Senam Zumba

385 14 3
                                    

Pukul sepuluh pagi, aku sudah memakai kaos lengan pendek dan celana training. Kedua putriku yang libur sekolah karena ini adalah hari Minggu pun turut serta pergi ke tempat Rina.

Suara musik zumba berdentum keras di halaman rumah bercat kuning itu, memeriahkan suasana. Padahal suasananya memang sudah ramai. Emak-emak sudah siap untuk bersenam zumba.

Ketika sampai, kedatanganku langsung disambut oleh senyuman sumringah perempuan berbadan besar itu.

"Biaya administrasi," katanya seraya mengulurkan tangan kanannya padaku.

Segera kuberikan selembar uang kertas kepada Rina. Kemudian, Rina mencatat namaku di buku yang ia bawa. "Tanda tangan di sini, Mbak Santi," perintahnya seraya memberikan pulpen kepadaku. "Sekalian nomor HP, ya? Soalnya aku mau buat grup WA," lanjutnya.

Agak geli sebenarnya, karena pakai tanda tangan segala. Namun, aku pun melakukannya. Dan orang-orang yang hendak ikut senam zumba—semua melakukannya.

"Halah! Ribet amat pakai dicatat, tanda tangan segala, Rin!" protes Bu Tejo seraya menandatangani.

"Biar keren dikit, lah, Bu Rete," jawab Rina.

"Haduh, terserah kamu, deh, Rin." Bu Tejo menyerahkan buku itu kembali kepada Rina.

"Katanya mau dikasih bonus air mineral?" Atun menagih janji Rina.

Rina mulai menghitung uang dalam genggamannya seraya senyum-senyum sumringah. Kemudian menjawab pertanyaan Atun. "Tenang saja, Tun. Ada, kok bonusnya. Sebentar, biar kuambil. Kalian tunggu di sini sebentar, ya?"

Rina pun masuk ke dalam rumah. Tidak lama kemudian, Rina kembali dengan memanggul sebuah galon.

"Yah, air galon rupanya." Atun tampak kecewa.

"Kirain sebotol aqua per orang." Bu Tejo turut kecewa.

"Yang penting sama-sama air mineral," timpal Rina seraya meletakkan galon tersebut di teras. Kemudian masuk kembali, dan keluar dengan membawa beberapa gelas.

"Huuuu?" sorak mereka kecewa.

"Nah, mari kita bersemangat! Senam zumba bersama Rina Aduhae segera dimulai!"

"Aduhae dari Hongkong!" cibir Bu Tejo lirih.

Rina mulai mengatur musik senam yang diputar, lalu meminta kami semua agar berbaris rapi. Setelah itu, ia pun mulai memimpin senam di paling depan sendiri.

"Lakukan peregangan seperti ini!" perintahnya seraya memperagakan gerakan.

Kami pun menirukan setiap gerakan yang diperagakan oleh Rina. Akan tetapi, tiba-tiba saja ada yang aneh dengan gerakannya. Menggaruk-garuk pantat. Aku sendiri agak aneh dengan gerakan ini. Lalu Rina pun berbalik.

"Hei, kalau tadi itu bukan termasuk gerakan senam! Itu karena pantatku gatal," katanya. "Sepertinya ada semut di pantatku. Sebentar, aku cek toko sebelah dulu, ya? Mohon bersabar, Bu-Ibu!"

Rina masuk ke dalam rumah. Meninggalkan sorakan jengkel para emak-emak.

Tidak lama kemudian, Rina keluar dan kembali memimpin kami untuk bersenam zumba.

"Ayo dilanjut, Bu-Ibu! Semangat!" serunya.

***

Setengah jam kemudian.

Kami tengah asyik melakukan gerakan senam yang menurutku lumayan mudah. Sebab gerakannya sangat simpel dan tidak banyak gerakan. Aku sendiri, dulunya sudah biasa melakukan senam sendiri di rumah—sewaktu di kota. Dan aku cenderung lebih suka gerakan yang lebih beranekaragam.

Rumah Idaman (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang