faktanya

217 34 15
                                    

Priam berjalan dari arah kedai mbok yam dengan membawa segelas es teh.

"Aleena Amelia Putri,lu sekarang sendiri?" tanya Priam, Priam berharap Aleena memperbolehkan duduk disamping Aleena.
   
"Bisa melihat?" Aleena bertanya balik.

Ekspetasinya sangat jauh dari realita, ia benar-benar hanya ingin sendiri menikmati matcha dan batagor kesukaannya.

Tetapi mengapa Priam menghampiri dirinya.

Padahal meja yang ia tempati sekarang ini adalah meja paling pojok yang jarang sekali dipakai dan sedikit tidak terlihat karena tertutup oleh dahan pohon.
  
"Ya kan memastikan," ucap Priam.
  
"Gue duduk disini," ucap Priam meletakkan pantatnya ke kursi sebelah Aleena.
  
Karena kesal dengan keberadaan Priam,Aleena mendorong badannya agar menjauh dari meja yang ia duduki.

"Jahat banget," ucap Priam sok dramatis
  
Aleena menatap sinis Priam, "Biarin, Masih banyak kursi lain juga,napa lu harus duduk dideket gue?"
  
ni anak peka nya luar biasa, untung airnya enggak tumpah.
  
Priam hanya mendegus pelan sepertinya yang ia keinginan tidak bisa secepat itu terkabul. Dengan kesabaran yang baru datang Priam memilih duduk didepan bangku Aleena, toh masih bisa lihat kegiatannya pikirnya.
  
Sepersekian menit sama sekali tidak ada sebuah interaksi maupun percakapan yang terlontar dari mereka berdua, Priam yang sibuk dengan pikirannya, dan Aleena yang sibuk dengan makanan yang ada didepannya.

Fokus Aleena terpecah karen mendengar suara dering telepon dari handphonenya, melihat nama kakaknya yang tertera ia segera menerimanya.
  
napa kak al telepon jam segini biasanya juga masih rebahan dikasur, atau ngerjain tugas
 
"Aleena," panggilnya dari sebrang sana.
  
"Apa?"

"Saya mau bertanya dengan anda, uang saya yang anda simpan kau letakkan dimana?"
  
"Ha apaan gak denger" ucap Aleena pura-pura. Ia benar-benar malas jika berhubungan dengan salah satu kakaknya saat dijam sekolah.

Entah mengapa ia benar-benar malas, sebenarnya ia juga takut diketahui jika sedang membolos.

Tetapi seharusnya kakaknya ini tau kalau ia membolos untuk sekarang, karena Aleena jarang sekali menerima telepon saat jam pelajaran berlangsung.

Lah iya, kenapa gue terima tadi teleponnya.

"Lu dengar nggak sih?" tanya Aldenta kesal. Bagaimana tidak kesal,sedari tadi saat ia bertanya dan menjelaskan sama sekali tidak ada respon dari adik perempuannya itu.
  
"Aldenta Khoirul Putra, jika anda tau, saya tidak menyimpan ataupun menghilangkan uang anda. saya lebih menyukai menghilangkan akun game anda mengerti?" ucap Aleena dan segera memutuskan sambungan telepon secara sepihak.
  
Priam mendengar ucapan Aleena seketika tersedak, ia segera menetralkan deru nafasnya agar sedikit tenang.

Bentar Priam seperti merasakan hawa yang tidak enak didalam dirinya.

Aldenta Khoirul Putra itu siapa?

Sepertinya hidup Priam akan lebih suram lagi, belum mengetahui siapa dibalik seseorang yang mengantar Aleena kemarin, sekarang disuguhkan dengan Aleena yang ditelepon oleh laki-laki misterius.

"Ngapain?" tanya Aleena memicingkan matanya melihat Priam.

"Minum," jawab Priam seadanya.

Gue tanya dulu nggak sih?

Priam merasa bimbang, di satu sisi ingin mengetahui fakta tetapi ia juga takut dengan sebuah kebenarannya.

"Al."

"Apa?" tanya Aleena.

"Eng.. anu."

"Yang jelas,atau gue enggak mau jawab," ketus Aleena.

Berbicara dengan seseorang yang tidak to the point adalah hal yang paling Aleena hindari. Menurutnya berbicara bertele-tele itu menghabiskan banyak waktu, dan bukankah berbicara to the point dan berbicara dengan bertele-tele itu lebih menguras tenaga dengan cara bertele-tele?

"Lu kemarin dianter sama siapa?"

"Sama Ali," jawab Aleena malas.

"Ali siapa?"

"Kakak gue, mau ngapain?" tanya balik Aleena.

Aleena butuh stok kesabaran, kesabarannya sekarang semakin lama semakin tipis jika menghadapi Priam.

"Nggak ngapa-ngapain," ucap Priam.

Ok cuman kakak, tapi yang tadi itu siapa?

Gue mau tanya tapi kayaknya Aleena bakal marah.

"Al, lu baru fase red days?"

"Mau gue baru fase red days, fase green days, atau purple days, apakah itu penting untuk anda?" tanya Aleena balik dengan nada tak bersahabat.

***

"Gila, kenapa gue sering kehilangan uang sekarang?" tanya Aldenta frustasi, barang yang amat penting itu sekarang entah kemana.

"Disini enggak ada tuyul kan?"

"Hai kembaran ku, anda mengapa frustasi?" Aldesta menghampiri Aldenta dengan wajah berseri-seri.

"Diem Lu!"

"Lu yang yang ngambil uang gue kan?" Aldenta memicingkan matanya ke arah kembarannya itu. Ia merasa bahwa dalang dibalik uang yang sering hilang yaitu Aldesta Khoirul Putra, yang tak lain dan tak bukan adalah kembaran dirinya.

Rasa curiga Aldenta semakin besar terhadap Aldesta, wajah yang berseri-seri dan sedikit menahan tawa adalah alasannya.

Sudah pasti dalangnya Aldesta, ia tak mungkin salah.

"UANG GUE MANA!?"

"Napa sih, ngegas mulu. Sabar atuh dik," ucap Aldesta, ia menepuk pucuk kepala Aldenta beberapa kali.

Aldenta yang merasa terusik menarik tangan Aldesta untuk menjauh dari pucuk kepalanya.

"Sabar-sabar, matalu sabar."

"Yang sopan atuh sama adiknya,"

"Sopan, emang sikap lu juga sopan enggak kan?"

"Bentar, sejak kapan gue jadi adik lu?" Sepertinya Aldesta merasa menjadi kakak karena bisa bebas menjahili Aldenta.

Walau sebenarnya lebih tua Aldenta karena lahir duluan, Aldenta lahir pada jam 18.09 dan Aldesta lahir pada jam 18.15.

Bukankah hanya selisih 4 menit saja kan?

"Nih uangnya gue ngalah, tapi gue minta 200 ribu!" ucap Aldesta dari luar kamar Aldenta. Aldesta sudah berlari menuju ke kamarnya sedari tadi, menyelamatkan diri adalah yang terpenting sebelum diamuk oleh Aldenta.

"Lu emang biadab sumpah!"


|

|

|

Alina🦁
TBC
12/4/2023

ALPA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang