33

63 13 0
                                    

Sherin menyendok bingsoo honey comb-nya sedangkan Alea fokus pada bingsoo coklat brownies. Mereka sedang berada di kafe makanan korea di daerah Cihampelas menunggu Juna datang membawa salah satu kandidat yang lolos seleksi tahap satu versi Papa.

Pintu kafe membuka dan terlihatlah sosok adik lelakinya itu masuk bersama dengan seorang pria dengan perawakan sekitar 175cm, berkulit langsat dan wajah menarik, sekilas mirip presenter Robby Purba dengan jambang tipis di area rahang dan dagunya. Memakai setelan kemeja putih bersalur hijau pupus tangan panjang yang terlihat sangat rapi tanpa kerutan, dasi, celana panjang hitam dan sepatu pantofel hitam mengkilat, tipikal pekerja kantoran level manajer ke atas.

"Assalamualaikum Teh! Udah lama nunggu?" seru Juna mencium pipi kakak dan keponakannya bergantian.

"Assalamualaikum ukhti ..." Pria di belakang Juna mengucapkan salam dengan mengatupkan kedua tangannya di depan dada.

"Waalaikumsalam ... nggak terlalu lama kok, silakan duduk," Sherin tersenyum sopan mempersilakan pria itu duduk di seberangnya.

"Pesan dulu aja Jun." Sherin menyerahkan lembar menu pada kedua lelaki di depannya.

"Gue bingsoo green tea deh." Juna melambaikan tangan memanggil pelayan.

"Hmm, saya sudah bosan dengan makanan korea sebenarnya karena terlalu sering liburan kesana. Saya pesan bubble teanya aja," gumam pria itu dengan ekspresi datar. Sherin mengernyitkan dahi dan menatap adiknya penuh makna.

"Okay Teh, kenalin ini Fathur. Dia anak koleganya Papa di Yogya, kerja di Surabaya. Dia lagi ada meeting di Bandung tiga hari jadi sekalian pengin ketemu Teteh untuk kenalan. So ... silakan ngobrol." Juna menyampaikan pembuka lalu mulai menggoda keponakannya, memberi waktu pada Sherin dan Fathur.

"Baik ukhti, maaf sekali waktu saya tidak banyak. Saya langsung saja. Nama saya Ridho Fathurahman, usia 40, anak tunggal dan belum menikah. Ayah saya pemilik perusahaan media dan percetakan. Saya CEO di kantor cabang perusahaan media milik ayah di Surabaya. Saya lulusan S2 Bisnis dan Manajemen di Harvard. Saya sudah traveling ke banyak negara di Eropa dan Asia. Saya menyukai makanan eropa, sangat disiplin, lebih suka menikmati orkestra, saya mencari calon istri yang siap jadi ibu rumah tangga yang tidak perlu bekerja, dan saya tidak suka anak kecil yang nakal," pungkasnya sambil mengerling melirik Alea yang sedang menikmati bingsoonya dengan belepotan.

"Waw, impressive!" hanya itu yang terucap dari bibir Sherin. Lengkung naik bibirnya masih berupaya untuk tetap bertahan.

"Apa sekarang giliran saya untuk menjelaskan?" tanya Sherin menyuap kembali bingsoonya yang mulai mencair.

"Saya sudah tahu kalau ukhti anak pertama dari dua bersaudara, lulusan perguruan tinggi di Bandung, kerja sebagai MUA dan seorang single mom. Saya tidak keberatan dengan status ukhti asalkan putrinya bisa menjadi anak yang sholehah dan tidak merepotkan. Ukhti juga bisa resign dan tidak perlu memikirkan masalah keuangan jika menikah dengan saya. Saya melihat bahwa ukhti seorang yang lembut, tenang, mandiri, dan cocok dengan saya." Fathur terus mengeluarkan pendapatnya mengenai Sherin.

"Akhi tampaknya sudah mengenal saya di pertemuan perdana ini, terimakasih atas sanjungannya." Sherin mulai merasakan gejolak emosi perlahan naik ke ubun-ubunnya.

"Saya bisa membaca dari raut wajah ukhti dan biasanya prediksi saya tidak pernah meleset. Apa ada yang ingin ukhti tanyakan tentang saya?" tanya Fathur dengan tegas dan percaya diri.

"Dengan kualifikasi akhi yang seperti ini, tidak ada lagi yang perlu dipertanyakan," jawab Sherin diplomatis berusaha meredam dirinya dan tetap memasang senyum manis.

"Baiklah kalau begitu, mohon maaf sepertinya saya harus pergi duluan, masih ada meeting soalnya. Kita bisa lebih saling mengenal lagi di pertemuan selanjutnya jika ukhti berkenan. Saya permisi dulu, semuanya ini on my treat. Silakan dinikmati, mari ukhti Sherin, dek Juna. Assalamualaikum." Fathur berdiri dari duduknya.

"Thank you for your treat, jazakallahu khair. Jika ada kabar baik adik saya yang akan menghubungi akhi," ucap Sherin masih tersenyum. Fathur meminum setengah isi gelas bubble teanya, mengangguk permisi, berjalan menuju kasir untuk membayar lalu meninggalkan kafe.

Begitu pria penuh percaya diri tadi menutup pintu kafe, Sherin dan Juna saling berpandangan.

"Eliminasi!" seru keduanya, lalu mereka tertawa berbarengan.

"Papa audisinya gimana sih, kok bisa lolos tahap 1?" gerutu Sherin langsung menghabiskan es serutnya mendinginkan kepalanya yang hampir meledak.

"Gue nggak tahu deh. Orang baru ketemu tadi. Si Papa kan keukeuh nyuruh gue dampingi Teteh dan gue cuma dikasih informasi tentang tuh cowok ya sebatas itu doang. Meneketehe hasilnya macam gini." Juna masih ketawa memegangi perutnya.

"Ada ya orang over pede kayak gitu. Bangga banget gitu sama materi dan pencapaiannya. Udah gitu ngatur-ngatur gue kudu resign, anak gue kudu solehah, dan yakin banget kalau sifat gue itu kalem dan bakal nikah sama dia. Hualoow ... is he from outer Milky Way?"

"Ini kali kedua ya audisinya gagal. Masih ingat yang dua bulan lalu kita ketemu cowok yang alim di awal, nyatanya lebih percaya sama jimat dan mantra-mantra. Mana dia minta Teteh buat buka hijab pula. Padahal di depan papa ngakunya dia calon ustad gitu." Juna meneruskan tawanya.

"Berarti Allah sayang sama gue Jun, buktinya dikasih lihat nggak benarnya para cowok itu dari awal ketemu."

"Iya sih, save the best for the last. Sekarang yang jelas kita mah ikhtiar dulu. Ayo pesan makan berat dong, lapar nih." Juna mengelus perutnya.

"Rappoki sama nasi bulgogi saja ya!" seru Sherin diamini Alea yang mengacungkan kedua ibu jarinya dan Juna yang mengangguk. Sosok Fathur yang arogan pun langsung terlupakan.

"Teh, bulan depan datang kan ke akad gue?" tanya Juna disela kunyahan bulgoginya.

"Ya iyalah, gue kan harus puas-puasin nge-bully lo di malam terakhir sebelum lo jadi suami orang," jawab Sherin asal mengambil sepotong sosis dari menu rappokinya.

"Dih, dasar kakak penindas!" gerutu Juna malas.

"Eh, Teh Erin ... apa kabarnya si bocah korea murid lo dulu ya?" tanya Juna tiba-tiba saat melihat sepasang anak SMU yang masuk ke kafe dan duduk berseberangan dengan mereka.

"Hah? Apa? Gimana?" Sherin tersedak kuah rappoki dan langsung meneguk air mineral punya Alea.

"Pura-pura lupa lo! Memangnya Mahen?! Pacar bronis lo waktu jaman lo jadi gurunya!" ujar Juna gemas.

"Kenapa jadi bahas itu?" Entah kenapa perut Sherin terasa melilit mengingat momen masa lalunya.

"Gara-gara ngelihat itu anak SMU yang pacaran plus tempat makan kita vibe-nya Korea banget. Gue ingat kalian ke-gep sama gue waktu gue disuruh bokap nengokin lo ke kosan, lo baru diantar pulang sama dia dan muka lo langsung pucat pasi gitu." Juna terkekeh.

"Om Juna kenal sama Om Gi?" Alea ikut nimbrung mendengar Juna menyebut orang Korea.

"Lho, siapa itu Om Gi? Si Nugie? Alea kenal sama mantan lo Teh? Ketemu dimana?" cecar Juna penasaran.

"Waduuh ... kepo? Hmm, too long and complicated story Jun."

"So, make it short and simple. I have much time until tomorrow before go back to Yogya. Tell me, I'm a good listener." Juna memasang sikap serius menatap kedua mata Sherin yang berubah sendu. Mengalirlah cerita mulai dari adegan Nugie dibawa naik heli, operasi plastik, transformasi Nugie jadi aktor, pertemuan mereka di Korea, hingga perpisahan kedua kalinya karena masalah prinsip.

*

Pelangi di Balik Awan - 구름 뒤무지개 (Gureum Dwi Mujigae) -- TAMATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang