meminta ijin

164 27 28
                                    

Aleena berjalan menuju keruang tengah untuk meminta ijin prihal ia menjadi pendamping di pertandingan basket, sebenarnya ia sudah mencari keberanian itu sejak Priam meneleponnya.

Tetapi ya begitulah Aleena, manusia yang sangat takut untuk meminta ijin kepada orang tuanya,dan berakhir baru mendapatkan keberanian itu sekarang.

"Bunda, Aleena ijin buat ke Jakarta," ucap Aleena sedikit lirih.

"Kegiatan apa?"

"Jadi pendamping pertandingan basket."

"Sama gebetan bund, udah punya gebetan tuh si adik," sindir Ali.

"Dih siapa juga yang punya gebetan, sok tau Ali!"

Sesuai dugaan, sebuah tindakan Priam akan selalu diungkit oleh ketiga kakaknya itu.

Aleena butuh tutorial cara menghilangkan ingatan seseorang.

Mempunyai ketiga kakak memang membuat ia berlatih kesabaran setiap hari. Jika disuruh memilih menghadapi  ketiga kakaknya atau menghadapi Priam, ia akan memilih Priam karena 1 versus 1.

"Yang sopan Aleena, sama kakak lo kamu itu bicaranya," ucap bunda memeringati anak perempuan satu-satunya.

"Iya bund iya, kakak Ali."

Ali yang melihat wajah masam Aleena tertawa senang, menjahilinya memang sangat mengasikkan.

"Acaranya kapan?"

"Em... Tanggal 23 sama 24 April besuk," jawab Aleena takut.

Ayolah, keberanian Aleena sangatlah sedikit jika bersangkutan dengan meminta ijin.

Ia ingin sekali mendapatkan keberanian itu seperti ketiga kakaknya yang selalu meminta ijin keluar seperti ijin bernafas, benar-benar sangat mudah tanpa beban.

"Beneran sama gebetan?" tanya bunda lagi. Bunda hanya ingin melihat kejujuran sang putri.

"Enggak bunda,aku nggak punya gebetan."

"Itu suruhan dari Bu Ria, aku sebenarnya terpaksa ikut tapi Bu Ria nyuruh aku."

Gegara Priam brengsek sih sebenernya.

Jika ada kesempatan untuk memutar waktu, Aleena tidak akan tergiur oleh iming-iming laptop keluaran terbaru dari ketiga kakaknya.

Dan juga, ia akan diam saja saat Priam pertama kali menyapa dirinya sepulang sekolah saat itu.

"Uang transportasi siapa yang nangung dik?" sahut ayah.

"Uang transportasi, uang penginapan,sama konsumsi udah sekolah yang ngatur. Aleena minta ijin aja kalau uang saku Aleena masih punya kok."

Ayah terkekeh kecil mendengar penjelasan yang diberikan oleh putrinya, "Kalau masih kurang minta nggak papa kok."

"Jadi dibolehin kan?" tanya Aleena memastikan.

"Iya boleh," jawab ayah tersenyum hangat menatap Aleena.

Mata Aleena seketika berbinar mendengar ijin yang diberikan oleh ayahnya. Padahal dirinya sudah memikirkan seribu cara jika kedua orang tua Aleena  tidak mengijinkannya.

Tetapi takdir memang sedang berpihak kepada dirinya.

"Terimakasih ayah,sama bunda!" ucap Aleena sangat senang, ia berlari menuju ke arah ayah dan bunda dan memeluknya dengan sangat erat.

"Gue ikut!" sahut Ali berlari menuju ke pelukan sang ibunda.

"Nggak ajak-ajak kalian..." Aldenta ikut menghampiri dan ikut melakukan kegiatan yaitu memeluk layaknya Teletubbies.

Aldenta yang tidak mengerti situasi hanya berjalan dan mengikuti kegiatan ketiga adiknya yang memeluk kedua orangtuanya.

"Ada acara apaan?" guman aldenta bingung, dan memutuskan diam dan tetap ikut memeluk.

Keluarga Cemara itupun berpelukan layaknya Teletubbies dengan durasi yang sedikit lama.

***

"Aleena, sini duduk sama bunda." ucapnya penuh kasih sayang.

Aleena yang mendengar perintah bunda tercinta segera berjalan menuju tempat bundanya berada.

"Ada apaan bund?" tanya Aleena, ia sedikit penasaran mengapa bunda tiba-tiba menyuruh dirinya menghampiri.

Dugaan Aleena adalah, ia akan diberikan sebuah pertanyaan. Entah itu pertanyaan apa yang dilontarkan oleh bundanya tetapi yang pasti menyangkut dirinya.

"Gini dari kemarin bunda lihat kayaknya baru banyak masalah, emang masalah apa?" tanya Alea sambil menatap anak perempuannya lekat-lekat.

"Enggak ada kok bund."

"Beneran, nggak bohongkan?" tanya Alea sekali lagi untuk memastikan bahwa Aleena benar-benar tidak ada kebohongan yang sedang ia sembunyikan.

"Endak bunda, Aku nggak ada masalah."

"Baru suka sama cowok ya?" tanya Alea dengan tepat sasaran

Pertanyaan yang sering Aleena hindari sekarang terlontar dari mulut ibundanya, ia benar-benar tak tau harus menjawab dan merespon bagaimana.

Ia hanya bingung.

Benar-benar bingung dengan semua yang terjadi dengan dirinya itu.

Rasa nyaman yang diberikan oleh Priam memang membuat jantung miliknya tak bisa dikondisikan jika berada didekatnya.

Tetapi, rasa muak juga terselubung didalam hatinya. Entah ini pertanda baik karena Aleena tak benar-benar menyukainya, atau ini pertanda buruk untuk Aleena karena ia akan jatuh cinta dengan Priam sejatuh-jatuhnya.

"Enggak kok bunda, Aleena enggak suka siapa-siapa." Aleena menjawab dengan sangat percaya dan yakin.

"Yaudah sekarang bunda ganti pertanyaan aja deh, Aleena sekarang baru deket cowok?" tanya bunda.

"Cuman sebatas teman kok, beneran deh bunda. Aleena nggak bakal suka sama dia."

"Udah nyebelin, suka maksa, terus dia kayak jalangkung karena suka datang tiba-tiba," ucap Aleena layaknya anak kecil yang sedang mengadu kepada ibundanya.

Bunda Alea yang melihat Aleena menceritakan keluh kesahnya dengan bersemangat, ia pun tersenyum kecil.

Bunda merasa dulu sepertinya Aleena masih sangat  kecil, selalu merengek jika ditinggal oleh dirinya, dan selalu bertengkar oleh Ali karena prihal mainan. Dan sekarang putri kecilnya sudah tumbuh dewasa, sudah siap untuk menghadapi masalah demi masalah yang datang entah dari mana saja.

"Inget, benci itu bisa berubah menjadi cinta."

"Ish bunda sama kayak temen Aleena, suka bilang gitu." Aleena benar-benar sudah muak dengan istilah 'benci menjadi cinta'

Ia amat ingin memarahi seseorang yang pertama kali membuat istilah itu. Rasanya otak Aleena ingin mengeluarkan bara api jika mengingat istilah yang sering dilontarkan untuk dirinya.

Alea yang mendengar ucapan Aleena hanya terkekeh kecil. Dimatanya Aleena tetaplah anak kecil, apalagi melihat tingkahnya jika sedang bercerita seperti ini.

"Ihh Bund kok malah ketawa sih." rengek Aleena yang tidak puas oleh jawaban Ibundanya.

"Gemes sih Anak Bunda."


|

|

|

Spam next🚀

Alydhasna 🦁
TBC
18/4/2023

ALPA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang