23. Inikah Perpisahan? (End)

109 10 0
                                    

Kelopak mata terbuka dengan perlahan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kelopak mata terbuka dengan perlahan. Seraya merasakan kepalaku yang terasa berat. Aku mendongak, melihat keadaan di sekitarku yang gelap. Dengan gamang aku mencoba berdiri. Menegakkan tubuh yang terasa kaku.

Dalam kebingungan yang masih mengisi otakku. Sekali lagi mataku berkeliling, memastikan bahwa aku benar-benar masih berada di gudang sekolah. Dengan perasaan yang lagi-lagi berkecamuk aku menggigit bibir dalamku. Mencoba meredam tangis yang lagi-lagi memberontak meminta di lampiaskan.

Aku menutup wajahku dengan kedua telapak tangan. Mencoba menenangkan perasaanku dan rasa bingung yang mendominasi. Sebenarnya ada apa denganku? Kenapa aku bisa tidak sadarkan diri selama ini?

Aku menurunkan kedua tanganku dari wajah. Aku melihat ke sekitarku. Walaupun gelap namun ada sedikit cahaya remang-remang dari rembulan di luar gudang. Aku menghembuskan nafasku kasar. Mungkinkah aku akan terjebak di tempat ini semalaman?

Malam-malam seperti ini tidak akan ada orang di sekolah. Bagaimana caraku bisa keluar sekarang? Bagaimana dengan Bunda, Haura dan orang-orang terdekatku? Mereka pasti sedang mencemaskanku saat ini.

Aku menunduk, menatap ujung sepatuku seraya merenung sendu. Sekali lagi seluruh wajahku terasa memanas. Pelupuk mataku perlahan terasa penuh oleh cairan bening yang kini mulai menghalangi pandanganku. Dalam detik selanjutnya air mata mulai menetes di kedua belah pipiku.

Tubuh yang berdiri seraya bersandar di pintu kayu perlahan mulai kehilangan kekuatannya. Hingga lagi-lagi aku terduduk lemas di lantai. Aku menggigit bibir bawahku keras. Menahan tangis yang tak larat lagi untukku tahan. Hingga akhirnya aku menutup mulutku dengan kedua tanganku. Mencoba meredam isak yang kian lama terus menyayat hatiku. Mengoyaknya hingga terasa begitu pedih. Memukul hingga dadaku rasanya begitu sesak untuk mengambil udara.

Aku menutup seluruh wajahku menggunakan telapak tangan. Terisak sendiri dalam keheningan malam. Dalam kesendirian yang begitu jelas di ambang mata.

Dalam beberapa saat aku bertafakur, kiranya apa yang mesti aku perbuat untuk saat ini. Aku menyapu jejak air mata di pipiku. Kemudian segera berdiri dari posisiku sebelumnya. Beranjak mencari sesuatu yang mungkin bisa aku pakai untuk membuka pintu.

Namun karena keadaan ruangan yang cukup gelap membuatku kesulitan melihat barang-barang yang ada di sekelilingku. Bahkan aku sempat tersandung sesuatu.

Braakk

Sesuatu terjatuh tepat dari atas lemari. Untung saja aku sempat menghindar. Kalau tidak mungkin aku sudah terluka dan tak sadarkan diri lagi. Aku memegang dadaku yang berdebar hebat. Seraya mengucapkan istighfar tanpa henti sejak tadi.

Tidak lama dari kejadian itu ada sebuah cahaya tersorot dari jendela kecil yang ada di atas pintu. Cahaya yang nampaknya dari sebuah senter yang di arahkan seseorang. Detik itu juga aku kembali ke belakang pintu. Tak ingin membuang waktu dan kesempatan lagi.

Khansa's StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang