Kini keduanya sampai di hunian baru mereka. Aga membuka pintu mobil lalu membuka bagasi, mengeluarkan semua barang-barang yang mereka bawa, dibantu Pak Gun.
Abel pun sama, membantu Aga menurunkan barang-barangnya yang sangat banyak—lebih dari dua koper milik Abel semua, sedang satu koper milik Aga. Maklum cewek.
"Ini barangnya taro di dalam Den? Non?" Tanya Pak Gun.
"Gausah Pak, di sini aja dulu," sahut Abel.
"Oh baik non, kalo gitu saya teh pergi dulu non." Lalu Pak Gun melenggang pergi dengan mobil yang ia kendarai.
Abel berdecak kagum. Rumah barunya ini tidak terlalu besar, juga tidak terlalu kecil—pas sekali. Depan rumah yang menampakkan area carport dengan garasi, dan area taman depan yang penuh dengan bunga dan tanaman hias lainnya, membuat rumah ini terkesan hijau. Benar-benar selera Abel banget.
Hm.. Abel yakin design interior rumahnya juga pasti tak kalah keren dengan yang di luarnya. Kemungkinan besar Abel akan betah di sini.
Siapa yang memilihkan rumah ini? Abel akui seleranya bagus, sebagus seleranya tentu saja.
Aga berjalan menuju rumah mereka. Abel yang merasa ditinggal menghentakkan kakinya kesal.
"Woy Aga! Bantuin gue napa si! Enak banget Lo main pergi-pergi aja," teriaknya. Aga berbalik menoleh, tangannya menggantung di udara. Berniat membuka rumahnya.
"Itukan punya Lo, bawa sendiri lah. Lagian suruh siapa bawa banyak-banyak gitu?" Ujar Aga ketus.
Abel mengerucutkan bibirnya kesal. Aga itu benar-benar menyebalkan. Ingin sekali Abel tendang tubuh cowok di depannya itu sampai menubruk tanah.
"Dasar suami gada akhlak Lo!" Sergah Abel sembari berjalan melewati Aga, meninggalkan koper-kopernya yang kemungkinan isinya dosa semua—berat banget.
Aga mengangkat sebelah alisnya bingung. Mempertanyakan dalam hati siapa yang lebih tidak punya akhlak—dirinya atau Abel. Tapi Aga pikir Abel sih yang lebih tidak berakhlak. Maklumi saja, dia itu suka tidak sadar diri.
"Lo kali, istri gada akhlak. Awas aja Lo ntar malem kagak gue lepas," seloroh Aga dengan ekspresi datarnya yang terlihat begitu menyebalkan di mata Abel.
"Dih kagak gue kasih ye."
Hoho sepertinya Abel memang ingin sekali digoda oleh dirinya. Baiklah dengan senang hati Abang Aga layani.
"Gue paksa gimana? Gue cekokin pake video dulu kali ya?" Goda Aga semakin menjadi-jadi.
Abel bego! Ngapain sii harus nanggepin dakjal kek dia. Abel mengumpat dalam hati, lupa bahwa seorang Aga mulutnya seperti dikasih oli. Licin banget.
Bukan tanpa alasan Abel mengganti panggilannya ke Aga, tetapi karena sikap Aga yang makin kesini bukan tengil lagi, tapi seperti DAKJAL!!!
Aga masih setia dengan seringainya. "Gimana Bel? Mau gak? Jangan salahin gue ya kalo besok gak bisa jalan."
"Dahlah-dahlah apaan si? Ngomongnya gak banget. Siniin kunci rumahnya," pinta Abel di akhir kalimat. Sungguh! Abel gedeg banget lihat muka Aga yang masih senyam-senyum tidak jelas seperti itu.
Mana mukanya sudah memerah malu lagi. Menurutnya membicarakan hal seperti tadi itu sangatlah tabu bagi Abel. Apalagi membicarakannya bareng cowok. Abel bergidik ngeri. Ya walaupun cowok yang dimaksud suaminya sendiri.
Suami? Hahaha sudah mulai mengakui bahwa seorang Sagara adalah suaminya?! Abel tidak percaya akan apa yang sudah terjadi pada otaknya.
Begitu membuka pintu, gadis itu berdecak kagum. Dugaan Abel seratus persen benar. Begitu memasuki rumah, dia sudah disambut oleh ruang tamu yang cukup luas dengan penataan perabot yang pas dan sekali lagi sangat sesuai dengan ekspektasinya. Dan yang paling penting adalah, sekat yang membatasi ruang tamu dengan ruangan lain, karena menurutnya menjaga privasi itu sangatlah penting.
KAMU SEDANG MEMBACA
IN BETWEEN
RomancePERINGATAN!! MEMBACA CERITA INI AKAN MEMBUAT KALIAN TAU APA ITU ✨𝓚𝓮𝓼𝓪𝓫𝓪𝓻𝓪𝓷✨ Abel pikir hidupnya akan baik-baik saja ketika orang tuanya pergi ke London. Ia pikir jika dirinya tinggal sendirian dirinya akan bebas dari tuntutan orang tuanya. ...