🤫🤫🤫
"Jadi, kita udah baikan nih, Bel?"
Abel menghentikan suapan terakhir untuk Aga. Dia menghela napas kasar mendengar pertanyaan yang sudah ia dengar berulang-kali itu dari cowok di depannya.
Dengan lirikan mata tajamnya, Abel menjawab dengan ketus. "Bisa nggak sih, nggak nanya itu-itu mulu? Capek banget dengernya."
"Ya makanya jawab yang bener dong Beeell ...!" Geram Aga dengan mulut yang penuh dengan makanan.
Abel meletakkan piring yang sudah kosong ke atas balas dengan sedikit kasar, lalu kembali menatap Aga. "Ya menurut Lo Ga, setelah gue malu karena salah paham begini, terus kita masih harus berantem gitu?" Tanyanya dengan kesal.
Aga tergelak puas melihat wajah cemberut gadis itu. Dia lalu meminum air putih yang sudah Abel sediakan di nakas sebelum membalas ucapan Abel. "Yaudah, sekarang kita masuk ke bagian koda ya, Bel?"
Dahi gadis itu terlihat mengerut sebelum tawa renyah keluar dari bibirnya. "Koda? Lo kira kita ini 'cerita' apa, Ga? Pake segala ada koda lagi. Emang resolusinya kapan?" Tanya Abel seraya tersenyum geli.
"Ya 'kan kita habis dari turning point', Beel.. terus resolusi tadi di kamar Lo, sekarang tinggal koda," jawab Aga dengan lugas.
"Hahaha oke-oke ... so ... what we'll do?"
Aga terdiam sebentar lantas tersenyum tipis seraya menatap netra bening di depannya dengan lembut. Tangannya dengan pelan mengambil tangan mungil milik Abel lalu membawanya ke arahnya.
"Deketan sini," pintanya dengan lembut.
Abel tak menampik kenyataan bahwa hatinya menghangat mendapatkan perlakuan sederhana itu dari Aga. Sekuat mungkin gadis itu menahan pipinya agar tidak melengkungkan senyum. Dengan gerakan pelan Abel mengikuti tarikan tangannya mendekat ke arah Aga.
Aga segera melingkarkan tangannya di pinggang Abel, kemudian meletakkan kepalanya di bahu gadis itu. Sontak saja hal itu membuat Abel terkejut, namun dia tidak mengelak, dan membiarkan Aga menempel seperti itu pada dirinya.
"Gue minta maaf, ya."
Abel menoleh ke arah Aga. Tangannya bergerak untuk mengelus rambut cowok itu pelan. "Gue juga minta maaf, Ga. Nggak seharusnya gue ngomong begitu ke Lo, padahal gue liat waktu itu Lo lagi capek. I'm really sorry for that, gue belum bisa jadi istri yang baik buat Lo."
Aga menegakkan kepalanya menatap Abel yang juga tengah menatapnya. "Kita sama-sama salah, Bel. Dulu gue nggak ngerti gimana perasaan lo—masa remaja yang harusnya buat seneng-seneng malah terenggut gitu aja, dipaksa lagi. Gue nggak tau waktu itu Lo bener-bener tertekan dan gue yang harusnya buat Lo tenang malah gue yang jadi sumber tekanan Lo, maaf. Gue nggak bakalan tau itu kalo gue nggak cerita sama papa sama Mama. Maaf Bel, gue belum bisa jadi suami yang baik buat Lo."
Abel memberikan tatapan kagetnya ke arah Aga. "Papa sama Mama? Lo cerita, Ga?"
"Enggaklah Bel, gue nggak senekat itu buat ceritain masalah rumah kita ke siapapun." Abel menghela napasnya lega. "Gue cuma cerita biasa aja ke mereka—ghibahin Lo sih, sebenernya."
Aga tertawa puas melihat wajah Abel yang tiba-tiba berubah masam itu. Lalu tanpa aba-aba gadis itu malah memukulkan bantal ke arahnya dengan anarkis. "Aduh, duh, duh, Bel ... iya-iya sorry hahahaha ...! Eh udah dong woi! Lagi sakit tau!" Pukulan brutal Abel terhenti setelah melihat Aga yang benar-benar terlihat kesakitan. Dia tidak mau cowok itu nambah sakit, nanti malah makin merepotkan.
"Nyebelin banget sih!"
"Ke Lo doang kok, Bel."
"Jahat banget, giliran yang nyebelin-nyebelin dikasih ke gue semua," rutuknya sebal.
KAMU SEDANG MEMBACA
IN BETWEEN
RomancePERINGATAN!! MEMBACA CERITA INI AKAN MEMBUAT KALIAN TAU APA ITU ✨𝓚𝓮𝓼𝓪𝓫𝓪𝓻𝓪𝓷✨ Abel pikir hidupnya akan baik-baik saja ketika orang tuanya pergi ke London. Ia pikir jika dirinya tinggal sendirian dirinya akan bebas dari tuntutan orang tuanya. ...