Abel turun dari motor Azka, dia kemudian menyerahkan helm-nya pada gadis yang tadi sudah ikhlas lahir batin memberikan tebengan pada dirinya.
"Makasih Ka, mau mampir dulu gak?" Tawarnya sekadar basa-basi.
Setelah menerima helm dari Abel, Azka memiringkan kepalanya menatap rumah besar nan mewah milik Abel. Eh ralat! Milik orang tua Abel maksudnya. Kalau itu milik Abel sendiri, saat itu juga mungkin Azka langsung sungkem pada Abel meminta maaf atas segala kebar-baran yang pernah ia lakukan pada gadis itu.
Mayan.. punya temen tajir itu banyak untungnya. Ungkap batinnya.
"Kalo gue mampir, Lo mau ngasih minum apa?" Ujar Azka yang berhasil membuat Abel menatapnya tajam.
"Air sepiteng! Mau gak?" Ketus Abel. Azka tergelak senang berhasil membuat temannya itu kesal.
"Idih galak amat si Eneng geulis," goda Azka. Tangan gadis itu tergerak untuk mencolek dagu Abel.
Abel menepis kasar tangan Azka. "Najis Lo! Jijik aku jijik!"
Tawa Azka pecah. Selalu puas melihat wajah tertekuk Abel, karena menurutnya itu adalah sebuah hiburan. Berbeda dengan Abel, gadis itu menatap sinis Azka. Bisa-bisanya dia memiliki teman kurang waras seperti Azka. Abel jadi ragu, apakah saat pembagian otak, dulu Azka terlambat? Atau bahkan tidak hadir? Melihat tingkah naudzubillah Azka yang semakin hari semakin kronis saja.
"Dahlah gue mau pulang, kangen sama kasur, dari tadi pagi belum gue manjain," ujar Azka.
"Yodah hati-hati. Kalo ada lampu merah berhenti, ntar Lo mah terobos bae."
"Emang kenapa?"
"Ntar mati lah bege!"
"Kalo mati kenapa? Oh iya ntar si Eneng gak ada belahan jiwanya lagi ya?"
"Gak lah dih! Ntar gak ada bahan julid lagi."
Azka kembali tertawa, hanya sebentar karena dia sudah bersiap pergi. "Yodah gue pulang dulu Bel."
"Iya udah gih Sono."
Setelah itu motor Azka sudah melaju membelah jalanan. Kini tinggal Abel sendirian di depan rumahnya.
Abel memasuki rumahnya dalam keadaan hening. Gadis itu sudah tidak heran bila pulang ke rumah mendapati keadaan yang sepi seperti ini.
Karena merasa haus Abel kemudian berjalan menuju dapur untuk mengambil air. Saat melewati ruang keluarga ia melihat tas kerja mamanya yang tergeletak di sofa. Kalau mamanya sudah pulang, lalu dimana mamanya sekarang? Abel mengedikkan bahunya tak acuh.
Setelah puas dari dapur, gadis itu kemudian berjalan menaiki tangga menuju kamarnya yang berada di lantai dua. Saat melewati kamar orang tuanya, Abel tak sengaja melihat orang tuanya tengah mengobrol dari celah pintu yang sedikit terbuka.
"Ini yang terbaik buat Abel ma, papa sudah memikirkannya matang-matang." Terdengar suara papanya. Mendengar namanya disebut Abel menjadi penasaran. Gadis itu kemudian merapatkan tubuhnya kedinding untuk mendengar lebih jelas apa yang mereka obrolkan.
"Tapi nggak gini juga pa, Abel masih terlalu muda untuk melakukannya. Mama gak tega kalau harus Abel yang melakukan ini semua." Kali ini giliran suara mamanya yang terdengar.
"Mama tau kan? Banyak faktor hingga hal ini harus terjadi. Emangnya mama pikir papa tega? Nggak ma, papa sama nggak teganya."
Abel semakin penasaran dengan apa yang terjadi. Rasa penasarannya bertambah saat mendengar suara isakan tangis dari mamanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
IN BETWEEN
RomancePERINGATAN!! MEMBACA CERITA INI AKAN MEMBUAT KALIAN TAU APA ITU ✨𝓚𝓮𝓼𝓪𝓫𝓪𝓻𝓪𝓷✨ Abel pikir hidupnya akan baik-baik saja ketika orang tuanya pergi ke London. Ia pikir jika dirinya tinggal sendirian dirinya akan bebas dari tuntutan orang tuanya. ...