan dahinya. Tak paham sama sekali ucapan petinggi perusahaannya itu.
"Kalau begitu terimakasih atas waktunya dan maafkan saya."
Belum selesai kebingungan Sarah dengan maksud dari Arya kini wanita itu makin dibuat bingung mengapa pria yang sekarang sudah pamit undur diri itu meminta maaf padanya.
"Kenapa sih? Kok perasaan gue gak enak ya, berasa kek dipacarin karna mirip mantannya."
Sarah menggaruk tengkuknya masih tak mengerti. Hingga satu detik kemudian matanya membola dengan sempurna.
"Anjir! Jangan bilang selama ini dia baik ke gue bahkan ngajak makan malem seolah ngasih feedback ke gue karna gue mirip cewek barusan?!"
•
•
•
Yang kek Sarah ada? Dipacarin/dideketin gegara mirip masa lalu doi?😂 VOTE, KOMEN & SHARE YA SAYANG YA, SEE YOU!!!!
KAMU SEDANG MEMBACA
STRANGE BOSS
RandomSarah Adinda. Adalah seorang sekretaris, ralat budak korporat dari seorang laki-laki bernama Devan. Mendadak dituduh selingkuh saat pergi kencan buta oleh bossnya sendiri. Padahal keduanya sedang tidak terlibat hubungan apapun. Saat kencan buta mi...