8. Perkemahan

34 7 0
                                    

Hempasan angin yang mengawai lembut indra peraba menemani aku dan Haura di halaman belakang. Sejak beberapa saat lalu Haura sudah sibuk mencabuti rumput liar yang tumbuh di pesekitaran halaman. Sedangkan aku sibuk menyapu dedaunan kering yang terjatuh dari pohon besar di sana.

Di antara kami tidak ada yang bersuah cakap sejak tadi. Membuat keadaan menjadi sepi. Haura pun tidak mengomel seperti biasanya. Dia terlihat ikhlas melakukan pekerjaannya. Aku jadi senang melihat banyaknya perubahan yang terjadi pada Haura. Semoga dengan ini perlahan Haura akan benar-benar berubah seperti yang diinginkan Bunda Iren dan aku juga.

"Sa!" panggil Haura memecah keheningan di antara kami.

"Ya."

"Entah kenapa baru kali ini aku melakukan hal yang nggak aku mau tanpa ngomel dan hati aku tenang-tenang aja nggak kesel," cetus Haura.

Aku tersenyum kecil, ucapan Haura sedikit menggelitik perutku. Apa Haura benar-benar baru kali ini melakukan sesuatu tanpa mengomel? Aku pikir-pikir lagi pasti iya, Haura baru kali ini tidak melakukan sesuatu tanpa mengomel dan bersumpah serapah.

"Itu tandanya kamu melakukan semua ini dengan ikhlas, Ra." Nampak kepala Haura mengangguk beberapa kali. Mungkin ia paham sekarang.

"Jadi artinya selama ini aku lakuin sesuatu sambil ngomel-ngomel itu aku nggak ikhlas ya? Ya Allah maafkan aku yang sudah tidak bersyukur ini. Gimana dong sekarang?" rengek Haura dengan mimik wajah yang sangat menggelitik perut. Lagi-lagi aku tersenyum, kali ini cukup lebar.

"Ya nggak gimana-gimana Ra, yang penting sekarang kamu ikhlas aja ngerjain itu," ucapku seraya menggeleng beberapa kali. Takluk akan kepolosan temanku yang satu ini.

Aku mengalihkan pandanganku dari Haura ke sudut lain taman ini. Namun seketika itu senyum yang tercetak di bibirku ini lenyap begitu saja. Mataku mendadak terbuka dengan lebar kala melihat sesuatu yang aneh di hadapanku.

Tidak jauh dari tempatku berdiri ada sebuah semak-semak yang cukup tinggi. Tanaman itu berguncang hebat. Padahal tidak ada angin yang bertiup kencang saat ini. Seolah ada sesuatu yang mengguncangkannya atau mungkin hal lain. Tanpa pikir panjang aku langsung mendekati Haura yang mulai berdiri dari posisinya.

"Ra!" panggilku. Lantas Haura menatapku seraya menanti ucapanku.

"Lihat kesana!" titahku sembari menunjuk semak-semak yang masih bergoyang-goyang. Terlihat kedua mata Haura menyipit. Seakan ia sedang mengamati sesuatu dengan seksama.

"Kenapa emang?" tanya Haura dengan penglihatan yang masih terfokus pada objek di depannya.

"Tanamannya gerak sendiri, nggak ada angin padahal. Kayanya ada sesuatu yang lagi sembunyi di sana deh," tebakku.

"Pasti ada orang yang sembunyi di sana Sa, cek yuk!" ajak Haura dengan tatapannya yang entahlah, pasti akan ada sesuatu yang dilakukan gadis itu.

Haura berjalan lebih dulu dariku sambil mengendap-endap mendekati objek tadi. Aku mengikuti saja apa yang dilakukan Haura. Sampai pada akhirnya kami berdua tiba tepat di dekat semak itu. Aku melihat Haura tersenyum jahil. Entah apa yang ada di pikiran Haura saat ini.

"Ada si Agas lagi ngumpet Sa," bisik Haura tepat di telingaku. Aku sedikit menyuruk kearah Haura, barulah aku juga dapat melihat wajah orang yang tengah sembunyi itu.

Itu Agas teman satu kelas kami. Entah apa kegilaan yang saat ini sedang ia lakukan. Intinya ia terlihat waspada terhadap seseorang, tapi ia kurang jeli sehingga tidak sadar kalau sekarang ada dua orang tengah memantaunya di belakang.

"Gue punya ide buat kagetin dia," ucap Haura berbisik lagi padaku. Seketika aku membelalak, Haura pasti akan berbuat jahil lagi kepada orang.

"Jangan jahil lagi Ra," ucapku sembari mengibaskan tanganku beberapa kali.

Khansa's StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang