"Anda yang jalan buru-buru. Tapi malah nyalahin orang lain. Sambil cek tas pula." Mereka bertatapan sinis. Revi berdecak kesal. Tak lama mereka saling meninggalkan satu sama lain.
Di loket.
"Pagi suster. Saya mau tanya." Revi mengusap keringatnya di kening akibat terburu-buru berjalan.
"Iya ada yang bisa dibantu, bu? "
"Anak yang namanya Karin. Baru aja dilarikan kesini karna kebakaran semalam. Jadi, apa biaya rumah sakitnya udah dibayar ya?. "
"Oh sudah bu. Dibayar langsung sama salah satu dokter yang kerja disini."
"Hah?. Dokter itu kerabatnya Karin?. "
"Bukan, bu. Baru saja mereka ketemu di malam setelah kebakaran itu. Tapi memang dokter itu orangnya baik dan loyal, bu."
"Oke.. Kalo boleh tau siapa namanya?."
"Maaf bu, beliau tidak mau siapapun namanya. Saya minta maaf, bu. " Suster itu kemudian meninggalkan Revi dan mengangkat panggilan telpon rumah sakit.Revi bingung. Ia menghela nafasnya. Kemudian ia menerima pesan dari salah satu orang tua muridnya mengatakan beberapa orang tua murid dan para murid sudah berkumpul untuk pemakaman orang tua Karin. Mereka kini menunggu wali kelas Karin untum datang bersama mereka disana. "Duh. Aku dah ditungguin orang tua murid. " Ucap Revi pelan. Ia segera meninggalkan rumah sakit dan menuju rumah Karin.
Betapa terkejutnya Revi melihat rumah Karin yang tinggal puing-puing. Tak bersisa sedikitpun disitu. Sementara itu para tetangga menuntun para pelayat untuk ke ruko kecil tempat para warga biasa rapat dan diskusi. Disana terlihat dua peti yang sudah ditutup. Keluarga besar dari ayah dan ibu Karin terlihat masih terpuruk dan menangis di depan peti tersebut. Revi maju ke depan, ia bertanya pada salah satu wali murid yang mana saja keluarga Revi. Wali murid itu menjelaskan bahwa hanya ada kedua kakak perempuan dari ayah Karin dan satu adik laki-laki dari ibu Karin.
Saat prosesi pemakaman, Revi mendengar senyap-senyap tapi sangat jelas bahwa ketiga anggota keluarga dari ayah dan ibu Karin itu sedang melempar tanggung jawab untuk menjaga dan merawat Karin sampai sembuh dan tumbuh besar. Kemudian Revi memberanikan diri menghampiri mereka.
"Saya wali kelas Karin. Saya turut berduka ya atas berpulangnya mendiang ibu dan ayahnya Karin."
"Iya, terimakasih. " Jawab kakak dari ayah Karin.
"Maaf, sebelumnya kami boleh meminta nomor telpon ibu?."
"T-tapi untuk apa ya?. "
Mereka saling bertatapan penuh rahasia satu sama lain. Itu membuat Revi kebingungan."Hm.. Kamu kan guru Karin. Kami cuma mau memastikan Karina bakal baik-baik sama gurunya. Kami tidak akan lama disini. Kami akan kembali ke kampung kami masing-masing. Jadi-" Ucapan adik dari ibu Karin itu terputus.
"Jadi.. Kami sebenarnya dari keluarga ekonomi kebawah. Suami saya dan adik saya ini. *menunjuk adik satunya* hanyalah seorang supir truk. Sementara itu ibu tau sendiri, orang tua Karin juga cuma memiliki usaha warung dan ayahnya juga kerja serabutan. Lalu adik dari ibu Karin ini juga cuma petani. Kami tidak sanggup membesarkan Karin ditengah keluarga kami. Tapi.. Kami akan berusaha bekerja sama mengumpulkan uang untuk Karin dan berusaha menjenguknya kesini.""Jadi maksudnya, tanggung jawab itu dilempar ke saya?. "
"Iya, ibu. Tapi kami akan berusaha juga. Kami tidak kabur dari tanggung jawab kami. Kami mohon." Kakak dari ayahnya berlinang air mata begitu pula adik dari ibunya Karin. Terlihat mereka benar-benar dari keluarga susah. Tapi Revi juga belum siap diberikan tanggung jawab untuk merawat Karin seperti ini."Saya akan pertimbangkan." Revi kemudian menundukkan kepalanya. Ia merasa bingung tapi juga tak tega membiarkan anak muridnya yang begitu baik tidak ada yang menjaganya. Revi menyayangi Karin tapi ia sebagai manusia biasa juga sudah bisa membayangkan seperti apa tanggung jawab yang akan ia emban kelak, kelelahan dan kesulitan membagi waktunya. Ini menjadi suatu dilemma untuknya. Tapi di hatinya ada rasa tergugah dan rasa iba mendalam pada anak yang kini yatim piatu itu.
Revi berjalan menuju kamar inap Karin. Ia melihat keadaan Karin yang masih koma dan luka-luka di tubuh Karin yang sangat mengkhawatirkan. Ia perlahan mengobati luka-luka Karin dengan obat-obatan yang telah diberikan dokter.
Tak lama, kemudian keluarga Karin datang memasuki kamar inap Karin. Mereka ingin melihat kondisi Karin. "Terimakasih ya bu. Sudah mau mengobati luka Karin." Ucap kakak dari ayah Karin.
"Iya sama-sama. Semakin saya menatap Karin, saya semakin tidak tega."
"Ini.. Ada beberapa uang dari kami. Hanya segini yang kami punya. Tapi kami janji tidak akan kabur dari tanggung jawab untuk merawat Karin. Kami akan sering-sering menjenguknya." Ia menyalam tangan Revi dengan amplop berisi uang."Ehm.. Jadi saya Dian, adik saya namanya Nur. Kami kakak-kakak dari ayah Karin. Kalau ini, adik dari ibunya Karin, namanya Tio."
"I-iya. Saya Revi. Tapi, saya mohon tetap sering-sering jenguk Karin disini. Bagaimana pun Karin ini kelurga kalian juga." Kata Revi mengiba.
"Tenang saja. Kami semua menganggap Karin seperti anak kami juga kok." Mereka tersenyum lirih.
Mereka pergi kembali ke kampung masing-masing.
Revi yang sudah 2 jam menjaga dan membacakan dongeng untuk Karin. Ia sengaja membacakan dongeng agar memancing interaksi pendengaran Karin. Setelah membacakan dongeng, Revi menatap jam dinding.
"Udah sore, aku harus pulang." Tuturnya dalam hati. Ia membelai pelan rambut Karin lalu berpesan agar suster yang jaga agar sering melihat kondisi Karin.
Sesampai di rumah. Revi berusaha menyembunyikan cerita Karin dari orangtua dan abangnya. Ia beraktivitas seperti biasa di rumah. "Tumben pulamg sore." Celetuk abangnya. Abangnya berpostur tinggi dan kurus itu sedang libur kuliah dari S2nya di Singapore. Ia sedang menonton TV bersama ibu. Sementara ayah sedang menjalankan hobinya memelihara burung. "Apa sih lo? kepo aja huh." Jawabku ketus.
"Gak sopan begitu, Revi. Itukan abang kamu." Ibunya ikut membela abangnya. "Iya Revi tadi ketemu dulu sama orangtua murid yang anaknya bandel." Revi berbohong."Yaudah pergi mandi kamu itu. Ayah dari belakang rumah aja kecium bau kamu itu!." Ayahnya menyahut yang sedang memberi makan burung. "Iihhh." Revi kesal, sementara ibu dan Dave (nama abang Revi) tertawa karena celetuk ayah.
To be continue...
KAMU SEDANG MEMBACA
Dua Malaikat Untuk Karin
RomanceKarina adalah seorang anak perempuan berumur 6 tahun yang ceria, pintar dan pandai menari balet. Suatu hari ia dihadapkan pada situasi yang tak terduga. Dimana ayah, ibu dan dirinya terjebak dalam kebakaran. Ia koma sedangkan ayah dan ibunya meningg...