bertemu

122 21 9
                                    

Menurut Priam, pemikiran dan tingkah laku perempuan itu sebuah misteri yang susah untuk dipecahkan.

Tak bisa di diterka dengan alasan yang sangat klise. Mereka selalu melakukan apa yang ia mau dan apa yang ia inginkan diluar nalar para laki-laki.

Sudah beberapa jam Priam tak melihat batang hidung Aleena sejak kejadian Aleena tidur disandaran bahunya, dan jika ia melihat sekilas dari jauh Aleena pasti akan cepat menghilang dari matanya.

"Gue butuh penyemangat, itu anak hilang kemana sih?" guman Priam.

"Baru di resto hotel, gue tadi lihat," jawab Raya.

Ia sebenarnya tidak ingin ikut campur hubungan antara Priam dengan Aleena yang begitu rumit dan tidak jelas, tetapi melihat Priam yang begitu sedih membuat dirinya tanpa sengaja memberitahu keberadaan Aleena.

Raya juga melihat, rasa yang dimiliki oleh Priam sangat tulus kepada Aleena. Raya ingin teman satu bidang organisasinya itu menemukan kebahagiaan,tak selalu mengurung diri dan berdiam diri di dunianya.

Ia juga tak sekali dua kali melihat tatapan tulus yang dimiliki oleh Priam jika menatap Aleena, seperti tadi saat konser dadakan di bus.

"Oh, ok makasih," ucap Priam singkat dan segera berlari menuju tempat Aleena berada.

***

Rasa pegal yang mulai menyerang kakinya menunjukkan bahwa Priam sudah terlalu lama menunggu dibawah pohon cemara.

Ia tak berani untuk sekedar menemui langsung Aleena yang sedang berkumpul bersama teman-temannya.

Priam akui mental ia sangat jelek prihal mengajak Aleena berbicara, tetapi ada alasan lain juga bahwa Priam tak mau menganggu interaksi Aleena dengan teman-temannya.

Ia mulai berpikir,haruskah ia menunggu esok hari untuk menemui Aleena dan meminta sebuah kata semangat darinya?

Namun, ia melihat lagi ruangan itu dan Aleena sudah tidak ada disana. Dengan harapan yang begitu besar, Priam mengedarkan pandangannya dan melihat siluet Aleena yang berjalan menuju ke arahnya.

"Am," panggil Aleena ragu.

"Apa?"

"Lu disuruh Gino buat kumpul bahas strategi."

"Oh, itu. Ok makasi informasinya."

Terlalu berharap emang nggak bagus buat pikiran.

Aleena segera berjalan pergi untuk menuju ke kamarnya, ia sebenarnya juga tak begitu ingin menemui Priam.

Ia masih mengingat situasi tadi siang yang membuat jantung dan pikirannya tak aman.

Tetapi takdir memang selalu berkata lain, Priam mengikuti dibelakang Aleena dengan wajah datar.

"Aleena," panggil Priam dengan nada dingin.

Badan Aleena meremang seketika, suara Priam tak seperti biasanya. Ia merasakan hawa mencengkam atas ucapan yang diberikan oleh Priam.

Aleena berhenti dan berbalik ke arah Priam dengan ragu, "apa?"

"Boleh minta semangatnya?" tanya tiba-tiba Priam to the point.

Mendengar jawaban Priam membuat Aleena kaget, jika hanya meminta semangat kenapa harus mengeluarkan hawa membunuh seperti tadi?

Sang empu tak tau sepertinya, jika nada yang dikeluarkan itu membuat orang yang tak kenal Priam pasti akan lari dan mengecap Priam manusia yang mempunyai hati dingin.

"Buat besuk?"

Priam mengangguk singkat, ia benar-benar berharap menerima semangat itu langsung dari bibir Aleena.

Kebahagiaan Priam hanya sederhana, benar-benar sederhana.

"Semangat Priam," ucap Aleena lirih dan segera berlari meninggalkan Priam yang memantung ditempat.

Ucapan Aleena sangat berpengaruh untuk suasana hati Priam.

Ia juga sedikit kaget dengan ucapan Aleena yang begitu... malu-malu mungkin?

Jika sekarang pagi, sudah dipastikan bahwa Priam akan melihat wajah merah bak tomat di wajah Aleena.

"Lucu."

"Udah suka gue belum sih?"

"Gemes lihat tingkahnya kalau baru salting," ucap Priam tersenyum senang.

Moga lu segera suka balik sama gue, sebelum terlambat ya Al.

Priam membatin seperti memohon harapan sebelum meninggal, seperti benar-benar berharap bahwa rasa itu tidak salah waktu.

***

Gue kayak orang gila tadi.

Aleena bergegas menuju ke kamar yang dihuninya sekarang dengan terburu-buru.

"Dari mana?" tanya Tia  penasaran karena penampilan Aleena seperti habis bergelut dengan seseorang.

"Dari resto," ucap Aleena.

Tia hanya ber-oh ria dan kembali fokus ke handphone miliknya. Toh dia hanya penasaran dan tak mempunyai niat untuk berinteraksi lebih dekat dengan Aleena.

"Ketemu Priam nggak tadi?" tanya raya tiba-tiba mendapati Aleena telah ada dikamar.

"Emang kenapa?" tanya Aleena terusik dengan pertanyaan yang terlontar dari Raya.

Kenapa juga bertanya seperti itu, bukankah itu urusan dirinya mau bertemu atau tidak dengan seseorang?

Ia ingin segera tidur untuk mencharge energi badannya yang telah habis. Tetapi sepertinya takdir tak memperbolehkan Aleena.

"Gue tadi ketemu Priam nyari lu, ya udah gue kasih tau kalau lu di resto. Nggak nyamperin?"

"Enggak," jawab Aleena.

"Gue kira cowok gentleman," guman Raya yang terdengar ditelinga Aleena.

Ingin sekali Aleena membela Priam bahwasannya Priam termasuk laki-laki gentleman walau emang sifat dan sikapnya kadang nyebelin tingkat akut, tetapi ia mengurungkan niatnya dan memilih untuk menelungkupkan badannya ke bantal.

Gue nggak mau suka dia aaaaaa....


|

|

|

Spam next🚀

Alydhasna 🦁
TBC
22/4/2023



ALPA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang