Prolog

287 10 0
                                    

Assalamu'alaikum pembaca semua...

Selamat datang di ceritaku yaaa...
Sebelumnya ada beberapa hal yang mau aku sampaikan tentang cerita ini

Ceritaku kali ini emang beda dari ceritaku sebelumnya,, malahan sangat bertolak belakang karena udah jelas juga dari genrenya yaa...

Cerita yang aku tulis kebanyakan romance dan ya gitulah isinya yang pacaran" gitu,, sangat jauh dengan cerita ini.. karena kali ini,, cerita baruku ini punya unsur religi yang banyak sekali,, tapi tetap ada cinta"nya dikit deh sebagai pemanis hehe😁

Ibaratnya aku lagi nyari jati diri gitu,, jadi berbagai genre cerita yang sekiranya menarik, aku coba buat tulis,, karena jujur aja aku mau tahu banget genre apa aja yang cocok buat aku tulis hehe😁 sekalian belajar hal baru dan nyari pengalaman😁

Btw sebenarnya cerita ini tuh udah aku tulis sampe tamat, sekitar akhir tahun 2021. Karena waktu itu ada proyek nulis gitu di sekolah hehe...

Dan setelah satu tahun lebih lamanya naskah cerita ini aku simpen. Akupun memutuskan untuk publis cerita ini di Wattpad hehe😁 Soalnya kalo di simpen aja sayang banget rasanya😁

Udah deh itu aja hehe,, makasih udah mau baca curhatanku ini hehe,, langsung baca aja yaaa guyss...

Dan kalau semisal ada yang salah dalam ceritaku sekecil apapun, mau itu kesalahan ketik ataupun kekeliruan dalam penyampaian,, mohon untuk dibenarkan dan kasih tahu aku ya teman-teman 🙏☺️

Jujur aja aku agak gimana gitu mau publis cerita ini,, soalnya temanya religi gitu dan pasti isinya banyak berkaitan dengan hal hal religi,, aku masih belajar di sini, jadi mohon bantuannya 🙏☺️

Selamat membaca semuanya🥰

❇ ❇ ❇

Tatkala angin menemani langkahku yang cukup padi. Tersirat rasa gelisah yang tak bisa aku mengerti. Sebuah hal yang berlainan membuat suasana menjadi senjang saat ini.

Penampilan yang berbeda dari kebanyakan siswi patut menjadikanku pusat perhatian saat ini. Tak nyaman, mungkin itu yang aku rasakan. Namun apa boleh buat? Jilbab yang aku kenakan ini memang bentuk kewajiban seorang muslimah. Aku tak mungkin melepasnya hanya karena beradaptasi.

Dikatakan aku masuk sekolah yang salah, mungkin benar. Seharusnya aku tidak masuk ke SMA dengan mayoritas siswi berseragam pendek. Alaminya sebelum ini aku adalah seorang santriwati di suatu pondok di pelosok desa.

Namun, mungkin Allah punya rencana yang terbaik di balik semua ini. Yang patut aku lakukan saat ini hanyalah bersyukur padanya.
Aku menghela nafas dalam-dalam, lalu menghembuskannya perlahan. "Ini sebuah ujian dari Allah untukmu Khansa. Maka kamu haruslah bersyukur dan tetap tawakal kepada Allah. Jalanilah hari-harimu ini dengan selalu mengingat Allah." Aku tanamkan kalimat itu dalam benakku setiap saat. Aku yakin atas izin Allah semua ujian ini akan terlewati dengan mudah bila aku mensyukurinya dan terus bertawakal kepada Allah.

"Permisi!" seru seorang mengagetkanku. Sontak aku berbalik kebelakang. Kutemukan seorang lelaki tinggi mengenakan celana abu-abu panjang, berkemeja putih dan berjas hitam khas SMA Gemilang berdiri di depanku.
Aku sedikit terbelalak mendapati kehadirannya yang tiba-tiba. Namun tak lama dari itu pantauanku beralih pada benda yang ia sodorkan padaku. Itu sebuah buku usang yang sangat aku sayangi.

"Terjatuh," ungkapnya.

Sesegera mungkin aku mengecek tasku, ternyata sedikit terbuka. Langsung saja aku mengambil buku harianku dari tangannya.

"Makas-" Belum sampai aku selesai berucap, lelaki berwajah dingin itu sudah hengkang begitu saja. Sungguh aneh.

Aku menggeleng sekejap, kemudian segera memasukan bukuku ke dalam tas. Aku sudah sedikit terlambat menemui kepala sekolah. Ini hari pertama aku bersekolah di SMA Gemilang dan aku tidak ingin terlambat di hari penting seperti ini.

❇ ❇ ❇

Derap langkahku mengiringi langkah seorang wanita paruh baya di depanku. Fisiknya semampai dan tampak awet muda. Rambutnya di gelung rapi dan wajahnya cantik. Dia Bu Mirna, wali kelas di kelas baruku.

Setelah ke ruangan kepala sekolah, aku langsung menuju kelasku bersama Bu Mirna. Sudah ku duga, tatapan itu lagi yang kudapat di kelas baru ini. Entahlah, semua orang nampaknya sangat asing dengan caraku berpakaian. Rok panjang, jilbab panjang, apa mereka tidak pernah melihat seseorang berpakaian sepertiku? Kenapa tatapan mereka terlihat seolah tak pernah melihat orang berkerudung saja.

"Selamat pagi semuanya?" seru Bu Mirna.

"Pagi Bu!"

"Nah hari ini kelas kita kedatangan murid baru. Silahkan perkenalkan diri kamu!" ujar Bu Mirna, mempersilahkanku memperkenalkan diri.

"Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Hai semuanya, perkenalkan nama saya Khansa Ulayyah. Saya harap teman-teman semua bisa senang berteman dengan saya," ungkapku memperkenalkan diri.

"Hai Khansa!" sapa semua orang di dalam kelasku. Aku melebarkan senyuman ke arah mereka.

"Khansa, silahkan kamu duduk ya!" titah Bu Mirna.

Aku mengangguk lalu mengalihkan pandangan mencari kursi kosong. Yang kulihat, ada tiga kursi kosong di kelas ini. Di barisan paling belakang ada satu meja kosong dan di meja kedua pun ada satu kursi kosong. Otomatis aku berjalan menuju kursi di meja kedua. Aku tidak mau duduk terlalu di belakang. Lagi pula di meja kedua itu ada seorang siswi yang duduk, aku tidak akan sendirian.

"Kursi ini kosong?" tanyaku pada gadis berambut panjang itu.

"Kosong," balasnya santai.

"Aku boleh duduk di sini?" tanyaku lagi.

"Lebih baik kamu duduk di kursi belakang saja," ucapnya.

"Yang duduk di sini sedang absen ya?"

"Nggak, gue cuma nggak mau lo susah karena duduk di sini."

"Susah kenapa? Malah aku bisa lebih susah kalau duduk di belakang sendirian. Aku di sini saja ya?" ucapku agak memaksa.

"Ya baiklah, duduk saja."

Mendengar jawabannya aku pun duduk di sampingnya. Walau rasanya masih canggung dan tidak enak. Pasalnya tatapan semua orang masih tertuju padaku. Tatapan yang entah apa artinya, namun berhasil membuatku tak nyaman.

"Nama lo Khansa?" tanya gadis di sampingku cukup membuatku tersadar dari lamunanku.
Aku menoleh ke arahnya sambil tersenyum. "Iya."

Terlihat gadis berambut panjang itu mengangguk-anggukan kepalanya.
"Nama gue Haura Sadiah."

Sekilas kucuatkan senyuman pada Haura dan kembali fokus pada pembelajaran yang akan berlangsung.

Kendati banyak hal yang terlihat bertentangan disini. Namun semua kupasrahkan pada rab yang menciptakan alam semesta. Pada-Nya yang telah menyusun skenario terindah dalam kehidupan hamba-hambanya.

Inilah hidup baruku, babak baru dari skenario yang telah Allah tulis pada lembaran takdirku. Aku sekedar cakap untuk patuh laksana seorang pemeran. Tanpa mampu menentang akan kehendak-Nya.

Bersama harapan yang senantiasa kugenggam, bersama mimpi yang tak luput kujinjing. Mari simak bagaimana takdir menuntunku kekisah baru yang penuh kejutan.

-Khansa's Story-

Khansa's StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang