Austria

6.4K 720 7
                                    

Beberapa hari kemudian...

Setelah melewati beberapa hari tanpa bekerja, Sarah mulai terbiasa. Setiap harinya ia sering habiskan bekerja di dapur, membuat banyak macam makanan yang wanita itu inginkan. Karena itu pula isi kulkasnya sekarang lebih banyak terisi makanan buatan tangan daripada sayuran dan lainnya.

Meskipun begitu, Sarah tahu bahwa akhir-akhir ini Devan terlihat berbeda. Contohnya saat mereka sedang berbicara, laki-laki itu sering kehilangan fokus dan berujung tak mengerti ucapan Sarah.

"Di kantor lagi ada masalah ya, Pak?"

Sarah tengah duduk di meja riasnya, dan Devan tengah duduk di atas ranjang. Menatap kosong ke arah televisi yang sedang menyala.

"Pak?"

"Iya?"

Devan terlihat bingung menatap Sarah.

"Ada masalah dikantor? Saya kerja lagi buat bantu gapapa?"

"Engga."

Devan kembali diam. Sarah kemudian bangkit dari duduknya berjalan menghampiri Devan. Bagaimana mungkin sebagai istri ia bisa melihat Devan yang seperti orang linglung belakangan ini. Apalagi ini kali pertama Devan seperti itu.

"Terus kenapa?"

Pandangan laki-laki itu beralih menatap Sarah, kini istrinya itu sudah duduk disamping ranjangnya.

"Paman saya yang tinggal di Austria kena serangan jantung." Devan akhirnya mulai bercerita. Mengungkapkan rasa gelisah yang ia pendam usai mendapat telepon dari sang Papa beberapa hari lalu.

"Perusahaannya terancam bangkrut, dan kalau paman saya belum pulih juga, kemungkinan akan gulung tikar."

"Papa nyuruh saya kesana, mengambil alih sampai Paman pulih."

Devan lalu diam. Sarah mengerti.

"Tapi saya nggak bisa ikut kesana ya?"

Devan mengangguk.

"Saya nggak bisa ninggalin kamu."

Kini tangan Sarah beranjak menyentuh wajah Devan. "Pergi aja, kasihan kalau perusahaan Paman sampai bangkrut, saya do'a dari sini supaya Paman cepet sembuh dan kamu cepet pulang."

Sarah tersenyum.

"Kalo saya kangen kamu gimana?"

"Panggil namaku tiga kali." Ujar Sarah.

"Nanti kamu muncul?"

"Ya nggak lah emang saya jin!"

"Saya usahain setelah dua minggu saya pulang."

"Bapak jangan selingkuh disana! Kalau ketahuan saya seret pulang!"

Devan tersenyum. "Nggak papa, saya lebih seneng diseret pulang."

"Bener ya, awas aja, kalo kejadian pulang-pulang selamat jadi gembel. Harta kamu aku bawa kabur semua."

"Kamu jangan gemesin gitu bisa? Saya jadi nggak rela ninggalin kamu." Tangan Devan langsung menangkup wajah Sarah agar menatapnya. Lihatlah bagaimana Devan bisa jauh dari istrinya ini nanti. Devan lalu menyentuh perut Sarah. Menciumnya sebentar lalu beralih memeluk Sarah hangat.

-

Keesokan harinya, pagi-pagi sekali Sarah pergi mengantarkan Devan hingga bandara. Laki-laki itu pergi dengan penerbangan paling awal hari ini. Ditemani dengan seseorang yang sering Sarah lihat di perusahaan suaminya itu, mereka kini berdiri di antara banyak orang.

"Kamu yakin nggak mau tinggal sama Ayah, ibu?"

Devan sudah menyarankan kepada istrinya itu bahwa lebih baik Sarah tinggal bersama orang tuanya. Namun sayang, istrinya itu menolak dan lebih memilih berada dirumahnya sendiri. Devan khawatir Sarah akan kesepian, apalagi istrinya itu sedang hamil. Sekalipun dirumah ada bibi, tetap saja tak menjamin Sarah akan punya teman bicara, kan.

"Kamu minta Vivi temani, kalo nggak, saya batal pergi."

Sarah menghela nafas. Sebenarnya wanita itu sudah merencanakan hal tersebut. "Iya."

"Dani saya titip perusahaan." Devan berujar pada seorang laki-laki yang sejak tadi ada di antara mereka.

Setelah beberapa saat menunggu, pesawat Devan pun take off. Sarah melambaikan tangannya. Dalam hati ia bersorak sedih dan juga senang sekaligus. Sedih karena nanti tak akan ada lagi yang memeluknya saat tidur, dan juga senang karena dirinya merasa bebas akan larangan Devan yang selalu cerewet melarangnya ini itu.

-

"DOR!"

"Astaghfirullahaladzim!"

Vivi menghela nafasnya sambil mengelus dada. Terkejut akibat ulah Sarah yang baru saja mengagetkan nya. Tak berperasaan memang, padahal kan ia sedang sibuk-sibuknya bekerja.

"Tumben latah lho bener vi, biasanya hewan kebun binatang."

"Serah gue, mau apa lo?"

"Nanti malem nginep tempat gue ya."

Vivi menghentikan aktivitas mengetiknya. "Lakik Lo kabur?"

"Sembarangan! Pak Devan ke Austria, kayanya hampir dua minggu."




LDR dulu pak Devan
See you

STRANGE BOSS Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang