Kisah cintanya yang kandas karena perbedaan keyakinan ini rupanya membuat Sherin sering mempertanyakan pada dirinya sendiri mengapa harus bertemu dengan Nugie, mengapa mereka harus mempunyai rasa yang sama jika tidak mungkin bersatu, mengapa hatinya kadang resah, galau, tidak tenang dan selalu khawatir mengenai dirinya dan anaknya.
Segala pertanyaannya mulai menemukan cahaya saat suatu hari Dayen memberinya proyek sebagai MUA untuk para pengisi acara kajian Islam di salah satu stasiun tv. Setelah selesai tugasnya mendadani para pengisi acara, seharusnya ia langsung pulang, tapi langkahnya menuju pintu keluar terhenti ketika sayup-sayup mendengar suara sang penceramah.
Sherin yang penasaran akhirnya mengintip di belakang panggung dan mendengarkan dengan serius mengenai materi yang dibawakan dan hatinya tersentil dengan satu pernyataan yang menyebutkan bahwa berserah dirilah pada Allah, ikhlas dengan segala yang terjadi, jalani hidup lebih baik, berprasangka baik pada-Nya, maka Allah akan memberikan jalan keluar yang terbaik bagi hambanya dan tidak akan meninggalkan dalam kesusahan dan kesedihan.
Sherin kembali ke hotel malam harinya dengan lelah. Sehabis menyegarkan diri dengan mandi air hangat, ia duduk menatap cermin dengan wajah sendu. Air matanya perlahan menetes tanpa sebab, makin lama bahunya ikut berguncang dan tangisan itu makin keras. Sherin menelungkupkan wajahnya di meja sambil berteriak menumpahkan segala emosi yang dirasakannya.
Sepuluh menit kemudian emosinya mereda. Ia memutuskan untuk tidur karena matanya terlalu bengkak setelah menangis tadi. Pukul dua dini hari ia terbangun karena mimpi yang meresahkan. Masih tergambar potongan adegan mimpinya. Ada wajah Nugie yang samar, gambar salib, gambar mesjid, wajah Alea. Semuanya membentuk pusaran seperti angin puting beliung yang perlahan masuk ke dalam kepala Sherin. Sherin duduk mengatur napasnya yang tersengal karena mimpi itu. Ia mengusap wajahnya beranjak masuk ke kamar mandi. Selesai berwudhu, ia menggelar sajadah memutuskan akan melaksanakan sholat tahajud.
***
Tak terasa sudah setahun berlalu. Sherin dan Alea turun dari taksi di depan hotel bintang lima di bilangan Jakarta Pusat. Ia mendapat pekerjaan sebagai MUA untuk Neo, grup band baru yang terkenal karena personilnya wanita semua dan selalu berdandan nyentrik. Mereka akan mengadakan konser untuk promosi album terbarunya di hotel itu.
Sherin menggandeng tangan Alea menyusuri lorong menuju ruang rias yang sudah disiapkan di samping ballroom tempat acara.
"Permisi, ini ruang rias Neo?"
"Iya Mbak, cari siapa ya?" tanya seorang wanita tinggi semampai berambut gradasi biru.
"Saya Sherin, MUA yang bakal merias Neo."
"Oh, iya masuk saja Mbak, saya Queen vokalis Neo dan itu semua personil Neo." Si vokalis memperkenalkan anggota bandnya.
"Hmm, saya diberitahu bakal ada partner MUA juga, apa dia belum datang?" Sherin mengedarkan pandangan sambil menyuruh Alea duduk.
"Lagi di ruang sebelah, tunggu saja Mbak," jawab gitaris berambut hijau neon. Sherin mengangguk dan mulai mengeluarkan peralatan riasnya dan menatanya di meja. Pintu ruangan membuka dan terdengar langkah sepatu bertumit tinggi beradu dengan lantai.
"Eh, udah datang ya Mbak?" suara yang akrab terdengar di telinga Sherin. Ia membalikkan tubuhnya dan melambaikan tangan.
"Hai Bella!!"seru Sherin. Pemilik nama yang dipanggil menampilkan ekspresi terkejut dan menjatuhkan kotak sepatu yang dibawanya.
"Sherin!! Ya ampun! Ini beneran elo? Seriusan?" Bella berlari memeluk orang yang sudah lama tidak ditemuinya karena terhalang jarak Bandung-Jakarta. Puas memeluk, Bella menatap Sherin lama, mulai dari ujung kepala sampai kaki. Bella takjub karena penampilan wanita di depannya sangat berubah. Mulai dari hijab yang menutupi kepalanya, atasan peasant top hijau mint dengan salur bunga-bunga kecil, celana palazzo warna krem dan sepatu wedges.
"Sejak kapan say dan gimana rasanya sekarang?" Mata Bella berkaca-kaca haru.
"Baru tiga bulan, tapi mikirnya sampai sembilan bulan. Ya gue merasa hati lebih tenang dan jalanin hidup juga jadi ringan," kata Sherin mengajak Bella duduk.
"Masyaa Allah tabarakallah ... ini kehendak Allah, semoga berkah ya say! Ikut senang deh! Waw ini Lea makin tinggi ya?" perhatian Bella beralih pada Alea yang menghampirinya dan mencium punggung tangannya.
"Kan udah lima tahun sekarang tante!" ujar Lea riang, lalu kembali fokus membaca buku cerita yang dibawanya.
"Lucu ih, ayo kita foto-foto dulu." Bella mengajak ibu dan anak itu berfoto sebelum mereka fokus pada kerjaan mendandani Neo.
Butuh waktu tiga jam menangani lima orang anggota Neo sampai siap manggung tiga puluh menit lagi. Pintu ruangan lagi-lagi terbuka dan kali ini seorang lelaki tinggi tegap berkulit sawo matang masuk.
"Okay girls, sipa-siap di backstage, kalian checksound terakhir," perintahnya dan langsung dituruti oleh para personil Neo. Sherin dan Bella sedang merapikan peralatannya ketika lelaki tadi kembali bersuara.
"Miss Sherin?" tanyanya meyakinkan diri. Sherin menoleh dan mengernyit mendengar panggilan itu. Lama ia meneliti wajah di depannya.
"Oh, nggak mungkin! Riko??!" pekiknya membuat Bella ikut menoleh dan terpana melihat sosok pria di depannya itu.
"Benar ya? Miss Sherin!! Apa kabar??" Muka pria bernama Riko itu menyunggingkan senyum lebar dan hendak menjabat tangan Sherin tapi di saat bersamaan wanita itu hanya menangkupkan kedua telapak tangannya di depan dada.
"Ups, sorry Miss." Riko menyadari perubahan pada sosok di depannya.
"Siapa?" bisik Bella di sampingnya penasaran.
"Bel, kenalin ini Riko, mantan murid gue. Riko, ini Bella partner gue." Kedua orang itu saling mengangguk.
"Murid dimana? Waktu jaman lo ngajar di SMU?" tanya Bella lagi. Sherin mengangguk.
"Oh, teman si Nugie berarti?" pertanyaan lanjutan itu membuat Sherin dan Riko saling pandang.
"Miss Sherin pernah ketemu Nugie lagi?" Riko terheran.
"Waduh, gue salah ngomong ya?" Bella memandangi dua orang itu bergantian dengan raut muka bersalah.
"Ngopi yuk Rik!" ajak Sherin.
"Hmm, jadi lo sekarang jadi manajer Neo toh. Nggak nyangka ya kita ketemu lagi setelah sekian lama," kata Sherin menyuap potongan cake coklat di piring Alea. Bocah kecil itu melotot tidak terima kuenya dimakan sang ibu.
"Miss aja udah punya malaikat kecil yang gemesin gini," jawab Riko meneguk kopinya.
"Anak lo udah berapa Rik?"
"Cari calon emaknya dulu dong Miss, nggak mungkin tiba-tiba ada anak jatuh dari langit kan?" seloroh Riko.
"Ya udah, sama si Bella aja deh, lo nggak lihat dia dari tadi mupeng sama lo?" canda Sherin menunjuk Bella yang curi pandang pada Riko dari samping Alea. Gadis yang dimaksud langsung tersedak smoothies blueberrynya.
"Uhuk, uhuk ... nice shot Sist!" Bella tersipu menerima tissue yang diberikan Riko sambil menahan tawa.
"Gue nggak nyangka bocah itu malah jadi artis korea, terkenal pula. Mana di make up-in sama mantannya lagi. Hoki amat tuh anak." Riko mengerling menggoda mantan gurunya itu. Segumpal tissue langsung melayang mengenai wajahnya.
"Mimi, mau cuci tangan." Alea memperlihatkan tangannya yang belepotan krim kue.
"Aduh, ayo. Lo ngobrol sama Bella dulu aja ya." Sherin beranjak dari duduknya.
"Rik, jangan pernah bahas Nugie lagi di depan dia ya," kata Bella tiba-tiba setelah memastikan Sherin dan Alea jauh dari situ.
"Apa ada sesuatu yang menimpa mereka? Apa kita sebaiknya bertukar kontak WA?" Riko memajukan duduknya.
"Pantas kalian dulu se-gank ya, tukang modus." Bella tertawa dan mengeluarkan ponselnya.
*
KAMU SEDANG MEMBACA
Pelangi di Balik Awan - 구름 뒤무지개 (Gureum Dwi Mujigae) -- TAMAT
RomanceBEWARA: Beberapa bab yang sempat dihapus, kini sudah di re-publish kembali ya, jadi selamat membaca dengan chapter yang lengkap! Sherin, seorang juara 1 lomba MUA yang berkesempatan menangani tata rias para pemain drama kolaborasi Indonesia dan Kore...