#4 ; pertemuan kedua

189 87 13
                                        

Pagi itu Andre mengecek keadaan Karin. Kondisi Karin belum banyak berubah meski telah seminggu koma. Wajahnya yang sebagian luka bakar, tubuhnya terkena luka bakar serta memar disebagiaj tubuhnya dan pernapasannya yang masih sering sesak akibat asap dari kebakaran itu.

Andre teringat saat ia menyelamatkan Karin di ambulance. Para warga berkata bahwa kemungkinan besar api itu berasal dari hubungan arus pendek listrik. Andre memaklumi hal itu, karena rumah di perbukitan itu lumayan tidak berjarak dengan rumah-rumah lainnya dan kumuh.

Andre mengobati luka-luka Karin. Ia menatap anak kecil itu penuh rasa kasihan. Bagaimana bisa anak semalang ini tidak ada yang satupun dari keluarganya yang mau ikhlas menjaganya disini dan lebih percaya dan memilih Revi gurunya untuk menjaga dan merawatnya. Memang benar, jika kata pepatah. Jika memang uang segalanya. Buktinya, keluarga orang tua dari Karin lebih memilih mencari uang dan nafkah untuk keluarga mereka terlebih dahulu lalu membantu saudaranya sendiri. Andre menghela napas lalu menyelesaikan pengobatan untuk Karin, kemudian ia pergi dari ruang inap Karin.

Siang tepat pukul 12.00, Revi telah selesai mengajar. Salah satu teman baik Karin, yaitu Helen menghampirinya. "Bu, apa keadaan Karin udah membaik?. Jujur kami sekelas merindukan Karin. " Revi membelai kepala Helen dan tersenyum. "Kalau gitu besok kita jenguk Karin ya. Karin masih koma. Tapi kata suster, kalau kita datang menjenguk dan memberi semangat untuknya. Dia pasti rasa dan buat dia cepet sadar."

Helen tersenyum girang. Ia langsung berbalik badan, menghadap ke semua siswa, berdiri di depan kelas. "Temen-temen, kata bu Revi kita bisa jenguk Karin. Jangan lupa izin ya sama orang tua." Batin Revi dalam hati. Anak kelas 1 SD aja udah punya rasa peduli begini. Salut deh.

Revi menuju RS dimana Karin dirawat. Senin. Hari dimana lalu lintas padat merayap. Revi yang mengendarai motor terpaksa harus nyalip-nyalip di jalan.

Sesampainya di rumah sakit, ia langsung menemui Karin. Ia melihat Karin yang masih koma. Ia mengganti pakaian Karin dan membuang kotorannya, serta membersihkan tempat tidurnya. Saat hendak membacakan Karin dongeng, tiba-tiba HPnya berdering. "Aduh, bapak." Karin mengangkat telpon itu. "Karin!". Teriak bapaknya. Revi menjauhkan layar HPnya dari telinganya. "Bapak bilang apa? Kamu kemarin udah pulang kemalaman, sekarang kamu mau alasan apa ini udah mau jam 3 lho. Kamu lupa janjimu kemarin?. " Lanjut bapaknya.

"I-iya, maaf pak. Revi udah di jalan kok. Karin gak lupa janji Revi." Revi menghela nafas lalu menaruh buku dongeng itu ke meja sebelah Revi. Ia berjalan cepat menuju parkiran.

Ia kaget ternyata motornya parkir di parkiran mobil dan menghadang mobil Fortuner hitam. Ia tak sadar bahwa tadi ia terlalu buru-buru hingga ceroboh memarkir di parkiran mobil. Ia begitu malu. Saat hendak menaiki motor, ia diklason mobil di belakangnya. "Apa sih? Sabar napa?." Karin memakai helmnya lalu menstater motornya.

Pemiliki mobil itu keluar lalu menghampiri Revi. "Gimana sih bisa-bisanya parkir disini. Ini parkiran mobil. Dah gitu parkirnya ngasal pula, di depan mobil saya!." Amuknya sambil menunjuk motor dan mobilnya.

Revi membuka helmnya. "Andre?." Ucap Revi kecil. "Yaa maaf ya. Aku buru-buru. Aku titip Karin soalnya mungkin beberapa hari ini aku mungkin ga bisa lama-lama jagain Karin." Ia menatap Andre dengan tatapan penuh rasa bersalah.

"Iya, tenang aja. Aku bisa jagain Karin. Tapi, aku mau nanya satu hal sama kamu, Rev." Tetapi Revi dengan sigap memakai helmnya dan hendak menggas motornya. "Duh maaf ya, kapan-kapan aja. Bye." Ia meninggalkan Andre. "Dasar sok sibuk lu." Teriak Andre. Tapi teriakan itu masih terdengar dari balik helm Revi. Jarak ia dan Andre tak terlalu  jauh jadi ia membalasnya, "Heh iya aku sibuk! Emang lu doang yang bisa sibuk." Revi membuka kaca helmnya dan menjulurkan lidah ke arah Andre. Andrepun kesal dan kembali ke mobilnya.

Andre pergi membeli makan siang dengan mobilnya. Ia tahu ini bukan lagi siang karena sudah jam 3 sore. Ia begitu sibuk hingga telat makan siang. Ia memang betul-betul dokter. Rela mendahulukan pasien daripada dirinya sendiri. Ia juga loyal dan ramah pada setiap pasiennya. Meskipun ia juga dikenal tegas tak jarang suster susah bekerja sama dengannya karena ia tidak suka menunda pekerjaan dan terlambat.
Apabila ia ada jadwal operasi dengan perawat, perawat tersebut tak jarang dimarahinya jika perawat/suster itu terlambat datang.

"Revi. Kamu itu kenapa sih selalu pulang sore begini?. Cerita sama mama dan bapak. Apa yang sebenarnya terjadi. Kamu ada masalah di sekolahan?."
Revi disidang di rumahnya oleh kedua orangtuanya. "Bukan gitu. Revi itu lagi.." Ia berpikir sejenak. "Ada murid yang sering konsultasi masalah keluarga dia ke aku. Jadi aku harus membantu dia." Kata Revi lalu menghela nafas karena merasa berhasil menemukan jawaban yang tepat. "Oh gitu.. Kasian juga ya." Kata bapaknya. Bapak Revi yang baru setahun ini pensiun memang sering membantu pekerjaan rumah. Bahkan hobi barunya memelihara burung dan ikan cupang. Sementara mamanya Revi dari dulu ibu rumah tangga.

"Ya udah. Kamu bantu dia ya. Kamu kan wali kelasnya. Kamu harus tolong murid kamu yang kesusahan. Tapi.. Masalah apa sih memangnya tuh anak?. " Tanya mamanya.

"Ihh aku dah janji untuk simpan cerita anak itu. Dia selalu minta aku janji untuk simpan ceritanya. Setiap hari aku juga selalu dengar ceritanya sampai berjam-jam. Jadi aku benar-benar mau bantu dia." Revi mengangguk serius.

"Ya baiklah. Tapi ingat, kamu ga boleh pulang kemalaman lagi ya. Jarak ke sekolah ke rumah ini jauh hampir 40 menit dan kamu motoran. Kamu itu anak perempuan kami satu-satunya, jadi jaga diri kamu baik-baik ya." Nasihat mama Revi.

Di sore hari, di sebuah restoran ikan. Andre makan dengan lahap makannya sendirian. Kayla menelponnya.
"Halo sayang, kamu lagi apa?. " Tanya Kayla.
"Makan nih. Udah mau selesai."
"Pasti ikan ya?. Hihihi." Kayla terkekeh.
"Iya kesukaan aku."
"Sayang, aku mau bicara serius sama kamu. Aku harap kamu ada waktu nanti malam ya."
Andre bingung. "Oke. Aku bakal telpon kamu nanti malam. Begitu aku bebas tugas, aku langsung telpon ya."

Andre kepikiran tentang hal serius apa yang ingin dikatakan Kayla. Namun, ia juga tak bisa melupakan wajah Revi yang imut. Wajahnya seperti anak SMA padahal ia sudah menjadi seorang guru. Ia begitu peduli dan perhatian pada Karin. Padahal ia cuma wali kelasnya, tidak lebih. Apa yang membuatnya begitu menyayangi Karin?. Semua pikiran itu berkutat di dalam kepala Andre.

To be continue...

Dua Malaikat Untuk KarinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang