dua puluh sembilan

14.3K 946 27
                                    

Lelah. Satu kata yang Caca rasakan sekarang. Hanya sekedar fitting baju pernikahan namun membuatnya lelah.

"Pak saya capek banget, bajunya berat."

"Namanya juga gaun pengantin Ca jadi ya wajar dong. Lagian kamu cantik pakai itu yang warna putih."

"Ih enggak mau, itu yang paling berat karena mewah banget." Ucap Caca.

Zeindra cuma bisa cengengesan enggak jelas, calon istrinya memang menggemaskan sekali. "Yaudah terserah kamu deh mau yang mana."

Caca melihat kesana kemari lagi dan matanya tertuju pada gaun putih simple namun elegan. "Ini pak."

"Mbak, istri saya mau coba yang ini."

"Ih! Kan masih calon." Keluhnya.

"Iya deh iya calon."

Tingkah Caca bahkan semakin manja kepada Zeindra, setelah banyak yang dilalui akhirnya hari bahagia mereka semakin dekat.

Caca keluar dengan gaun putih yang dipilihnya tadi. "Kamu cantik banget."

Caca tersipu malu atas pujian dari calon suaminya itu. "Yang ini aja ya."

"Iya Caca, mbak untuk baju pria nya pilihin aja ya yang sesuai dengan gaun wanitanya."

"Enggak milih sendiri?" Tanya Caca.

"Males."

Tadinya Lian mau ikutan tapi malah ketiduran dianya jadi ditinggal deh. "Enggak nyangka ya kita udah mau nikah aja."

Zeindra mengangguk sembari tersenyum. Mengingat sulitnya perjuangan cinta mereka untuk bersatu, namun kehendak Tuhan memang sangat baik karena menyatukan mereka dalam ikatan pernikahan. "Pak, baju untuk Lian sekalian, ntar ngambek dia kalau enggak dibeliin yang sama."

"Eh iya hampir aja lupa."

Mereka juga memesan baju untuk Lian, balutan jas putih dan gaun putih nantinya akan menjadi kombinasi pesta pernikahan yang sangat mewah.

Setelah selesai fitting baju mereka pergi jalan-jalan ke mall sekalian cari-cari sepatu dan heels untuk nikahan nanti.

Caca menggandeng erat lengan kekar pria dewasa ini. "Enggak nyangka sebentar lagi saya akan menikah." Gumamnya.

"Setelah kamu nolak saya beberapa kali." Sindir Zeindra.

Caca langsung menatap Zeindra kesal. "Ih tapi tetap saya terima juga kan?"

"Iya sayang iya."

"Mulai sekarang coba jangan panggil saya 'pak' tapi panggil saya 'sayang' atau 'mas'" suruhnya.

"Aneh banget rasanya pak kalau diganti panggilannya."

"Ya masa kamu mau panggil saya bapak terus, kamu kira saya bapak kamu apa?"

Caca malah ketawa mendengar hal itu. "Iya kan bapak adalah pak duda kesayangan saya."

Sial. Bukannya kesal, Zeindra malah baper dibilang pak duda kesayangan.

"Harus panggil saya mas jangan pak."

"Yaudah iya pak."

"Hmmm." Zeindra menatap Caca sinis karena masih memanggilnya pak.

"Maksud saya iya mas Zein."

"Good girl." Zeindra menarik tangan Caca lagi untuk berjalan menelusuri toko-toko di mall ini.

"Pak eh mas, saya mau es krim dong." Tunjuk Caca ke salah satu penjual es krim.

"Mbak es krim nya satu ya."

DUDA! (SUDAH TERBIT Di E-BOOK)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang