"Adik," panggil Ali didepan kamar Aleena.
Ia sudah sekitar 30 menit didepan pintu kamar sembari memohon untuk segera membuka kamarnya.
Ali benar-benar sudah membuat sang adik marah sejadi-jadinya.
"LU PERGI AJA BISA NGGAK SIH?!"
"Maafin kakak dulu."
"ENGGAK MAU!" siapa juga yang ingin langsung memafkan kakaknya yang lepas tanggung jawab.
"Mau mampir dulu?" tanya Aleena, sebenarnya ia sedikit ragu memberikan tawaran itu. Tetapi lebih baik menawarkan untuk memberikan sebuah timbal balik.
"Lain kali aja Al, gue baru ada urusan."
"Gue pulang dulu," ucap Priam dan segera meninggalkan rumah Aleena.
"Siapa tadi?"
Aleena menoleh reflek dan mengernyitkan dahinya, berusaha mencerna peristiwa yang baru saja ia alami.
Ia ingat, ia meminta tolong Ali dan Ali menyetujuinya, setelah itu ia bertemu Kevin di gerbang sekolah tetapi karena menurut Kevin Aleena keterlaluan Kevin main tangan dengan dirinya, setelah itu ia mendapatkan pertolongan dari Priam.
Dan setelah Priam pulang ada seseorang yang bertanya itu siapa.
"KOK LU ADA DISINI?!"
"Ya gue emang udah pulang," jawab Ali tak merasa ada kesalahan yang ia perbuat.
"Oh, lupa janji ternyata," ucap Aleena menganggukkan kepalanya memahami semua situasi yang terjadi barusan.
Karena malas berdebat Aleena berlari menuju ke kamarnya dan mengunci diri ke kamar.
Siapa juga yang akan diam saja dan tersenyum layaknya manusia baik jika mendapati janji yang diberikannya tak dilaksanakan?
Kenapa hari ini Aleena harus meladeni laki-laki yang sifatnya benar-benar sangat jelek dan tidak patut dibanggakan?
"Dik, maafin kak Ali. Beneran deh nggak ngulang lagi."
"Mau kakak beliin apa? Biar dimaafin."
"Kak Ali tadi beneran lupa."
"LUPA ITU ALASAN KLASIK KAK, UDAH DEH PERGI AJA."
"BERISIK!" teriak Aleena kesal.
"Gue aduin bunda kalau ngambek ya nanti."
"Bodo amat kak, lu mau aduin juga yang disalahin lu," ucap Aleena malas.
Kenapa logika kakaknya itu hilang, jika ia mencari pembelaan ke ayah atau bunda sudah pasti yang di bela adalah Aleena,dan Ali akan di,salahkan karena mengingkari sebuah janji yang ia ucapkan langsung.
Ia malas berdebat sekarang, benar-benar malas. Aleena menutupi badannya dengan selimut dan berpura-pura tertidur.
***
"Dik, turun makan!" Suruh Aldenta mengetuk pintu kamar Aleena beberapa kali.
"Males kak,nanti aja."
"Jangan gitu, asam lambung nanti kambuh lagi. Jangan nyiksa badan sendiri cuman karena kesel sama orang, Nggak baik," bujuk Aldenta pelan-pelan kepada adiknya yang keras kepala.
Aleena memutar bola matanya malas, jika kakaknya itu sudah membahas penyakit sudah dipastikan ia akan menyuruh Aleena sampai ia mau untuk turun kebawah dan makan bersama, "iya kak,bentar deh ngumpulin nyawa dulu."
"Gue tunggu di depan kamar, jangan tidur lagi."
Ish punya kakak gini banget.
Dengan nyawa yang masih setengah-setengah Aleena turun dari ranjang dan menyapa cermin kamar beberapa detik, "pucet amat ni muka."
Dengan nyawa yang masih setengah-setengah, Aleena turun kebawah bersama kakaknya Aldenta untuk makan bersama.
Dih mukanya sok bersalah
Aleena melirik sekilas Ali dengan tatapan malas dan pancaran permusuhan. Ia sepertinya akan memilih untuk diam dan memakan makanan yang sudah tersaji dengan tenang.
Ia tak akan mengungkit masalah tadi dan hidupnya akan dam_
"Dik, maafin kak Ali dong," ucap Ali memohon.
Keinginan Aleena sepertinya tak akan semudah itu untuk terkabul, ia baru saja berharap,menata planning yang ia punya tetapi sebelum itu terucap semua harapan itu langsung kandas karena ulah Ali.
"Ada masalah apa?" tanya bunda heran.
"Ali tadi lupa jemput Aleena," guman Ali nyaris tak terdengar karena takut atas tatapan kedua kakaknya yang begitu mengimidasi.
"Lah,kenapa lu bisa lupa?"
"Enggak tau gue lupa sendiri kak," jawab Ali.
"Terus lu tadi dianter sama siapa?" tanya Aldesta sedikit heran, karena biasanya Aleena akan diam di sekolah sampai ada orang yang menjemputnya.
"Priam, gue sebenernya ada yang ngajak selain dia, tapi orang itu maksa pake kekerasan juga."
"Gue minta maaf dik, maafin. Lain kali kakak nggak ngulang beneran."
"Siapa yang ngajak pake kekerasan?" Aldesta bertanya siapa orang yang berani bermain tangan terhadap adiknya itu.
"Adik kelasnya Ali."
"Dik, nggak sopan," peringat bunda mendengar ucapan Aleena tanpa menggunakan embel-embel kak.
"Iya-iya bund."
"Siapa namanya?" tanya Ali penasaran, jika masih satu sekolah sepertinya tidak terlalu susah untuk memberikan sebuah peringatan.
"Kevin, adik kelas lu kan?"
"Keknya sih iya, mau gue urusin tu anak dik buat permintaan maaf?"
"Enggak, lu nggak ngulang perbuatan itu udah bentuk permintaan maaf buat gue." Aleena hanya ingin mempersulit hidupnya hanya karena Ali turun tangan memberikan perhitungan dengan Kevin.
Aleena saja sedikit ragu jika yang turun tangan langsung dirinya, tetapi mempunyai masalah hanya satu, dan ketiga kakanya akan turun tangan itu sedikit tidak seimbang.
"Beneran?" tanya Ali memastikan.
"Lu masih bisa nangani perbuatan dia?" tanya Aldenta sedikit ragu.
"Udah-udah, jangan bikin Aleena jengkel lagi gegara merasa jadi anak kecil terus," sahut Aldesta menengahi perdebatan.
Bunda hanya menyimak pertengkaran dan perdebatan kecil itu dan masih sibuk menyiapkan lauk pauk untuk dimakan bersama malam ini.
Ia merasa lebih baik mereka dibebaskan untuk saling berdiskusi mencari solusi sebuah masalah, bunda akan turun tangan jika diantara mereka berempat ada yang bermain tangan saat berdebat.
"Iya deh, iya yang nggak mau dikatai anak kecil. Tapi kalau ada apa-apa bilang!" ucap Aldenta mengalah.
"Okay," ucap Aleena sedikit ragu.
Tragedi preman banci saja belum ia ceritakan dengan ketiga kakaknya, sepertinya jika diceritakan pasti akan benar-benar marah. Karena tragedi preman banci itu sudah memasuki tindak pelecehan.
Semoga saja kakaknya itu tak mengetahui,dan Priam tak speak up dan tetap diam. Ia hanya ingin rahasia ini tak membuat mereka khawatir.
❀
|
❀
|
❀
|
❀Spam next🚀
Alydhasna 🦁
TBC
27/4/2023
KAMU SEDANG MEMBACA
ALPA [END]
Teen Fiction[⚠️NO COPAS!!] [HARAP FOLLOW SEBELUM BACA] Aleena Amelia Putri tidak pernah menyangka hidupnya akan berubah drastis disaat namanya dipanggil oleh seseorang yang sama sekali tak dikenalnya. Priam Angkasa Dewa, dengan penampilan urakan dan sikap sok a...