Pagi telah datang mengakhiri malam. Sekitar pukul setengah lima pagi tadi aku sudah ke kamar mandi untuk mandi dan mengambil air wudhu, lalu setelah itu aku menunaikan shalat subuh. Saat itu Hanna masih tertidur, aku juga tidak berani membangunkannya untuk mengajaknya shalat.
Bukan aku tidak mau mengingatkan Hanna akan kewajibannya, namun aku sangat mengerti situasi kali ini betul-betul sangat baru dan asing. Aku tidak mau membuat masalah kepada Hanna pagi-pagi begini. Sudah cukup dengan kedatanganku yang membuatnya marah dan kesal. Aku tidak mau membuatnya lebih tidak suka padaku karena ulahku.
Aku merapikan tas sekolahku dan menyiapkan buku- buku ke dalamnya. Setelah itu aku menggendong tasku dan segera beranjak turun ke lantai bawah. Ini memang masih sangat pagi, masih pukul 05.30 pagi. Tapi aku sudah terbiasa rapi pada jam ini. Akupun akan berangkat sekitar 15 menit lagi.
Aku berjalan ke arah dapur, tampak Mbak Yuli sedang sibuk mempersiapkan makanan untuk sarapan nanti. Melihat itu aku jadi ingin membantunya. Aku menyimpan tasku di atas meja kecil yang ada di dapur, lalu menghampiri Mbak Yuli.
"Mbak, aku bantu lagi ya," ucapku. Sontak membuat Mbak Yuli sedikit kaget.
"Eh Non jam segini udah rapi aja pake seragam," katanya.
"Iya Mbak, sudah kebiasaan. Lagi pula Khansa memang selalu berangkat lebih pagi ke sekolah. Aku bantu ya Mbak," ucapku.
"Nggak usah, masa udah wangi, udah rapi mau bantuin masak. Nanti jadi bau lagi, keringatan juga nanti," balas Mbak Yuli.
"Nggak Mbak, dulu waktu masih di rumah juga selalu kaya gini," ujarku. Barulah setelah ucapanku itu Mbak Yuli mengizinkanku membantunya. Walaupun Mbak Yuli hanya mengizinkanku menjaga masakan saja.
"Mau berangkat jam berapa?" tanya Mbak Yuli.
"Biasanya berangkat jam enam, tapi karena jarak dari sini ke sekolah lebih jauh kayanya pukul enam kurang seperempat udah mau berangkat Mbak," jawabku.
"Sebentar lagi itu, udah sini sama Mbak lagi masaknya, cuma tinggal ini aja kok masakannya. Non belum sarapan juga kan?"
"Iya, nanti saja sarapannya di sekolah," ucapku.
"Kok di sekolah? Kamu makan saja duluan Sa di sini," timpal bibiku yang tiba-tiba saja datang ke dapur.
"Eh Bi," sapaku aku lantas menyalami bibiku ini.
"Kalau kamu mau berangkat pagi sarapan aja dulu ya," ucap bibiku lagi.
"Iya Bi," ucapku tak ingin membantah.
"Mbak, kalau sudah siap semua langsung bawa aja ke meja makan. Tapi pisahin aja dulu buat Khansa," titah Bi Santi diangguki oleh Mbak Yuli. Barulah setelah itu Bi Santi pergi dari dapur.
"Tuh, sini duduk di sana sarapan dulu, isi perut biar semangat belajarnya," ungkap Mbak Yuli.
Aku lantas menarik kursi yang ada di dekat meja kecil tadi. Setelah itu barulah Mbak Yuli memberiku makanan untuk sarapan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Khansa's Story
Teen Fiction[SELESAI] (Judul sebelumnya ; Setetes Rindu) Khansa Ulayyah, itulah aku, siswi berjilbab yang baru saja masuk ke sekolah bermayoritas siswi berseragam pendek. Sejak awal kedatanganku ke sekolah, aku sudah menjadi pusat perhatian karena penampilan y...