conffes?

467 95 96
                                    

"Eh gue habis denger ada yang habis dibonceng sama cowok," ucap Iza.

Aleena mendengar ucapan Iza hanya menoleh tak minat dan tetap fokus ke buku yang ada didepannya.

Ia benar-benar tidak minat dengan topik yang akan dibicarakan oleh Iza kali ini, entah mengapa firasatnya mengatakan bahwa ini tidak baik untuknya.

"Katanya juga ceweknya baru pertama kali ini deket sama cowok," sahut Feinna.

"Lu baru nyindir siapa?" Tanya Aleena.

Aleena tau betul jika nada yang dipakai oleh mereka berdua adalah nada sindiran.

Jika menyindir teman sekelasnya,itu tidak mungkin karena sekarang baru berada ruang perpustakaan yang sangat sepi.

Ok, jika orang-orang berfikir bahwa Iza dan Feinna sangat gila gosib tentunya itu adalah fakta.

Karena mereka berdua tak menghiraukan peraturan perpustakaan yang tercetak jelas bahwa tidak boleh untuk berbicara dengan nada tinggi.

"Aleena," jawab mereka berdua kompak.

Aleena menujuk dirinya sendiri dengan wajah bertanya.

"Sama siapa?"

"Sama dugong," jawab Iza kesal sendiri dengan kelemotan otak Aleena.

"Nggaklah, sama Priam kelas sebelah."

"Oh itu, enggak sampai rumah juga," jawab Aleena seadanya.

Ia jika berbohong pasti akan selalu didesak oleh mereka berdua untuk jujur,lebih baik jujur secepat mungkin agar dirinya tidak diteror dengan desakan mengaku.

"WAH WAH WAH," ucap Feinna pura-pura kaget dengan kejujuran yang dilontarkan oleh Aleena.

"Untuk yang ada dipojok ruangan, tolong untuk mengecilkan suaranya." Suara yang berasal dari speaker itu membuat Feinna seketika diam.

"Apaan gilak, perpustakaan aja sepi," gerutu Feinna.

"Gegara lu jadi rame," ucap Aleena.

"Ok, gue ngaku salah. Tapi lu harus cerita dulu apa yang lu alami kemarin sampai Priam nganter lu," final Feinna.

****

Di kelas MIPA 3 ada seseorang yang sedari tadi tersenyum seperti mendapatkan lotre yang hadiahnya satu miliar, entah mengapa efek samping bertemu dengan Aleena tidak kunjung hilang, padahal udah satu hari kejadian itu terjadi.

Priam benar-benar seperti orang gila. Keinginan untuk mengulangi kejadian sepulang sekolah kemarin yang begitu indah untuk sekedar bertemu.

Interaksi singkat itu sedikit menyedihkan karena Aleena menjadi korban pengeroyokan preman-preman banci, tetapi untung saja Aleena tidak memiliki luka yang sangat serius.

"Sialnya kemarin enggak sampai rumahnya," guman Priam sedikit sedih.

"Nggak sampai ke rumah siapa?", Tanya tiba-tiba Exel.

"Nggak kenapa-kenapa," ucap Priam mengalihkan topik.

Menghindari topik tentang Aleena adalah sebuah keharusan, apalagi tentang kedekatannya.

Priam benar-benar tidak ingin mengambil resiko jika temannya mengetahui prihal kemajuan kedekatan ia dengan Aleena.

"Bohong banget, sama siapa?" Exel tak berhenti untuk mendesak Priam agar jujur prihal apa yang dikatakannya barusan.

"Enggak sama siapa-siapa, nggak percayaan banget jadi orang."

"Percaya sama lu musyrik,mending percaya sama tuhan."

ALPA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang