19. Hancur

29 6 2
                                    

Tanpa membuang waktu lagi, Abel segera berlari menuju kamarnya dan menutup pintu kamar tersebut dengan suara bantingan.

Tubuhnya lirih ke lantai yang dingin. Tangis Abel pecah membanjiri muka hingga baju bagian atas yang ia kenakan basah.

Selama tujuh belas hidupnya Abel pernah menangis dengan sangat histeris ketika dirinya pindah ke London saat kelas 1 dulu, dan harus meninggalkan semua teman-temannya.

Sekarang, rekor tersebut dipatahkan oleh dirinya sendiri-hari ini. Walau tidak dengan acara guling-guling di lantai seperti kala itu, tetapi rasanya sungguh berkali-kali lipat lebih sakit daripada harus meninggalkan semua teman-temannya.

Karena saat ini Abel yang merasa ditinggalkan.

Masih ingat sekali di otaknya kala ia melihat Aga dengan tubuh sempoyongan dan penampilan yang acak-acakan, sedang dituntun masuk oleh seorang perempuan berambut sebahu dan berpakaian sangat minim.

Apa yang telah terjadi? Kenapa Aga sampai pulang jam tiga Shubuh dengan dituntun seorang perempuan? Apa yang sudah terjadi?

Apa.. yang mereka lakukan sebelumnya?

Berbagai pikiran negatif berputar-putar di pikiran Abel. Apakah mungkin Aga-

Abel menjambak rambutnya keras-keras, dia sudah tak tahan dengan pemikirannya. Benarkah Aga-"HENTIKAN ABEL!!" Teriak gadis itu dengan suaranya yang keras.

Abel sampai tidak bisa membayangkan betapa hancur hatinya karena terlalu sakit melihat pemandangan tadi di depan matanya. Tuhan benar-benar hebat membuatnya merasa sangat jatuh, hingga rasanya Abel tak sanggup membayangkan apa yang akan terjadi nanti ke depannya.

"Ya Allah.. baru-mau minta maaf, loh.." rintihnya dengan suara tersendat-sendat.

Hatinya terasa nyeri melihat tangan perempuan itu melingkar di pinggang Aga, dan melihat tangan Aga yang juga ikut-ikutan melingkar di sekeliling bahu perempuan itu. Padahal Abel sendiri sebagai istrinya selama kurang lebih 4 bulan ini belum pernah melakukan hal se-intim itu-setidaknya dengan sengaja, ia belum.

Gadis yang penampilannya sangat kacau itu memukul-mukul dadanya sendiri dengan tangan terkepal. Kenapa? Kenapa disaat dia ingin meminta maaf dan memperbaiki hubungannya dengan Aga, adaaa saja yang membuatnya gagal. Sekarang, apakah masih ada kesempatan untuknya berbaikan dengan Aga, setelah kejadian ini?

Abel memeluk kedua lututnya, menumpukan kepalanya yang sudah berdenyut nyeri ke atas lututnya.

Abel benci! Benci ketika hatinya terasa sangat lemah seperti ini. Hubungannya dengan Aga tidak se-spesial itu. Ada apa dengan hatinya?

Gadis itu mengacak-acak rambutnya sarat akan kefrustrasian yang ia rasakan. Bisakah.. bisakah dia abai saja? Ini terlalu sakit.

Apakah.. perceraian memang akhir untuk hubungan mereka?

Sungguh?

***
Abel membuka matanya dengan berat. Sudah pagi ternyata. Ia mengedarkan ke sekelilingnya-ah.. ternyata dia masih ada di belakang pintu dengan posisi memeluk lutut.

Gadis itu meringis saat kepalanya tiba-tiba berdenyut nyeri. Dia ingat semalam dirinya itu tengah menangis dan mungkin setelahnya ketiduran karena lelah mengeluarkan air mata terus-menerus.

Abel mengembuskan napasnya penuh lelah. Rasa sakit itu kembali menyerang hatinya. Semalaman ia menangis, apakah Aga mendengarnya?

Sekali lagi, kristal bening itu turun melewati pipinya yang pucat. Abel menampar dirinya sendiri dengan keras, "kenapa harus nangis sih, Bel? Lo kenapa, bukannya Lo yang dari awal minta cerai terus? Lo kenapa sih, Bel, kenapa?!" Geramnya pada diri sendiri.

Perlahan Abel bangkit berdiri, lalu melakukan sedikit peregangan pada tubuhnya yang terasa begitu kaku dan pegal. Abel mendesah kasar melihat keadaan kamarnya yang sangat berantakan.

Ugh! Bahkan Abel tidak akan menyalahkan siapapun yang mengatakan kalau kamarnya ini lebih mirip seperti pembuangan sampah dibanding tempat manusia bersantai ria.

"Kali ini aja, Bel, Lo bersihin dulu kamar, jangan nangis lagi," gumamnya.

Abel melirik ke arah jam di dinding. Hampir setengah enam. Masih bisa kali ya buat shubuhan.

Setelah semua hal ia lakukan—sholat, membereskan kamar, dan mandi—Abel pergi menuju lantai bawah, dia harus menyiapkan sarapan untuk dirinya dan.. Aga.

Mengingat nama itu membuat hati Abel kembali sakit. Kejadian semalam masih terngiang-ngiang jelas di otaknya. Bahkan ketika Abel mengambil dua piring dari lemari piring Abel merasa begitu kosong. Sanggupkah dia harus ke kamar cowok itu untuk menyuruhnya makan, atau ia biarkan saja sampai Aga merasa lapar sendiri?

Abel menatap dua piring yang sudah berjejer rapi menunggunya meletakkan nasi di atasnya. Bolehkah ia egois—sekaliii saja.. Abel tidak mau menyiapkan sarapan untuk cowok yang jelas-jelas mengkhianatinya.

Cih! Mengkhianati? Benar 'kan? Apalagi kosakata selain mengkhianati untuk suami yang pulang pagi sekali bersama perempuan yang bukan istrinya?

Abel menggigit bibir bawahnya untuk menahan desakan suara senggukan yang akan keluar dari mulutnya.

Abel mengumpat dalam hati melihat betapa lemahnya dirinya. Tidak bisakah dia tidak menangis barang satu jam saja?

"Aga—jahat!" Cicitnya dengan suara yang tersendat bersamaan dengan air mata yang kembali turun membasahi pipi pucatnya.

***
Abel menghentikan langkahnya saat akan menuju pintu depan. Dia melihat Aga yang tengah berdiri di depan kulkas sembari tangannya memegang ponsel di dekat telinga.

Melihat Aga dari belakang seperti ini membuat hati Abel lagi-lagi terasa tercubit. Cowok di depannya itu—ah sudahlah! Abel tidak mau membahasnya untuk saat ini. Untuk saat iniii saja Abel tidak mau menangis.

Awalnya Abel berniat untuk melanjutkan langkahnya, dia mau ke minimarket beli sabun cuci. Dia berencana untuk mencuci baju-baju kotornya selama beberapa hari ini. Sejak pertengkarannya dengan Aga waktu itu, Abel sudah tidak mencuci atau menyetrika baju cowok itu lagi.

Namun, agaknya ia harus menunda langkahnya lagi saat dia tidak sengaja mencuri dengar percakapan Aga dengan Si Penelepon.

"Jangan sampe telat makan, loh, Ga. Kamu semalem lemes banget."

"Iya-iya, jangan bawel terus."

"Dibilangin yaa nggak nurut terus. Yaudah aku mau pergi dulu, bye Aga, love you."

"Hemm.."

Abel menutup mulutnya rapat-rapat menggunakan kedua tangannya. Dengan langkah perlahan ia berbalik dan kembali ke kamarnya.

Ia tidak menyangka kalau Aga benar-benar mengkhianatinya.

Aga berselingkuh.

"Mungkin emang ini akhirnya.. hancur."

***

HAIIII!!

Wihhh nggak kerasa ya In Between udah part 19 aja. Gue sendiri nggak nyangka loh.. dulu bikin cerita tuh nggak sampe 10 chapter udah diunpub. Wihh nhhak nyangka gue.

Yaa.. ini semua berkat kalian juga kok cuuyy yang udah mau baca, vote, komen, Ishhh bikin gue seneng bangeeeettt😆😆😆

Makasih yaa..
Bayyyy

28 April 2021

IN BETWEENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang