dua puluh

19.1K 1K 25
                                    

Beberapa hari berlalu, kehidupan Caca kini sedikit murung karena tidak ada Zeindra disampingnya.

Bukankah merindu sangat berat? Bahkan Caca pun tidak semangat menjalani kehidupannya semenjak kepergian Zeindra ke Jerman.

Tepatnya siang ini jam makan siang dikantor cukup ricuh karena banyaknya karyawan yang tertawa bahagia bahkan ada yang berebut untuk membeli makanan.

"Yogi, beliin gue woi." Sorak Jihan yang bener-bener udah lelah mengantri.

Ibnu dan Caca menunggu pesanan mereka datang sembari sedikit bercerita. "Banyak pikiran ya?" Tanya Ibnu.

"Enggak Nu."

Ibnu pun bernapas lega setelah mendengar hal baik itu. Bagaimana pun juga jatuh cinta tidak harus memiliki kan?

"Nanti pulang gue anterin ya?"

Caca mengangguk, rasanya hari ini ia malas untuk ngomong.

"Ini buat lo, ini buat Caca dan ini buat Ibnu. Sumpah gue temen paling baik banget sedunia." Kata Yogi sembari membagi-bagikan makanan yang dipesannya.

"Idih baru juga sekali lo beliin kita udah besar kepala aja."

"Soalnya kepala gue kecil banget jadi pengen besarin aja."

"Haha ngelucu ya lo."

Jihan dan Ibnu menoleh ke Caca karena barusan Caca tertawa setelah cukup lama diam.

"Udah hari ke 4 kan bang Zein pergi ke Jerman? Masa enggak balik-balik sih? Emang disana dia ngapain Ca?" Tanya Yogi kepo.

"Lo enggak ngerasa aneh ya Ca? Kan lo habis diculik terus tiba-tiba pak Zein pergi ke Jerman dengan alasan enggak masuk akal?" Ujar Ibnu yang juga curiga.

"Jerman kan kota asal cewe ganjen itu kan?"

Ah sial. Pikiran Caca semakin buruk. Overthinkingnya semakin menguasai dirinya.

"Gue coba positif thinking aja sih."


















Setelah jam pulang Yogi dan Jihan pergi ke mall, katanya sih mau nemenin Jihan belanja baju baru. "Lo pakai baju baru pun tetap gini-gini aja muka lo Han."

"Sewot banget sih lo!" Ketus Jihan.

Berjalan berdampingan sambil menatap ke kanan dan ke kiri mencari toko yang pas untuk dikunjungi.

"Gue rasa ada sesuatu yang disembunyiin pak bos deh."

Yogi menoleh saat pernyataan itu keluar dari mulut Jihan.

"Bisa jadi, karena cewe ular itu bahaya banget. Dia enggak mungkin nyerah gitu aja sama abang gue."

"Eh baju itu bagus." Jihan menarik tangan Yogi untuk memasuki salah satu toko baju.

"Ini bagus enggak?" Tanya Jihan sembari menunjukan baju berwarna Hijau.

"Enggak cocok buat lo."

"Kalau ini?"

"Terlalu panjang, lo kan pendek."

"Ini?"

"Terlalu terbuka, lo kan tepos."

"Anjir!"

"Oke ini terakhir. Gimana?"

"Enggak."

Pletak! Kesabaran Jihan habis, ia menjitak kepala Yogi tanpa aba-aba. "Maksud lo apa sih? Semua enggak cocok."

"Ya karena enggak cocok aja, baju yang lo pilih terlalu terbuka. Gue enggak mau kalau tubuh lo terekspos gitu ke laki-laki lain, gue enggak terima." Jawab Yogi dengan sedikit penekanan.

DUDA! (SUDAH TERBIT Di E-BOOK)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang