── 24

224 43 3
                                    

Pulang sekolah, senang? Jelas lah. Waktu yang ditunggu-tunggu sudah tiba, masa tidak senang.

Rasanya mirip jatuh cinta, senang. Apalagi kalau sedang pelajaran killer, lalu bel pulang sekolah berdenting di speaker kelas. Alamak, Aruna ingin jungkir balik dengan matras penuh bunga mawar rasanya.

Ohiya, tentang uang Gheana yang Aruna pinjam untuk beli ice cream Reksa, uangnya sudah dikembalikan kok. Gheana awalnya nolak sih, tapi Aruna paksa saja, terserah, lagipula kan Aruna pinjam bukan minta.

"Aruna, tuh si bapak ketua suku kutub utara sudah datang menjemput. Gih, kata gue mending lo buruan balik." kata si ketua kelas yang kebetulan sedang melaksanakan piket harian.

"Iya, tunggu bentar dong. Masih beres-beres. Ini Gheana pinjem tempat pensil nggak diberesin lagi, awas aja besok lo Gheana, gue obrak-abrik jalan lo." omel Aruna. Biasa lah, mengomel sendiri.

"Sini gue bantuin, kelamaan."

Sebuah tangan menyambar buku yang sudah ditumpuk rapi di atas meja dan memasukkannya ke tas Aruna, begitu juga dengan barang lain yang berada di luar meja.

Jangan salah paham ya, kawan. Bukan Arunanya terlalu rajin, tapi ia hanya tidak suka kalau tasnya berantakan, berat. Sebab Aruna tidak mau bertambah pendek, maka mau tidak mau, setiap pulang atau berangkat, Aruna akan membongkar tasnya dan mengembalikannya kembali.

Ribet memang, tapi ya begitu.

"Maafin, besok gue akan lebih lama lagi beres-beresnya."

"Iya besok-besok kalo lebih lama, pulangnya sendiri aja," sahut Reksa yang dibalas dengan penolakan oleh Aruna, "Eh nggak-nggak! Besok gue bakal cosplay jadi flash deh biar cepet. Asal pulangnya tebengin, hehe."

Diam, kelas yang sekarang diisi dua manusia yang sibuk beres-beres itu benar-benar sepi. Manusia yang piket sejak pulang sekolah pun sudah pulang semua.

"Sa, temen lo baliknya gimana?" tanya Aruna tiba-tiba.

"Temen gue yang mana?" tanya Reksa balik.

"Itu, yang tadi cedera waktu main. Dia yang biasanya bawa motor gede itu nggak sih? yang suka lewat depan rumah itu."

"Iya, yang itu. Dia balik nebeng mobil bokapnya temen gue yang lain. Terus motornya dibawain sama temen gue yang lain juga."

"Kasian deh temen lo, yuk pulang!"

Aruna menggendong tasnya dan berjalan menuju ke luar kelas, lebih tepatnya ke arah parkiran dengan Reksa yang mengikutinya dari samping.

Biasanya nih, kalau sedang berjalan ke parkiran, pasti ada saja tingkah rusuhnya Reksa yang gangguin Aruna sampai ingin Aruna banting. Tapi untuk kali ini, suasananya beda. Mungkin Reksa masih agak kepikiran sama masalah tadi, takutnya dianggap berlebihan dalam mengambil tindakan atau dia masih marah sebab temannya dibuat cedera secara terang-terangan.

Aruna tidak tahu dan mungkin dia harusnya tidak membahas apapun sekarang.

"Pake helmnya, cil. Bawa jaket nggak?" tanya Reksa sembari menyerahkan helm milik Aruna.

"Nggak bawa, lupa. Kenapa deh, biasanya juga kalo nggak bawa jaket gak ditanyain?"

"Mau ujan kayaknya, mendung. Takut kedinginan. Kan kasian anak orang."

Aruna yang dengar jawaban dari Reksa malah senyum-senyum sendiri, "Aduh, salting brutal. Perhatian banget sih, pak."

"Harusnya emang gak usah tanya." Reksa menggelengkan kepalanya heran lalu naik ke atas motor, memundurkan motornya dan menyalakan mesin motor. Tenang, helm Reksa sudah dipakai kok.

REKSATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang