17. Jarak

33 14 7
                                    

     Tell Abel how it feels to be ignored!

Sejak kejadian kemarin siang, hubungan Aga dan Abel menjadi renggang. Entah siapa yang lebih dulu memulai ini.

Walau sebenarnya kalian pasti tahu jelas siapa.

Abel dari semalam menegaskan pada dirinya untuk bersikap abai pada Aga, terserah apa yang mau cowok itu lakukan Abel tidak peduli.

Namun, pagi ini saat dirinya hendak berangkat sekolah, Abel menyempatkan diri untuk membuat sarapan (walau itu cuma sepotong roti dengan selai coklat).

Gadis itu menghela napasnya lelah. Ternyata mengabaikan seseorang itu tidak semudah yang dibayangkan. Padahal jelas-jelas semalam dia—dengan mata sembab dan muka yang ikut memerah—berkata, "BODO, GUE NGGAK PEDULI LAGI SAMA AGA, BODOAMAT TUH ORANG MAU APA. AING TEU PADULI DEUI KA SI ETAAAA!"

Dan Abel ingat sekali setelah dia berteriak seperti itu air matanya mendadak banjir, suara tangisannya lebih keras dibandingkan sebelumnya. Hah! Abel juga tidak peduli kalaupun saat itu Aga merasa terganggu dengan suaranya.

Abel berniat memanggil Aga untuk sarapan, belum sempat Abel mengetuk pintu kamar cowok itu, si empunya kamar sudah membukanya terlebih dahulu. Abel hendak mengatakan, "sarapan, Ga," tapi ia urungkan, melihat tampang Aga yang tak ubahnya seperti kemarin siang. Dingin dan—Abel harus mengakui ini—begitu menakutkan.

Tanpa tedeng aling-aling cowok itu melewati Abel dan berjalan keluar. Abel mencoba mengejar. Namun, she failed. Aga keburu membawa mobilnya melaju kencang menjauhi rumah mereka.

Hal ini membuat sebuah ruang di ujung hatinya mendadak sesak. Dia terlalu mengecewakan, kah?

"Ya Allah.. kenapa sih hamba-Mu ini begitu plin-plan?" Lirihnya dengan suara tercekat. Raut wajahnya begitu sendu, kedua matanya sembab dengan kantung mata menghitam karena menangis semalaman. Wajahnya pucat, rambut gelombangnya nampak tidak tertata dengan rapi, beberapa helai rambut mencuat ke sana-sini. Abel lebih terlihat seperti mayat hidup ketimbang manusia.

Abel tidak tahu harus bersikap seperti apa. Di satu sisi, dia sangat kesal (bahkan marah) saat Aga berlaku seperti itu padanya, setidaknya cowok itu makan satu gigitan saja agar dia memiliki tenaga.

Namun, di sisi lain, Abel sadar, sadar seratus persen kalau ini adalah buah dari pertengkarannya kemarin. Abel yang memulainya.

Gadis itu mengembuskan napasnya pelan, seharusnya dia sadar diri, tidak boleh berpikir kalau Aga akan memiliki segudang kesabaran lagi untuknya.

Kemarin adalah pertengkaran pertama mereka. Dan yang paling menjengkelkan adalah kenyataan bahwa dirinya yang memulai. Iya, Abel merasa jengkel dan sebal pada dirinya sendiri. Lihat akibat yang ia timbulkan, cowok yang biasanya selalu menyebalkan di matanya kini berubah menjadi sosok paling dingin yang pernah Abel kenal.

Memang baru semalam, namun, rasanya... Sangat menyebalkan.

Dan keadaan menyebalkan itu harus Abel rasakan selama satu Minggu penuh!

Ah shit! Bahkan ketika seminggu sudah berlalu pun tak ada hal yang berubah di antara keduanya. Baik Aga maupun Abel sama-sama bertahan dengan egonya masing-masing, tidak ingin mengalah apalagi terkalahkan.

Abel sangat ingin mengatakan maaf pada cowok itu. Percayalah.. bukan ini yang ia mau, kenapa Aga terlihat begitu marah hanya karena Abel meminta sebuah perpisahan. Mungkinkah cowok itu memiliki sebuah perasaan khusus padanya? Itu tidak mungkin, sebuah keajaiban bila memang benar itu terjadi. Mereka terlalu tak masuk akal untuk disatukan.

IN BETWEENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang