4. Peristiwa di Toilet

62 8 0
                                    

Assalamu'alaikum semuaaa🤗

Selamat membaca yaa🥰

❇ ❇ ❇

Matahari yang menyoroti bumi menemani hariku di SMA Gemilang. Hari ini mungkin sudah hari ke-17 aku menginjakkan kaki di sini. Aku juga merasa mulai menyukai sekolah di tempat ini. Mungkin karena ada Haura yang senantiasa mendampingiku. Atau teman-teman lelaki di kelas yang selalu menghiburku dengan guyonan mereka.

Ungkapan tak kenal maka tak sayang itu nyatanya memang benar. Awalnya aku merasa tidak nyaman bersekolah di SMA Gemilang, mungkin karena aku belum tahu seperti apa tempat ini. Namun seiring dengan waktu, kini aku sadar betapa menyenangkannya bersekolah di sini. Sungguh kehendak Allah merupakan sebuah nikmat yang luar biasa besar untuk makhluknya.

Denting bel menyeru khalayak siswa-siswi SMA Gemilang menuju waktu terindah untuk beristirahat singkat. Aku melirik jam dinding yang bertengker di persinggahannya di atas papan tulis. Masih ada waktu untuk melaksanakan shalat dhuha.

Aku menepuk tangan kiri Haura yang ada di atas meja dengan pelan. Lantas membuat gadis yang sedang berkutat dengan bukunya itu menoleh padaku dengan tatapan heran. Seolah berkata apa yang ingin aku katakan padanya.

"Kamu lagi halangan nggak Ra?" tanyaku. Haura menggeleng singkat, lalu bertanya kepadaku, "kenapa emang?"

"Ke masjid yuk! Shalat dhuha," ajakku.
Haura mengerutkan keningnya lagi. "Emang masih ada waktu?"

"Ada, yuk!" ajakku sekali lagi.

Setelah mendapatkan jawaban dariku, Haura segera mengemasi barangnya ke laci meja.

"Yuk Sa!" Haura bangkit dari kursinya, begitupun aku. Kami pun langsung beranjak menuju masjid yang ada di sekolah.

Sudah beberapa hari ini aku sering mengunjungi masjid yang cukup besar itu. Aku pun sering sedih juga kalau berada di sana. Menggingat tak banyak siswa maupun siswi yang beribadah di sana. Hanya beberapa orang yang jumlahnya bisa dihitung oleh jari.

Dunia memang sudah terlalu tua. Manusia juga banyak yang jauh dari ajaran agama. Mereka bersikap seolah urusan dunia jauh lebih penting ketimbang urusan akhirat. Seakan mereka akan hidup selamanya di dunia yang nyatanya hanya sementara ini.

Aku menggeleng beberapa kali, menyadarkan diri dari lamunan yang terasa menusuk hati. Bahkan sampai membuatku tidak menyadari kalau kini aku dan Haura telah tiba di depan masjid SMA Gemilang.

Aku dan Haura melepas sepatu kami, lantas segera beranjak menuju kamar mandi khusus wanita untuk mengambil air wudhu. Selepasnya kami segera memasuki masjid dan melaksanakan shalat dhuha bersama siswa lainnya.

Untuk yang kesekian kali aku kembali mengetahui sesuatu yang istimewa dari teman semejaku ini. Dilihat dari sampul luar, ia tampak seperti seseorang yang kebanyakan menyepelekan ibadah. Tapi Haura tidak seperti itu. Kentaranya ia sangat taat ibadahnya. Tak pernah melewatkan yang 5 waktu beserta ibadah sunnah yang lain. Hanya satu yang membuatnya nampak rampung. Haura belum berjilbab dan menutup auratnya.

Aku hanya bisa berdoa agar Allah segera membuka hati Haura. Supaya ia mau menutup auratnya. Tak lagi keluar rumah dengan pakaian yang menampakkan aurat.

Aku melipat mukena yang selesai aku gunakan. Lantas menaruhnya kembali ke lemari mukena yang berada tak jauh dari posisiku. Aku melirik Haura yang juga sedang melipat mukena di tempatnya. Lalu ia menghampiriku ke dekat lemari.

"Ke kantin?" tanya Haura seraya menaruh mukena ke dalam lemari.

"Boleh, ayo!" sahutku.

Haura menggandeng tanganku. Kemudian kami pun keluar dari masjid sekolah. Aku dan Haura duduk di tangga depan masjid. Lalu memakai sepatu kami.

Khansa's StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang