Sherin benar-benar tidak fokus mengajar hari ini. Entah sudah berapa kali ia mengulang materi di halaman yang sama dan menulis beberapa kata bahasa inggris dengan ejaan yang salah di papan tulis. Para murid saling pandang keheranan dengan tingkah guru favorit mereka.
"Miss, are you okay? You look not focus. Maybe you should have some fresh air." Udjo memberanikan diri mengingatkan gurunya itu.
"Ah, I'm sorry. I don't know what happen to me today. Excuse me class, I will be back in a minute." Sherin meminta izin untuk ke toilet.
"Take your time Miss," jawab Udjo mewakili teman-temannya terlihat khawatir.
Selepas gurunya pergi, Udjo yang duduk di depan memutar badannya menghadap belakang, mencari sosok Nugie yang sedang menatap Sherin keluar kelas.
"Hoy Gie, lo apain lagi tuh bu guru sampai nggak konsen gitu?"
"Lha, kok gue?" Nugie menoleh mengepalkan tangan ke arah Udjo.
"Biasanya kan lo yang bermasalah sama beliau. Nggak kerjain tugas lagi ya? Atau lo ngomong nggak pantas sama si Miss?" Udjo masih mencecar bocah korea itu.
"Berisik ih Djo, gue nggak ngapa-ngapain, suer!" Nugie memasang earphonenya menghindari gerutuan Udjo.
Sherin membasuh wajahnya berkali-kali di wastafel. Ia sangat gugup menghadapi siang ini. Ia akan bertemu ayah Nugie. Ia takut tidak dapat memisahkan antara bersikap sebagai guru atau kekasih pemuda tanggung itu.
"Ah sial! Kenapa juga gue saranin pertemuan antara ayah dan anak itu sih? Mampus gue! Pake nerima perasaan si Nugie lagi? Lo kenapa jadi bego sih? Lo hidup di Indonesia, Sher!" suara hatinya terus memberondong membuat kepalanya penuh dan ingin meledak. Ponsel di saku roknya bergetar.
[ Missy, kenapa? ] pesan dari Nugie masuk.
[ Nothing ... just nervous. ] Dengkusan kecil lolos begitu saja setelah membaca pesan perhatian dari anak SMU yang baru sehari jadi pacarnya itu.
[ Yang mau ngobrol kan aku sama bokap. Tenang saja Missy, aku nggak akan berbuat hal yang memalukan. Cukup dampingi aku ya, oke? ]
[ Oki doki, sekarang cepat kerjain tugas, jangan main ponsel masih jam belajar ini! ] Pesan manisnya berubah menjadi tegas saat aura gurunya keluar.
[ Siap bu guru! ]
Jam pelajaran sudah berakhir setengah jam lalu. Sekolah mulai sepi. Sherin terlihat mondar-mandir di depan ruang rapat menunggu Nugie yang belum datang. Di dalam ruangan, Bapak Kepala Sekolah masih mengobrol dengan ayahnya Nugie. Suara lari tergesa bergema di koridor. Sherin melongokkan kepalanya keluar dan tersenyum.
"Ayo, kita sudah ditunggu," kata Sherin di depan pintu melihat Nugie yang datang tergesa menghampirinya di depan ruang rapat.
"Sebentar!" Nugie menghentikan langkah Sherin yang hendak membuka pintu, lalu membalikkan tubuh gurunya itu dan secepat kilat mengecup dahi gadis yang baru saja resmi menjadi kekasihnya itu.
"Ini di sekolah, Nugie!" pekik Sherin tertahan memukul pundak Nugie. Pemuda itu memberi isyarat menempelkan telunjuk di bibirnya agar Sherin diam dan bersikap seolah tak ada yang terjadi lalu membuka pintu ruangan dimana ayahnya telah menunggu sementara Sherin di belakangnya hanya bisa mencubit pelan pinggang Nugie dan menunduk menyembunyikan rona merah wajahnya.
Kepala sekolah yang sudah berbicara lebih dulu dengan ayah Nugie ijin meninggalkan ruangan lebih dulu karena ada keperluan lain. Nugie dan ayahnya duduk berhadapan dipisahkan meja rapat, sementara Sherin berada di samping pemuda itu.
"Terimakasih atas waktunya Pak. Saya Sherin mentor yang akan mendampingi Nugie selama remedial nanti. Saya akan berusaha maksimal agar Nugie bisa mengejar ketertinggalannya."
"Hmm, sebaiknya memang begitu agar anak ini tidak mempermalukan dirinya sendiri," jawab ayah Nugie dengan dingin dan tajam.
"Oleh karena itu, agar tujuan ini tercapai ada beberapa hal yang akan disampaikan oleh Nugie khusus untuk anda, Pak, jadi saya akan undur diri dan menunggu di luar, silakan Nugie." Sherin mengangguk meminta Nugie segera bicara.
"Miss Sherin tetap disini atau saya batal mengikuti remedial ini." Tatap Nugie tajam. Sherin menciut dan kembali duduk. Ayah Nugie mengangguk memperkenankan Sherin tetap berada di tempatnya lalu memberi gestur pada Nugie agar segera bicara.
"Cih, Nugie heran. Giliran urusannya sama gengsi dan nama baik sebagai donatur, Appa langsung setuju untuk datang ke sekolah, tapi giliran Nugie mau ngomong berdua aja di rumah, nggak pernah ada waktu sedikitpun. Ckk ... apa Nugie sebegitu nggak berarti buat Appa? Kenapa selama Nugie berbuat ulah, sering bolos, nggak pernah sekalipun Appa menegur? Mungkin lebih baik kalau Nugie nyusul Eomma? Appa nggak akan terbebani lagi, bisa bebas. Pernahkan Appa berpikir kalau Nugie hanya seorang anak yang butuh kasih sayang Appa? Perhatian Appa?" emosi Nugie perlahan meluap. Terhalang meja dari pandangan ayah Nugie, Sherin memberanikan diri menggenggam jemari pemuda itu, mencoba memberi tanda agar pemuda itu meredam nada bicaranya. Nugie menoleh dan mengangguk tipis.
"Nugie bakal berusaha naikin nilai selama remedial dan Nugie akan pastikan ujian semester ini tidak mengecewakan. Appa nggak perlu khawatir, Nugie bakal lulus SMU dan lanjut kuliah. Nugie bakalan lebih sukses dari Appa. Hanya satu yang Nugie minta, waktu Appa untuk kita saling mengenal sebagai ayah dan anak, tanpa terganggu masalah kerjaan. Bisakah Appa?" Lama ada jeda sebelum ayah Nugie menarik napas panjang.
"Kamu tahu kenapa Appa tidak pernah sekalipun menengok Eomma selama dia dirawat di rumah sakit? Kamu tahu kenapa dia sampai dirawat?" Seok Chin Ho, sang ayah buka suara.
"Karena kecelakaan mobil kan?" Nugie mengerutkan dahi mendengar pertanyaan ayahnya.
"Yang kamu nggak tahu, dia kecelakaan waktu pergi dengan selingkuhannya naik mobil. Mobil mereka masuk jurang, lelaki bangsat itu tewas di tempat sedangkan ibumu harus menderita selama tiga tahun di rumah sakit. Appa marah dan kecewa dengan fakta dia berselingkuh. Makanya Appa nggak pernah mau melihatnya. Sedangkan kamu Nugie, wajahmu sangat mirip dengan ibumu, itu yang bikin Appa jadi membencimu, karena setiap melihatmu, terbayang perselingkuhan ibumu," jelas ayah Nugie panjang lebar membuat Nugie terpaku tak percaya akan hal yang baru saja didengarnya.
"Appa tahu itu bukan salah kamu, makanya Appa menghindar untuk bertemu denganmu, demi menyelamatkanmu dari emosi Appa, tapi rupanya itu tidak membuat keadaan bertambah baik ya? Appa malah menelantarkanmu dan menyakitimu. Maafkan Appa Nugie, 미안해 (mianhae / maafkan)!" Ayah Nugie menutup wajahnya dengan kedua tangannya dan menangis penuh penyesalan. Nugie yang baru mengetahui fakta di balik sikap dingin ayahnya hanya terduduk diam dengan air mata mengalir di pipi. Tangan Sherin terulur mengusap pelan punggung Nugie memberi isyarat agar Nugie menghampiri ayahnya.
Nugie melompati meja pembatas dan merangkul erat ayahnya. Keduanya larut dalam isak yang terpendam selama ini. Perlahan Sherin mundur dan keluar dari ruang rapat memberi kesempatan kepada ayah dan anak itu untuk menuntaskan masalahnya.
*
KAMU SEDANG MEMBACA
Pelangi di Balik Awan - 구름 뒤무지개 (Gureum Dwi Mujigae) -- TAMAT
RomanceBEWARA: Beberapa bab yang sempat dihapus, kini sudah di re-publish kembali ya, jadi selamat membaca dengan chapter yang lengkap! Sherin, seorang juara 1 lomba MUA yang berkesempatan menangani tata rias para pemain drama kolaborasi Indonesia dan Kore...