delapan

32.2K 1.8K 30
                                    

Asabella POV.

Setelah pulang dari rumah oma, pak Zein dan Lian kini mampir kerumah kita lagi. Kalau kata Lian tuh dia masih belum puas mainnya sama gue dan bunda.

Lihat aja bahkan dia sekarang ngajakin gue main bola dihalaman belakang dan sialnya sih pak duda ini malah ngikutin kita main, kan gue nya jadi canggung kalau ada dia.

Lian lari-larian sambil sepak-sepakin bola sembarang arah sedangkan gue sama bapaknya duduk di ayunan. Nah kan, kalau ada pak Zein rasanya gue canggung banget enggak tau mau ngapain.

"Ca?" Panggilnya.

Gue noleh kearahnya. "Secanggung itu kalau dekat sama saya ya?"

IYA.

"Enggak kok pak."

Tiba-tiba pak Zein genggam tangan gue, sumpah ini diluar kendali. Kalau bunda sama ayah ngelihat gimana?

"Pak lepasin tangan saya." Ucap gue dan sedikit berontak namun pak Zein masih terus memaksa kehendaknya.

Gue takut! Ini maksudnya apa?

"Ca saya ingin kamu."

Gue speechless banget dengar kata-kata pak Zein, gue mastiin diri kalau telinga gue enggak budek. Ini maksud dia apa sih?

"Pak saya enggak ngerti." Gue menuntut penjelasan, sumpah gue enggak ngerti dengan semuanya.

"Ca saya ingin kamu. Saya ingin kamu jadi mama nya Lian dan jadi istri saya."

Apa ini jawaban dari semua tingkah aneh pak Zein selama ini ke gue? Kenapa dia selalu lebih terhadap gue dari pada karyawan lain?

"Ca kamu mau kan?"

GUE GAK SIAP!

Bahkan air mata gue udah jatuh aja, plis gue enggak siap. Bukan masalah statusnya duda atau apa, tapi yang jelas gue enggak siap buat nikah!

Gue menggeleng kuat. "SAYA ENGGAK SIAP PAK." Gue langsung ninggalin pak Zein gitu aja. Bahkan Lian yang teriakin nama gue pun sama sekali enggak gue hiraukan, gue terlalu kaget dengan pernyataan bapaknya.

Gue langsung kunci pintu kamar dan nangis sejadi-jadinya. Kenapa harus gue yang dipilih pak Zein?

Enggak! Gue enggak bisa!

Author POV.

Zeindra menatap kepergian Caca sedih, apa yang dia takutkan terjadi. Caca menolaknya bahkan sebelum ia menjelaskan terlebih dahulu.

Lian kini naik ke ayunan sambil khawatir ngelihat Caca yang nangis sambil lari gitu. "Kenapa tante cantik nangis pa? Papa jahatin tante cantik ya!" Bahkan anaknya begitu khawatir dengan Caca.

"Lian pengen enggak kalau tante cantik jadi mama kamu?" Tanya Zeindra.

Lian langsung tersenyum lebar mendengar hal itu. "TENTU MAU!" Sorak Lian semangat.

'Saya harus lebih berjuang buat dapatin kamu Ca' batinnya dalam hati.





Zeindra baru saja sampai dirumahnya dan pikirannya begitu kacau. "Bagaimana jika besok Caca menghindari saya?" Gumamnya takut.

Kebetulan Lian langsung tertidur saat pulang dari rumah Caca jadi sekarang Zeindra bisa sedikit bersantai namun pikirannya masih terus berjalan.

Apakah sesulit itu mencari pengganti Alesya buatnya? Kenapa Alesya harus pergi secepat itu? Zeindra kesepian.

Dia harus menjadi ayah sekaligus ibu buat Lian, ia lelah dengan semuanya. Ia hanya butuh seorang pengganti, hanya sesederhana itu yang dia inginkan namun begitu sulit didapat.

DUDA! (SUDAH TERBIT Di E-BOOK)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang