enam

36.3K 2.1K 65
                                    

Sekarang waktu istirahat kantor, gue sama Jihan udah ke kantin. Sedangkan Ibnu hari ini tidak hadir karena harus merawat mama nya yang sakit.

Ngomong-ngomong tentang semalam pak Zein enggak mampir kerumah soalnya Lian udah tidur, jadi langsung balik.

"Jihan gue mau nanya deh sama lo." Ucap gue yang membuat Jihan berhenti makan.

"Tanya aja Ca selagi gratis."

"Pak Zein duda ya?" Degdegan gue nanya beginian sama dia, takutnya diledekin karena gue kepo.

"Huk! Huk!!" Gue langsung ngasihin Jihan minum, nah kan dia bahkan langsung tersedak. Perasaan gue jadi enggak enak banget ini.

"Maaf Ca, hayo ada apa kalian tuh? Kenapa tiba-tiba tanyain status pak Zein?"

Nah kan, di ledekin:(

"Ih Jihan mah, kan gue cuma kepo."

Jihan langsung ketawa ngakak gitu. "Haha iya deh iya. Pak Zein itu duda."

Semakin kepo gue dong hehe.

"Sejak kapan?"

"Yang gue tahu sejak 3 tahun lalu."

"Berarti udah lama banget dong? Kenapa dia bisa jadi duda?"

"Kepo ya lo Ca!" Jihan langsung mukul lengan gue gitu sambil menatap gue aneh. Plislah nih orang hobi banget ngeledekin gue.

"Ih Jihan! Serius dong."

"Iyaya Ca. Nama istrinya pak Zein itu Alesya, dia seorang dokter. Bu Alesya itu dokter tapi dia punya penyakit bawaan lahir gitu Ca. Dari cerita yang gue dengar pak Zein udah ngelarang bu Alesya buat hamil namun bu Alesya tetap bersikeras untuk bisa hamil dan akhirnya setelah melahirkan Lian disitu juga nyawa bu Alesya diambil sama Allah."

Lagi-lagi gue speechless saat membahas tentang kehidupan pribadi pak Zein.
"Dulu bu Alesya sering berkunjung sewaktu dia hamil, mereka benar-benar serasi banget Ca. Bu Alesya nya cantik bak bidadari sedangkan pak Zein tampan bak pangeran. Tapi ternyata maut memisahkan kedua sejoli yang saling mencintai ini, sedih banget pas dengar kabar kalau bu Alesya meninggal Ca."

Jihan sedikit menghentikan ceritanya, gue bisa rasain kalau Jihan sedikit sedih saat menceritakan kehidupan pak Zein.
"Bu Alesya itu ramah banget dia dekat sama semua karyawan disini. Pak Zein dulu tuh enggak sedingin ini sikapnya, dia ramah sama kami semua namun setelah kepergian istri tercintanya pak Zein berubah, dia jadi pribadi yang dingin."

"Lian, dia juga tertutup. Dia sering nangis kalau didekatin sama orang asing, tapi gue heran kenapa dia sama lo bisa sedekat itu Ca? Atau dia lihat sosok keibuan di diri lo ya Ca? Atau jangan-jangan lo jodoh nya pak Zein?"

Gue masih mencoba menyaring semua perkataan Jihan. Tunggu! Jodoh pak Zein? Ih apaan sih Jihan.
"Apaan sih Han, enggak ada itu jodoh-jodoh sama pak Zein."

"Emangnya kamu enggak mau berjodoh sama saya?" Kita berdua langsung menoleh ke sumber suara yang tidak asing itu.

Gue perlahan menoleh dan naluri gue benar ternyata itu pak Zein. Mampus gue, dia mendengar semuanya kah?

Pak Zein langsung ngambil 2 kursi buat dia dan sih Lian. Kita jadi duduk berempat bareng, Jihan dan gue masih speechless ditempat, apalagi ditambah pak Zein yang ikutan gabung.

"Hai tante cantik."

Bahkan sapaan Lian kali ini enggak mempan buat gue berkata-berkata.

"Eh pak bos, makan pak." Jihan terlihat canggung banget kali ini sama pak Zein.

"Enggak senang ya saya sama Lian duduk disini? Kok pada diam sih?"

"Eh senang pak senang. Iya kan Han?" Gue langsung sok asik gini astaga.

DUDA! (SUDAH TERBIT Di E-BOOK)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang